Entri Populer

Sabtu, 15 Oktober 2011

Zr-Hal-Hal Yang Membatalkan Dan Merusak Puasa : Makan Dan Minum Sengaja, Yang Semakna Makan Dan Minum

Kategori Puasa Hal-Hal Yang Membatalkan Dan Merusak Puasa : Makan Dan Minum Sengaja, Yang Semakna Makan Dan Minum Sabtu, 5 September 2009 15:40:13 WIB HAL-HAL YANG MEMBATALKAN DAN MERUSAK PUASA : MAKAN DAN MINUM, HAL-HAL YANG SEMAKNA DENGAN MAKAN DAN MINUM, HIJAMAH Oleh Dr. Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thayyar Puasa berarti menahan diri dengan disertai niat dari hal-hal yang dapat membatalkannya sejak terbit fajar (kedua-ed) sampai terbenamnya matahari. Hal-hal yang membatalkan puasa itu adalah: 1. Hubungan badan (jima'). 2. Keluarnya mani. 3. Makan dan minum. 4. Hal-hal yang semakna dengan makan dan minum. 5. Hijamah (bekam). 6. Muntah dengan sengaja. 7. Keluarnya darah haidh dan nifas. Keterangan secara rinci tentang hal-hal tersebut dirangkum dalam beberapa pembahasan berikut ini: Pembahasan 3 MAKAN DAN MINUM DENGAN SENGAJA Yang dimaksud di sini adalah memasukkan makanan atau minuman sampai ke dalam perut melalui mulut maupun hidung, apapun makanan dan minuman yang dikonsumsi tersebut. Hal itu didasarkan pada firman Allah Subhanahu wa Ta'ala : "Makan dan minumlah hingga terang bagi kalian benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam...."[Al- Baqarah: 187] Dengan demikian, Allah Jalla wa Ala telah membolehkan makan dan minum sampai terbit fajar kedua, dan kemudian diperintahkan untuk menyempurnakan puasa sampai malam. Dan itu berarti meninggalkan makan dan minum selama rentang waktu tersebut, yaitu antara terbit fajar sampai malam hari. Termasuk di dalamnya sedotan tembakau (hisapan rokok) melalui hidung. Demikian juga memasukkan sesuatu yang jenisnya cair atau beku melalui hidung, mata, atau telinga, dengan syarat jika semuanya itu sampai ke perut. [1] Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan: "....Sebagaimana diketahui bahwa nash dan ijma' telah menetapkan bahwa puasa itu batal karena makan, minum, hubungan badan, haidh...." [2] Pembahasan 4 HAL-HAL YANG SEMAKNA DENGAN MAKAN DAN MINUM Semua hal yang semakna dengan makan dan minum, seperti transfusi darah kepada orang yang berpuasa sehingga dia tidak lagi memerlukan makan dan minum. Demikian juga dengan infus yang menggantikan posisi makan dan minum. Oleh karena itu, jika seseorang ditransfusi darah untuk keadaan darurat, seperti saat terjadi pendarahan atau diberi jarum infus maka dengan demikian, dia sudah tidak berpuasa dan harus mengqadha' puasa hari itu di hari yang lain. Dan dibolehkan juga baginya untuk berbuka (tidak berpuasa) karena keadaan darurat, tetapi dia harus mengqadha'nya, karena apa saja yang membuat puasa menjadi batal, maka hal itu telah menggantikan posisi makan dan minum. Sedangkan jarum-jarum selain jarum untuk infus maka tidak membatalkan puasa, di bagian tubuh mana pun disuntikkan dan bagaimana pun caranya, selama tidak sampai ke perutnya, sebagai-mana yang telah kami sampaikan sebelumnya. Syaikh Muhammad bin Ibrahim mengatakan, "Yang tampak bagi kami bahwa jarum yang disuntikkan ke pembuluh darah dapat membatalkan puasa, karena adanya zat yang masuk ke dalam tubuh pemakainya. Dan para ahli fiqih rahimahullah telah menilai dengan jelas tentang rusaknya puasa orang yang memasukkan sesuatu ke dalam perutnya melalui bagian mana pun dari tubuhnya...." [3] Pembahasan 5 HIJAMAH (BEKAM) Hijamah atau bekam berarti penyedotan (darah) dengan membuat irisan kecil pada permukaan kulit secara sengaja untuk mengeluarkan darah dari tubuh melalui pembuluh darah (yang dilukai). Oleh karena itu, jika proses pengeluaran darah dari (tubuh) orang yang berpuasa itu dilakukan melalui pembekaman atau dikeluarkan untuk donor darah guna menyelamatkan orang sakit yang membutuhkan darah, maka hal tersebut membatalkan puasa. Dasar pijakan hal tersebut adalah apa yang diriwayatkan oleh Syaddad bin Aus, dia berkata: "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Puasa orang yang membekam dan yang dibekam itu telah rusak (batal)." [4] Dan banyak hadits telah disebutkan yang maknanya mengarah kepada pembatalan puasa karena hijamah (bekam). Berdasarkan hal tersebut, maka tidak dibolehkan bagi orang yang berpuasa wajib untuk melakukan donor darah, kecuali dalam keadaan benar- benar darurat, dengan syarat hal tersebut tidak membahayakan diri pendonor. Dan jika melakukan maka puasanya pada hari itu batal dan dia harus mengqadha'nya. [5] Sedangkan keluarnya darah tanpa sengaja dari orang yang berpuasa, seperti mimisan, atau darah yang keluar karena luka atau gigi yang lepas, dan lain sebagainya yang tidak mempengaruhi puasa seseorang, maka hal tersebut tidak membatalkan puasa, karena hal tersebut tidak berarti bekam. Kemudian orang yang berpuasa dimaafkan dalam keadaan ini, karena ia memang benar-benar dalam kondisi tersebut (yang memang bukan menjadi pilihannya,-ed). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan: "....Telah kami jelaskan bahwa penilaian batalnya puasa karena bekaman itu telah sesuai dengan ushul dan qiyas. Dan hal itu sejenis dengan darah haidh, muntah dengan sengaja, dan onani. Jika demikian adanya, maka dengan cara bagaimana pun dia ingin mengeluarkan darah, berarti dia telah berbuka...." [6] [Disalin dari buku Meraih Puasa Sempurna, Diterjemahkan dari kitab Ash-Shiyaam, Ahkaam wa Aa-daab, karya Dr. Abdullah bin Muhammad bin Ahmad ath-Thayyar, Penerjemah Abdul Ghoffar EM, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir] __________ Footnotes [1]. Fataawaa wa Rasaa-il Syaikh Muhammad bin Ibrahim (IV/189). [2]. Al-Majmuu' Syarhul Muhadzdzab (VI/313), Kasysful Qinaa' (II/317). [3]. Majmuu' Fataawaa Syaikhil Islam Ibni Taimiyyah (XXV/244). [4]. Diriwayatkan oleh Ahmad (no. 16489) tahqiq Ahmad Syakir, Abu Dawud (no. 2369), an-Nasa-i (dalam al- Kubra no. 3144), Ibnu Majah (no. 1681), Ibnu Khuzaimah (no. 1964) dan Ibnu Hibban (no. 3533), keduanya telah menshahihkan hadits ini. Juga dishahihkan oleh Ahmad, al-Bukhari, dan Ali bin al-Madini. Lihat kitab Fat-hul Baari (IV/175), Nailul Authaar (IV/201). [5]. Ibnu Qasim rahimahullah mengatakan: "....Dan tidak batal puasanya, kecuali dengan syarat dalam melakukannya dia sengaja dan ingat puasanya tetapi dia tetap melakukannya, maka dia harus mengqadha' puasanya, jika puasa yang dikerjakannya adalah wajib." Haasyiyah ar- Raudhil Murabbi' (III/398). [6]. Majmuu' Fataawaa Syaikhil Islam Ibni Taimiyyah (XXV/257). © copyleft almanhaj.or.id seluruh artikel dan tulisan di situs almanhaj.or.id dapat disebarluaskan, dengan mencantumkan sumbernya dan tetap menjaga keilmiahan Situs almanhaj.or.id tidak memiliki hubungan apapun dengan situs lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar