Entri Populer

Minggu, 16 Oktober 2011

U-Beberapa Tahun Yang Lalu Tidak Berpuasa Ramadhan Karena Haid Dan Belum Mengqadhanya

Kategori Puasa : Fiqih Puasa Beberapa Tahun Yang Lalu Tidak Berpuasa Ramadhan Karena Haid Dan Belum Mengqadhanya Kamis, 21 Oktober 2004 13:21:09 WIB SEKARANG BERUSIA LIMA PULUH TAHUN, DUA PULUH TUJUH TAHUN YANG LALU TIDAK MENJALANKAN PUASA RAMADHAN SELAMA LIMA BELAS HARI Oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baaz Pertanyaan Syaikh Ibnu Baaz ditanya : Sekarang saya berumur lima puluh tahun, dua puluh tujuh tahun yang lalu saya tidak berpuasa selama lima belas hari karena melahirkan salah seorang anak saya, dan saya belum sempat mengqadhanya di tahun tersebut, bolehkah saya mengqadha puasa itu saat ini, dan apakah saya berdosa.? Jawaban Hendaknya Anda bertobat kepada Allah karena penundaan ini dan Anda harus mengqadha puasa yang lima belas hari itu dengan disertai memberi makan kepada seorang miskin sejumlah hari yang Anda tinggalkan sebanyak setengah sha' yang berupa makanan pokok. [Kitab Fatawa Ad- Da'wah, Syaikh Ibnu Baaz, 2/159] BEBERAPA TAHUN YANG LALU TIDAK BERPUASA RAMADHAN KARENA HAIDH DAN BELUM MENGQADHANYA Oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baaz Pertanyaan Syaikh Ibnu Baaz ditanya : Pada salah satu bulan Ramadhan beberapa tahun yang lalu, saya mendapat haidh oleh karenanya saya tidak berpuasa dan sampai saya belum mengqadha utang puasa itu, tapi saya tidak mengetahui berapa jumlah hari yang harus saya qadha itu, apa yang harus saya lakukan ? Jawaban Anda harus melaksanakan tiga hal. Pertama : Bertobat kepada Allah karena keterlambatan itu dan menyesali apa yang telah Anda mengabaikan suatu ketetapan Allah, di samping itu Anda harus bertekad untuk tidak mengulangi perbuatan itu lagi, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman. "Artinya : Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung" [An- nur : 31] Menunda-nunda qadha puasa adalah suatu maksiat, maka bertaubatlah kepada Allah dari itu adalah suatu kewajiban. Kedua : Segera mengqadha puasa berdasarkan perkiraan Anda dalam menentukan jumlah harinya, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak membebani seseorang kecuali apa yang disanggupinya. Berapa jumlah hari yang telah Anda tinggalkan menurut dugaan Anda, maka sejumlah hari itulah yang harus Anda qadha. Jika Anda perkirakan bahwa puasa yang harus Anda qadha itu sepuluh hari, maka hendaklah Anda berpuasa sepuluh hari, dan jika Anda menduga bahwa jumlah lebih banyak atau kurang dari itu, maka berpuasalah Anda berdasarkan dari sepuluh hari makan berpuasalah Anda dengan berpatokan pada dugaan Anda itu, berdasarkan firman Allah. "Artinya : Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuatu dengan kesanggupannya" [Al- Baqarah : 286] Dan firman Allah. "Artinya : Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu" [At- Taghabun : 16] Ketiga : Memberi makan kepada seorang miskin untuk setiap hari yang Anda qadha itu, dan itu bisa diberikan seluruhnya kepada satu orang miskin. Jika Anda sendiri seorang yang miskin sehingga tidak dapat memberi makan, maka tidak mengapa Anda tidak melakukan yang ini tetapi tetap bertaubat dan mengqadha puasa. Jika Anda mampu memberi makan, maka jumlah yang harus diberikan adalah setengah sha' makanan pokok, yaitu sekitar satu setengah kilogram. [Majmu'ah Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah, Syaikh Ibnu Baaz, 6/19] MEMPUNYAI UTANG PUASA SELAMA DUA RATUS HARI KARENA KETIDAK TAHUANNYA DAN SEKARANG SEDANG SAKIT Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Pertanyaan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Seorang wanita berusia lima puluh tahun tengah menderita diabetes (penyakit gula), sementara puasa baginya adalah suatu hal yang sangat memberatkan karena kondisinya yang seperti itu. Kendati demikian ia tetap berpuasa pada bulan Ramadhan, hanya saja ia tidak tahu bahwa hari-hari haidhnya di bulan Ramadhan harus diqadha, dan jika dihitung masa haidhnya selama beberapa tahun lalu itu, maka ia harus mengqadha puasa selama dua ratus hari, bagaimanakah hukumnya yang dua ratus hari ini, sebab kini ia sedang sakit ? Apakah Allah mengampuni apa yang telah lalu itu, ataukah ia tetap harus berpuasa dan memberi makan orang yang berpuasa ? Apakah mesti memberi makan kepada orang yang berpuasa, atau memberi makan kepada sembarang orang miskin ? Jawaban Jika keadaannya seperti yang digambarkan oleh penanya, yaitu puasa akan membahayakan dirinya kerena usianya yang telah lanjut atau karena penyakit yang dideritanya, maka ia harus memberi makan kepada seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkannya sebanyak hari tersebut. Begitu juga dengan puasa-puasa yang akan datang jika berpuasa itu menyulitkan baginya dan tidak ada harapan untuk keluar dari kesulitannya itu, yaitu harus memberi makan kepada seorang miskin untuk setiap hari yang ditiinggalkannya. [Durus wa Fatawa Al-Haram Al- Makki, Ibnu Utsaimin, 3/54] [Disalin dari buku Al- Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita 1, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq, penerjemah Amir Hazmah Fakhruddin] © copyleft almanhaj.or.id seluruh artikel dan tulisan di situs almanhaj.or.id dapat disebarluaskan, dengan mencantumkan sumbernya dan tetap menjaga keilmiahan Situs almanhaj.or.id tidak memiliki hubungan apapun dengan situs lainnya.t

Tidak ada komentar:

Posting Komentar