Entri Populer
-
Plakat Panjang Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 07 Juli, undefined Label: imam bonjol, periode I, plakat panjang | 0 komentar Lalu...
-
Ustadz Armen Halim Naro Rahimahullah Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 07 Juli, undefined Label: periode VI, ustadz armen halim nar...
-
INILAH BUKTI KEBAIKAN PEMERINTAH SAUDI “WAHABI” UNTUK SANTRI,PESANTREN & KYAI NU INDONESIA, PALESTINA & MUSLIMIN DUNIA : Sambutan ya...
-
TUANKU HAJI MISKIN, PENABUR BENIH PEMBAHARUAN 3 Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 09 Juli, undefined Label: periode I, tuanku haji ...
-
Dua peristiwa yang menyebabkan tuanku nan renceh merubah sikapnya menajadi keras dan menebarkan "perang agama" adalah: 1. pengadu...
-
Jumat, September 30, 2011 PostHeaderIcon Banser bergabung dengan Katholik demo anti Radio Islam Jumat, September 30, 2011 | Diposkan oleh Ma...
-
Kategori Tauhid Prioritas Utama Kewajiban Memberikan Perhatian Kepada Aqidah Tidak Berarti Melalaikan Syariat Yang Lainnya Selasa, 18 Mei 20...
-
Kasus Tanah Fadak Seperti biasa, Syi’ah telah menciptakan kisah-kisah fiktif berdasarkan kekuatan imajinatif mereka yang keruh. Mereka cipt...
-
TUANKU HAJI MISKIN, PENABUR BENIH PEMBAHARUAN 1 Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 08 Juli, undefined Label: periode I, sejarah para...
-
PENGERTIAN SEJARAH Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 07 Juli, undefined Label: babad, hikayat, Pengertian sejarah, riwayat, tambo |...
Sabtu, 15 Oktober 2011
apakah harus dibulan ramadhan?
Kategori Puasa Apakah Harus Di
Bulan Ramadhan? Jumat, 29 Juli 2011 23:23:15 WIB APAKAH HARUS DI BULAN RAMADHAN? Bulan Ramadhan yang ditunggu oleh kaum Muslimin telah tiba. Kerinduan telah terobati dan penantian telah berakhir. Selayaknya setiap insane Muslim memanfaatkan
kesempatan emas ini sebelum Ramadhan berlalu. Marilah kita mengoreksi diri agar tidak mengulangi kesalahan-kesalahan di masa silam. Semoga sisa usia yang terbatas dengan ajal ini bisa termanfaatkan dengan baik untuk meraih pahala sebanyak- banyaknya dan menjadi penghapus segala dosa. Kedatangan bulan Ramadhan teramat sangat sayang bila dibiarkan begitu saja. Itulah sebabnya, semangat berlomba melakukan kebaikan bergelora pada bulan yang penuh barakah ini. Namun, haruskah semangat berlomba- lomba ini hanya ada di bulan ini saja ? Ingat, Allah Azza wa Jalla berfirman : ِﺕﺍَﺮْﻴَﺨْﻟﺍ ﺍﻮُﻘِﺒَﺘْﺳﺎَﻓ Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan [al- Baqarah/2:148] Sebagai upaya mengingatkan diri, kami mencoba menyajikan beberapa masalah yang biasa dilakukan oleh kaum Muslimin di bulan Ramadhan. Selamat menelaah! 1. SEMANGAT BERIBADAH
Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn rahimahullah ditanya tentang sebagian kaum Muslimin yang kurang perhatian terhadap ibadah shalat sepanjang tahun. Namun, ketika Ramadhan tiba, mereka bergegas melakukan shalat, puasa dan membaca al-Qur’ân serta mengerjakan berbagai ibadah yang lain. Terhadap orang seperti ini, Syaikh rahimahullah
mengatakan : “Hendaknya mereka senantiasa menanamkan ketakwaan kepada Allah Azza wa Jalla di dalam hati mereka. Hendaklah mereka beribadah kepada Allah Azza wa Jalla dengan melaksanakan semua yang menjadikan kewajiban mereka di setiap waktu dan dimanapun juga. Karena, tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan maut menjemputnya? Bisa jadi, seseorang mengharapkan
kedatangan bulan Ramadhan. Namun, ternyata dia tidak mendapatkannya. Allah Azza wa Jalla tidak menentukan batas akhir ibadah kecuali kematian. Allah Azza wa Jalla berfirman : ْﺪُﺒْﻋﺍَﻭ َﻚَّﺑَﺭ ٰﻰَّﺘَﺣ َﻚَﻴِﺗْﺄَﻳ
ُﻦﻴِﻘَﻴْﻟﺍ Dan sembahlah Rabb kalian sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal) [al-Hijr/15:99] Pengertian al-Yaqîn dalam ayat di atas adalah kematian.[1] Bagi yang masih bermalasan-malasan
melakukan ibadah di luar
bulan Ramadhan, hendaklah ingatbahwa kematian bisa mendatangi seseorang dimana saja dan kapan saja. Ketika kematian sudah tiba, kesempatan beramal sudah berakhir, dan tiba waktunya mempertanggungjawabkan
kesempatan yang Allah Azza wa Jalla berikan kepada kita. Sudah siapkah kita empertanggungjawabkan
amalan kita, jika sewaktu-waktu
dipanggil oleh Allah Azza wa Jalla ? Allah Azza wa Jalla berfirman : َّﻥِﺇ َﻪَّﻠﻟﺍ ُﻩَﺪﻨِﻋ ُﻢْﻠِﻋ ِﺔَﻋﺎَّﺴﻟﺍ ُﻝِّﺰَﻨُﻳَﻭ َﺚْﻴَﻐْﻟﺍ ُﻢَﻠْﻌَﻳَﻭ ﺎَﻣ ﻲِﻓ ِﻡﺎَﺣْﺭَﺄْﻟﺍ ۖ ﺎَﻣَﻭ ﻱِﺭْﺪَﺗ ٌﺲْﻔَﻧ ﺍَﺫﺎَّﻣ ُﺐِﺴْﻜَﺗ ﺍًﺪَﻏ ۖ ﺎَﻣَﻭ ﻱِﺭْﺪَﺗ ٌﺲْﻔَﻧ ِّﻱَﺄِﺑ ٍﺽْﺭَﺃ ُﺕﻮُﻤَﺗ ۚ َّﻥِﺇ ٌﺮﻴِﺒَﺧ ٌﻢﻴِﻠَﻋ َﻪَّﻠﻟﺍ Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Serta tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. [Luqmân/31:34] Renungkanlah pesan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada
‘Abdullâh bin ‘Umar bin Khaththâb Radhiyallahu ‘anhu, seorang Sahabat dan putra dari seorang Sahabat pula yang berbunyi : ْﻦُﻛ ﺎَﻴْﻧُّﺪﻟﺍ ﻲِﻓ ْﻭَﺃ ٌﺐْﻳِﺮَﻏ َﻚَﻧَﺄَﻛ ُﺮِﺑﺎَﻋ ِﻞﻴِﺒَﺳ َﻥﺎَﻛَﻭ ُﻦْﺑﺍ َﺮَﻤُﻋ ُﻝﻮُﻘَﻳ ﺍَﺫِﺇ َﺖْﻴَﺴْﻣَﺃ َﻼَﻓ ِﺮِﻈَﺘْﻨَﺗ َﺡﺎَﺒَّﺼﻟﺍ ﺍَﺫِﺇَﻭ َﺖْﺤَﺒْﺻَﺃ َﻼَﻓ ِﺮِﻈَﺘْﻨَﺗ َﺀﺎَﺴَﻤْﻟﺍ ْﺬُﺧَﻭ ْﻦِﻣ َﻚِﺘَّﺤِﺻ َﻚِﺿَﺮَﻤِﻟ ْﻦِﻣَﻭ ﺎَﻴَﺣ َﻚِﺗ
َﻚِﺗ ْﻮَﻤِﻟ Jadilah kamu di dunia ini seperti orang asing atau orang yang sedang melakukan perjalanan !” Ibnu Umar mengatakan : “Jika engkau berada di waktu sore, jangan menunggu waktu pagi dan jika engkau berada di waktu pagi, jangan menunggu waktu sore. Ambillah (kesempatan) dari waktu sehat untuk (bekal) di waktu sakitmu dan ambillah kesempatan dari waktu hidupmu untuk bekal matimu [HR. Bukhâri] Banyak lagi ayat dan hadits senada dengannya yang menganjurkan kita agar bertakwa setiap saat. Ya Allah Azza wa Jalla, tanamkanlah ketakwaan dalam jiwa-jiwa kami dan bersihkanlah jiwa- jiwa kami ! Sesungguhnya tidak ada yang bisa membersihkan jiwa-jiwa kecuali Engkau. 2. ZAKAT MÂL
Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn ditanya: “Apakah sedekah dan zakat hanya dikeluarkan pada bulan Ramadhan?” Beliau rahimahullah menjawab : “Sedekah tidak hanya pada bulan Ramadhan. Amalan ini disunnahkan dan disyariatkan pada setiap
waktu. Sedangkan zakat, maka wajib dikeluarkan ketika harta
itu telah genap setahun, tanpa harus menunggu bulan Ramadhan, kecuali kalau Ramadhan sudah dekat. Misalnya, hartanya akan genap setahun (menjadi miliknya) pada bulan Sya’ban, lalu dia menunggu bulan Ramadhan untuk mengeluarkan zakat, ini tidak masalah. Namun, jika haulnya (genap setahunnya) pada bulan Muharram, maka zakatnya tidak boleh ditunda sampai Ramadhan. Namun, si pemilik harta, bisa juga mengeluarkan zakatnya lebih awal, misalnya dibayarkan pada bulan Ramadhan, dua bulan sebelum genap setahun. Memajukan waktu pembayaran zakat tidak masalah, akan tetapi menunda penyerahan zakat dari waktu yang telah diwajibkan itu tidak boleh. Karena kewajiban yang terkait dengan suatu sebab, maka kewajiban itu wajib dilaksanakan ketika apa yang menjadi penyebabnya ada. Kemudian alasan lain, tidak ada seorang pun yang bisa menjamin bahwa dia akan masih hidup sampai batas waktu yang direncanakan untuk melaksanakan ibadahnya yang tertunda. Terkadang dia meninggal
(sebelum bisa melaksanakannya-pent),
sehingga zakat masih menjadi tanggungannya sementara para ahli waris terkadang tidak tahu bahwa si mayit masih memiliki tanggungan zakat.[2] Keistimewaan bulan Ramadhan memang menggiurkan setiap insan yang beriman dengan hari Akhir. Mungkin inilah sebabnya, sehingga sebagian orang yang terkena kewajiban zakat menunda zakatnya, padahal mestinya tidak. Apalagi kalau melihat kepentingan orang- orang yang berhak menerima zakat. Dan biasanya, mereka lebih membutuhkan zakat di luar bulan Ramadhan, karena sedikit orang bershadaqah, berbeda dengan pada bulan Ramadhan, banyak sekali orang-orang yang mau bershadaqah. Dan ini memang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di luar Ramadhan, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam terkenal dermawan, dan ketika Ramadhan tiba beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih dermawan lagi [3], sampai dikatakan : Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih dermawan dibandingkan dengan angin yang bertiup.[4] 3. MENGKHATAMKAN AL- QUR’ÂN ?
Di antara hal yang sangat menggembirakan dan menyejukkan hati ketika memasuki bulan Ramadhan yaitu semangat kaum Muslimin dalam melaksanakan ibadah, termasuk di antaranya membaca al- Qur’ân. Hampir tidak ada masjid yang kosong dari kaum Muslimin yang membaca al-Qur’ân. Pemandangan seperti ini jarang bisa didapatkan di luar bulan Ramadhan, kecuali di beberapa tempat tertentu. Yang menjadi pertanyaan, haruskah seorang Muslim mengkhatamkan bacaan al-Qur’ânnya di bulan Ramadhan ? Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn rahimahullah menjawab : “Mengkhatamkan al- Qur’ân pada bulan Ramadhan bagi orang yang sedang berpuasa bukan suatu hal yang wajib. Namun, pada bulan Ramadhan, semestinya kaum Muslimin memperbanyak membaca al-Qur’ân, sebagaimana Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam didatangi oleh malaikat Jibrîl pada setiap bulan Ramadhan untuk mendengarkan bacaan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.[5] Dalam hadits shahîh dijelaskan : َّﻥِﺇ َﻞْﻳِﺮْﺒِﺟ ِﻪْﻴَﻠَﻋ َﻡَﻼَّﺴﻟﺍ َﻥﺎَﻛ ُﻩﺎَﻘْﻠَﻳ َﻥﺎَﻀَﻣَﺭ ﻲِﻓ ٍﺔَﻨَﺳ ِّﻞُﻛ ﻲِﻓ ﻰَّﺘَﺣ َﺦِﻠَﺴْﻨَﻳ ُﺽِﺮْﻌَﻴَﻓ ِﻪْﻴَﻠَﻋ ﻝْﻮُﺳَﺭ ِﻪَّﻠﻟﺍُ ﻰَﻠَﺻ ُﻪَّﻠﻟﺍ ِﻪْﻴَﻠَﻋ َﻢَّﻠَﺳَﻭ ْﺮُﻘْﻟﺍ َﻥﺁ ﺍَﺫِﺈَﻓ ُﻪَﻴِﻘَﻟ ُﻞْﻳِﺮْﺒِﺟ ﻥﺎَﻛ ﻝْﻮُﺳَﺭ ِﻪَّﻠﻟﺍُ ﻰَﻠَﺻ ُﻪَّﻠﻟﺍ ِﻪْﻴَﻠَﻋ َﻢَّﻠَﺳَﻭ َ َﺩَﻮْﺟَﺃ ِﺔَﻠَﺳ ْﺮُﻤﻟﺍ ِﺢْﻳ ِّﺮﻟﺍ ْﻦِﻣ ِﺮْﻴَﺨْﻟﺎِﺑ Sesungguhnya Jibril mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap tahun pada bulan Ramadhan sampai habis bulan Ramadhan. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memperdengarkan
bacaan al-Qur’ân kepada Jibril. Ketika Jibril menjumpai Rasulullah, beliau lebih pemurah dibandingkan dengan angin yang ditiupkan [HR Muslim] Imam Nawawi rahimahullah
mengatakan : “Dalam hadits ini terdapat beberapa faidah, di antaranya ; menjelaskan kedermawanan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga menjelaskan tentang anjuran untuk memperbanyak kebaikan pada bulan Ramadhan; dianjurkan untuk semakin baik ketika berjumpa dengan orang-
orang shalih; di antaranya juga anjuran untuk bertadarrus al- Qur’ân”[6] 4. ZIARAH KUBUR
Sudah menjadi pemandangan yang biasa terjadi di lingkungan kita, khususnya Indonesia, pada harihari menjelang bulan Ramadhan ataupun di penghujung bulan yang penuh barakah ini, sebagian kaum Muslimin berbondong-bondong
pergi ke kuburan untuk ziarah. Waktu dan biaya yang mereka keluarkan seakan tidak menjadi masalah, asalkan bisa menziarahi kubur sanak famili. Bagaimanakah sebenarnya tuntunan dalam ziarah kubur ? Bolehkah kita menentukan hari-hari tertentu untuk melakukan ziarah kubur? Ziarah kubur itu disyari’at supaya yang masih hidup bisa mengambil pelajaran dan bisa membantu mengingat akhirat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ﺍﻭُﺭﻭُﺯ َﺭﻮُﺒُﻘْﻟﺍ ﺎَﻬَّﻧِﺈَﻓ َﺬُﺗ
َﺓَﺮِﺧﻵﺍ ْﻢُﻛُﺮِّﻛ Hendaklah kalian ziarah kubur, karena ziarah kubur bisa membuat kalian mengingat akhirat. [HR Ibnu Mâjah] [7] Dalam hadits ini dijelaskan dengan gambling bahwa tujuan ziarah kubur itu supaya bisa mengingat akhirat. Jadi, manfaatnya untuk yang masih hidup. Dalam hadits lain dijelaskan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan do’a kepada para Sahabat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang hendak ziarah kubur. ُﻡَﻼَّﺴﻟﺍ ْﻢُﻜْﻴَﻠَﻋ َﻞْﻫَﺃ ِﺭﺎَﻳِّﺬﻟﺍ َﻦِﻣ ْﺆُﻤْﻟﺍ َﻦْﻴِﻨِﻣ َﻦْﻴِﻤِﻠْﺴُﻤْﻟﺍَﻭ ﺎَّﻧِﺇَﻭ ْﻥِﺇ ﺎَﺷ ُﻪّﻠﻟﺍَﺀ َﻻ َﻥْﻮُﻘِﺣ
َﺔَﻴِﻓ ﺎَﻌْﻟﺍ ْﻢُﻜَﻟَﻭ ﺎَﻨَﻟ َِﻪَّﻠﻟﺍ ُﻝَﺎْﺳَﺃ Semoga keselamatan bagi kalian wahai kaum Mukminin dan kaum Muslimin, penghuni kuburan. Sesungguhnya kami pasti akan menyusul kalian insya Allah. Aku memohon keselamatan buat kami dan buat kalian [HR Muslim] Ini menunjukkan manfaat lain dari ziarah kubur yaitu berkesempatan untuk mendo’akan kaum Muslimin yang sudah meninggal, meskipun untuk mendo’akan mereka tidak harus ziarah ke kuburan mereka. Sedangkan mengenai penentuan hari-hari tertentu untuk ziarah kubur, para Ulama menyatakan tidak ada riwayat yang menjelaskan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menentuan hari-hari tertentu untuk ziarah kubur.[8] Ziarah kubur bisa dilakukan kapan saja dan hari apa saja. Ziarah kubur bisa dilakukan ketika ada kesempatan, tanpa menentukan waktu- waktu tertentu. Mengkhususkan hari tertentu untuk ziarah kubur bisa menyebabkan
pelakunya terseret ke dalam perbuatan bid’ah. Apalagi jika disertai dengan halhal menyimpang, seperti ziarah kubur dengan tujuan meminta sesuatu kepada penghuni kubur atau meyakini si penghuni kubur memiliki kemampuan untuk menangkal bahaya atau memberi manfaat. Jika demikian, maka si pelaku
bisa terjebak dalam perbuatan syirik, iyâdzan billâh. 5. I’TIKAF
Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn ketika ditanya : “Apakah disyari’at I’tikâf pada di luar bulan Ramadhan ? Beliau rahimahullah menjawab : “I’tikaf yang disyari’atkan yaitu pada bulan Ramadhan saja, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melakukan I’tikaf di luar Ramadhan, kecuali pada bulan Syawâl, saat beliau tidak bisa melakukan I’tikâf pada bulan Ramadhan tahun itu.[9] Namun, seandainya ada yang melakukan I’tikâf di luar bulan Ramadhan, maka itu boleh. Karena Umar Radhiyallahu ‘anhu
pernah bertanya kepada
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Aku bernadzar untuk melakukan I’tikâf selama satu malam atau satu hari di Masjidil Haram.” Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Penuhilah
nadzarmu !”[10] Namun kaum Muslimin tidak dituntut untuk melakukannya di luar Ramadhan.[11] Demikian beberapa hal yang berkait dengan kebiasaan-kebiasaan
yang dilakukan oleh sebagian kaum Muslimin, semoga menjadi renungan bagi kita semua.(Redaksi) [Disalin dari majalah As- Sunnah Edisi 06-07/ Tahun XIII/1430H/2009M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858197]
_______
Footnote
[1]. Majmû’ Fatâwâ wa Rasâil, Syaikh Muhammad bin Shâlih al Utsaimîn , 20/88
[2]. Majmû’ Fatâwâ wa Rasâil, Syaikh Muhammad bin Shâlih al Utsaimin , 18/459. fatwa tentang larangan menunda pembayaran
zakat mal dari waktu wajibnya juga dikeluarkan oleh lajnah Dâimah, 9/392-393
[3]. Dikeluarkan oleh al- Bukhâri dan Muslim
[4]. HR al-Bukhâri, no. 1902 dan Muslim
[5]. Majmû’ Fatâwâ wa Rasâil, Syaikh Muhammad bin Shâlih al Utsaimîn , 20/184
[6]. Syarhun Nawawi,15/69
[7]. Fatâwâ Lajnatud Dâimah Lil Buhûts wal Iftâ‘, 9/113
[8]. Lihat Fatâwâ Lajnah Dâimah, 9/113
[9]. HR Bukhâri, no. 2041 dan Muslim, no. 1173
[10]. HR Bukhâri, no. 2032 dan Muslim, no. 1656
[11]. Majmû’ Fatâwâ wa Rasâil, Syaikh Muhammad bin Shâlih al-
Utsaimîn , 20/15 © copyleft almanhaj.or.id seluruh artikel dan tulisan di situs almanhaj.or.id dapat disebarluaskan, dengan mencantumkan sumbernya dan tetap menjaga keilmiahan
Situs almanhaj.or.id tidak memiliki hubungan apapun dengan situs lainnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar