Entri Populer

Minggu, 16 Oktober 2011

AQIDAH AHLUS SUNNAH TENTANG AHLUL BAIT (bag.1)

AQIDAH AHLUS SUNNAH TENTANG AHLUL BAIT (bag.1) Abu Abdillah al-Dzahabi Wasiat Nabi Tentang Ahlul Bait Yang Mulia: Allah -Subhanahu wa ta’ala- berfirman: قُلْ لا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَى “Katakanlah: “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan”. (QS. Al-Syura: 23) Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- bersabda: Zaid ibn Arqam -Radiallahu anhu- bercerita: Rasulullah berkhutbah di sebuah sumber mata air yang disebut Khum (Ghadir Khumm) yang terletak di antara makkah dan Madinah. Beliau memuji-muji Allah, memberi mau’izhah dan peringatan. Kemudian beliau bersabda: « أَمَّا بَعْدُ. أَلاَ أَيُّهَا النَّاسُ فَإِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ يُوشِكُ أَنْ يَأْتِيَ رَسُولُ رَبِّي فَأُجِيبَ. وَأَنَا تَارِكٌ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ: أَوَّلُهُمَا كِتَابُ اللّهِ فِيهِ الْهُدَىٰ وَالنُّورُ. فَخُذُوا بِكِتَابِ اللّهِ. وَاسْتَمْسِكُوا بِهِ » فَحَثَّ عَلَىٰ كِتَابِ اللّهِ وَرَغَّبَ فِيهِ. ثُمَّ قَالَ: « وَأَهْلُ بَيْتِي. أُذَكِّرُكُمُ اللّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي. أُذَكِّرُكُمُ اللّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي. أُذَكِّرُكُمُ اللّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي » “Amma ba’d: Wahai manusia ingatlah, sesungguhnya saya adalah manusia, hampir dekat masanya utusan Tuhanku (malaikat maut) datang kepadaku dan akupun menjawabnya. Saya tinggalkan di tengah kalian dua perkara berat: yang pertama kitab Allah, di dalamnya ada hidayah dan cahaya, maka ambillah kitab Allah dan peganglah erat-erat.” Beliau menganjurkan mengambil kitab Allah dan menyemangati tentangnya. Kemudian beliau bersabda: “Dan (yang kedua) adalah ahli baiti (keluargaku). Aku peringatkan kalian tentang keluargaku, Aku peringatkan kalian tentang keluargaku, Aku peringatkan kalian tentang keluargaku.” Hushain bertanya: “Siapa ahlu baitnya wahai Zaid? Bukankah para isteri beliau adalah ahli baitnya?” Dia menjawab: “Benar, para isterinya adalah ahlul bait, namun ahlul baitnya adalah orang-orang yang diharamkan memakan sedekah sepeninggalnya.” Dia ditanya: “Siapa mereka?” Dia menjawab: “Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga Abbas.” Hushain bertanya: “Mereka semua haram menerima sedekah?” Zaid menjawab: “Betul.” (HR. Muslim) « إنِّي تَارِكٌ فِيكُمْ مَا إِنْ تَمسَّكْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوا بَعْدِي؛ أحَدُهُمَا أَعْظَمُ مِنَ الآخَرِ كِتَابُ اللّهِ حَبْلٌ مَمْدُودٌ مِنَ السَّمَاء إلى الأَرْضِ وعِتْرَتِي أَهْل بَيْتِي وَلَنْ يَتَفَرَّقَا حتَّى يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ فَانْظُرُوا كَيْفَ تَخْلُفونِي فِيهمَا » “Aku tinggalkan di tengah-tengah kalian sesuatu yang bila kalian berpegang dengannya kalian tidak akan sesat sesudahku; yang satu lebih besar dari yang satunya, yaitu kitab Allah (yang merupakan) tali Allah yang menjulur dari langit ke bumi, dan keluargaku. Keduanya tidak akan pisah hingga datang kepadaku di telaga. Maka perhatikanlah bagaimana kalian menyikapi keduanya setelahku.” (HR. Ahmad, Tirmidzi dengan sanad hasan).[1] Sikap ahlussunnah terhadap keluarga Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- adalah sikap yang adil dan proporsional. Inilah sikap yang benar dan wajib diikuti. Ahlussunnah tidak kaku dan tidak ghuluw (mengkultuskan). Ahlussunnah adalah kelompok yang paling bahagia dalam mencinta dan setia kepada ahlul bait (keluarga Nabi -Shalallahu alaihi wa salam-). Mereka mengetahui wasiat Rasulullah -Shalallahu alaihi wa salam- tentang mereka dan mengindahkannya. Mereka menganggap bahwa mencintai ahlul bait adalah kewajiban yang tidak bisa ditawar. (Lihat Shiddiq Hasan Khan, al-Din al-Khalish, 3/351, 357) Keyakinan Ahlus Sunnah Tentang Ahlul Bait Secara Global: 1. Ahlussunnah mewajibkan untuk mencintai keluarga Nabi -Shalallahu alaihi wa salam-, dan menjadikannya sebagai bagian dari kecintaan kepada Nabi -Shalallahu alaihi wa salam-. Mereka mencintai semuanya, tidak seperti kaum Rafidhah (Syiah Imam 12 / al-Imamiyyah al-Itsanai Atsriyyah/ Ja’fariyyah) yang mencintai sebagiannya dan menganggap fasik yang lainnya. 2. Ahlussunnah mengetahui hak-hak ahlul bait yang wajib kita tunaikan. Allah -Subhanahu wa ta’ala- telah menjadikan untuk mereka satu hak dari khumus (seperlima) dan dari Fai` (harta orang kafir yang didapat dengan jalan damai). Allah -Subhanahu wa ta’ala- memerintahkan agar kita bershalawat atas mereka sebagai bentuk pemenuhan kepada shalawat Nabi -Shalallahu alaihi wa salam-. 3. Ahlussunnah berlepas diri dari cara-cara Nawashib (kelompok yang memusuhi ahlul bait) yang sangat kasar dan keras kepada ahlul bait. Juga berlepas diri dari cara-cara Rawafidh (kelompok yang mengaku cinta kepada ahlul bait secara salah) yang mengkultuskan ahlul bait. 4. Ahlussunnah mencintai isteri-isteri Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- dan mendoakan agar Allah meridhahi mereka, mengakui hak-hak mereka dan mengimani bahwa mereka adalah isteri-isteri Nabi di dunia dan di surga. 5. Ahlussunnah dalam menjelaskan sifat-sifat ahlul bait tidak keluar dari syariat, tidak ghuluw dan tidak meyakini ‘ishmah (kesucian) bagi mereka, bahkan meyakini bahwa mereka adalah manusia yang bisa berbuat dosa sebagaimana manusia yang lainnya. 6. Ahlussunnah meyakini bahwa tidak ada di antara ahlul bait yang dijamin ampunan oleh Allah, melainkan di antara mereka ada yang baik dan ada yang buruk, ada yang shalih dan ada yang fasiq. 7. Ahlussunnah meyakini bahwa mengakui keutamaan ahlul bait bukan berarti menggunggulkan mereka dalam segala hal, dan atas semua orang, tetapi terkadang ada selain ahlul bait yang lebih utama daripada mereka karena pertimbanga-pertimbangan lain. Kesaksian Para Ulama Tentang Aqidah Ini: Aqidah-aqidah ini dikutip dari para ulama secara mutawatir. Diantara pernyataan para ulama tersebut adalah: 1. Khalifatu Rasulillah -Shalallahu alaihi wa salam- Abu Bakar al-Shiddiq -Radiallahu anhu- (w. 13 H): Abu Bakar -Radiallahu anhu- berkata: وَالَّذِيْ نَفْسِي بِيَدِهِ ، لَقَرَابَةُ رَسُوْلِ اللهِ أَحَبُّ إِلَيَّ أَنْ أَصِلَ مِنْ قَرَابَتِيْ “Demi Allah Yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh (menyambung) kerabat Rasulullah -Shalallahu alaihi wa salam- lebih aku cintai daripada saya menyambung kerabatku sendiri.” (HR. Bukhari: 4241; Muslim: 1759) 2. Amirul Mukminin Umar ibnul Khaththab -Radiallahu anhu- (w. 23 H) Umar -Radiallahu anhu- berkata kepada Abbas paman Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam: وَاللهِ لَإِسْلاَمُكَ يَوْمَ أَسْلَمْتَ كَانَ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنْ إِسْلاَمِ اْلخَطَّابِ – يَعْنِي وَالِدَهُ – لَوْ أَسْلَمَ ؛ لِأَنَّ إِسْلاَمَكَ كَانَ أَحَبَّ إِلَى رَسُوْلِ الله مِنْ إِسْلاَمِ اْلخَطَّابِ “Demi Allah, Islammu pada engkau masuk Islam lebih aku sukai daripada Islamnya Khaththab- maksudnya adalah ayahnya- seandainya saja ia masuk Islam. Sesungguhnya Islammu lebih disukai oleh Rasulullah -Shalallahu alaihi wa salam- daripada Islamnya Khaththab.” (Ibnu Sa’ad dalam al-Thabaqat: 4/22) 3. Zaid ibn Tsabit -Radiallahu anhu- (w. 42 H) Imam Sya’bi bercerita: “Zaid ibn Tsabit shalat atas satu jenazah, kemudian keledainya didekatkan kepadanya untuk dinaiki. Tiba-tiba datang Ibnu Abbas -Radiallahu anhu-, ia langsung memegangi kekangnya (untuk mempersilakan Zaid). Maka Zaid berkata: ‘Biarkan wahai anak paman Rasul -Shalallahu alaihi wa salam-.’ Maka Ibnu Abbas d berkata, ‘Beginilah kami diperintah untuk bersikap (melayani) para ulama’. Maka Zaid mencium Ibnu Abbas d dan berkata, ‘Beginilah kami diperintah untuk berbuat kepada keluarga Nabi kami.’ (Ibnu Sa’ad dalam Thabaqat: 2/360) 4. Muawiyah ibn Abi Sufyan -Radiallahu anhu- (w. 60 H) Al-Hasan ibn Ali -Radiallahu anhu- pernah masuk menemui Muawiyah -Radiallahu anhu- dalam majlisnya, maka Muawiyah -Radiallahu anhu- berkata kepadanya: “Selamat datang putera Rasulullah -Shalallahu alaihi wa salam-.” Kemudian Muawiyah -Radiallahu anhu- memerintahkan untuk memberi Hasan pemberian sebesar 300 ribu. (Ibnu Katsir, Bidayah wa Nihayah: 2/140) Pernah pula Hasan Husain -Radiallahu anhu- menemui Muawiyah -Radiallahu anhu- sebagai utusan, lalu Muawiyah -Radiallahu anhu- memberi mereka berdua hadiah sebesar 200 ribu. Muawiyah -Radiallahu anhu- berkata kepada keduanya: “Aku belum pernah memberikan sebesar itu kepada seorangpun sebelum kalian.” Maka Husain berkata: “Engkau tidak pernah memberi seseorang lebih baik dari kami.” (ibid; 8/139) 5. Abdullah Ibnu Abbas -Radiallahu anhu- ( w. 68 H) Razin ibn Ubaid berkata: Saya ada di sisi Ibnu Abbas Radiallahu anhu, lalu datanglah Ali ibnul Hasan Zainul Abidin, maka Ibnu Abbas d berkata kepadanya: مَرْحَباًً بِاْلحَبِيْبِ اْبنِ اْلحَبِيْبِ Selamat datang orang yang tercinta putera orang yang tercinta.” (Ahmad, dalam al-Fadhail: 2/777) 6. Abu Ja’far Ahmad ibn Muhammad at-Thahawi -Rahimahullah- (w. 321 H) Imam Thahawi -Rahimahullah- dalam aqidahnya yang sangat terkenal mengatakan: “Kami mencintai para sahabat Rasul -Shalallahu alaihi wa salam-. Kami tidak teledor dalam mencintai salah seorang mereka serta tidak berlepas diri dari seorangpun dari mereka. Kami membenci orang yang membenci mereka, serta orang yang menyebut mereka dengan tidak baik. Kami tidak menyebut mereka kecuali dengan kebaikan.” Dia juga berkata: “Barangsiapa menyebut dengan baik tentang para sahabat Rasul -Shalallahu alaihi wa salam- dan para isteri beliau yang suci dari segala kotoran, serta keturunan beliau yang disucikan dari segala keburukan maka dia telah bebas dari nifaq.” (lihat syarahnya oleh ibnu Abil Izz, 467-471) 7. Al-Hasan ibn Ali al-Barbahari -Rahimahullah- (w. 329 H) Dalam Syarh al-Sunnah (h. 96-97), al-Barbahari -Rahimahullah- berkata: “Kenanilah keutamaan Bani Hasyim karena kekerabatan mereka dengan Rasulullah -Shalallahu alaihi wa salam-. Dan kenanilah keutamaan suku Quraisy dan Bangsa Arab, serta seluruh kerabatnya. Kenanilah jasa dan hak-hak mereka dalam Islam, juga mawali mereka. Kenanilah hak manusia yang lain dalam Islam. Kenanilah jasa kaum Anshar dan wasiat Rasulullah -Shalallahu alaihi wa salam- tentang mereka. Juga jangan lupa keluarga Rasul -Shalallahu alaihi wa salam-, kenanilah jasa dan kehormatan mereka.” 8. Abu Bakar Muhammad ibnul Husain al-Ajjurri -Rahimahullah- (w. 360 H) Al-Ajjurri -Rahimahullah- berkata dalam kitabnya al-Syari’ah (5/2276): “Wajib bagi setiap mukmin laki-laki dan perempuan mencintai keluarga Nabi -Shalallahu alaihi wa salam-, Bani hasyim: Ali bin Abi Thalib, anak dan keturunannya, Fatimah, anak dan keturunannya, Hasan dan Husain, anak mereka dan keturunan mereka, Ja’far al-Thayyar, anaknya dan keturunannya, Hamzah dan anaknya, Abbas dan anaknya serta keturunannya. Mereka adalah ahlu baiti rasul (keluarga Nabi -Shalallahu alaihi wa salam-). Wajib atas kaum muslimin untuk mencintai mereka, memuliakan mereka, sabar terhadap mereka, bagus dalam menyikapi mereka, tabah atas mereka dan mendoakan mereka.”[*] (sumber: (http://saaid.net/Doat/Althahabi/23.htm) Diterjemah oleh majalah Qiblati dan dimuat pada edisi 1 tahun ke-4. [1] Semua mukaddimah ini adalah tambahan dari redaksi. (Dibaca 705 kali, hari ini 9 kali) ahlul bait ahlus sunnah aqidah Artikel

Tidak ada komentar:

Posting Komentar