Entri Populer
-
Plakat Panjang Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 07 Juli, undefined Label: imam bonjol, periode I, plakat panjang | 0 komentar Lalu...
-
Ustadz Armen Halim Naro Rahimahullah Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 07 Juli, undefined Label: periode VI, ustadz armen halim nar...
-
INILAH BUKTI KEBAIKAN PEMERINTAH SAUDI “WAHABI” UNTUK SANTRI,PESANTREN & KYAI NU INDONESIA, PALESTINA & MUSLIMIN DUNIA : Sambutan ya...
-
TUANKU HAJI MISKIN, PENABUR BENIH PEMBAHARUAN 3 Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 09 Juli, undefined Label: periode I, tuanku haji ...
-
Dua peristiwa yang menyebabkan tuanku nan renceh merubah sikapnya menajadi keras dan menebarkan "perang agama" adalah: 1. pengadu...
-
Jumat, September 30, 2011 PostHeaderIcon Banser bergabung dengan Katholik demo anti Radio Islam Jumat, September 30, 2011 | Diposkan oleh Ma...
-
Kategori Tauhid Prioritas Utama Kewajiban Memberikan Perhatian Kepada Aqidah Tidak Berarti Melalaikan Syariat Yang Lainnya Selasa, 18 Mei 20...
-
Kasus Tanah Fadak Seperti biasa, Syi’ah telah menciptakan kisah-kisah fiktif berdasarkan kekuatan imajinatif mereka yang keruh. Mereka cipt...
-
TUANKU HAJI MISKIN, PENABUR BENIH PEMBAHARUAN 1 Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 08 Juli, undefined Label: periode I, sejarah para...
-
PENGERTIAN SEJARAH Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 07 Juli, undefined Label: babad, hikayat, Pengertian sejarah, riwayat, tambo |...
Sabtu, 05 November 2011
tauhid prioritas utama D almanhaj.or.id - Kewajiban Memberikan Perhatian Kepada Aqidah Tidak Berarti Melalaikan Syariat Yang Lainnya
Kategori Tauhid Prioritas Utama Kewajiban
Memberikan
Perhatian Kepada
Aqidah Tidak Berarti
Melalaikan Syariat
Yang Lainnya Selasa, 18 Mei 2004 07:41:20 WIB KEWAJIBAN MEMBERIKAN PERHATIAN KEPADA AQIDAH TIDAK BERARTI MELALAIKAN SYARIAT YANG LAINNYA BERUPA IBADAH, AKHLAK DAN MUAMALAH Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani Saya mengulangi peringatan ini bukan bermaksud bahwa saya di dalam pembicaraan tentang penjelasan hal yang terpenting kemudian yang penting lalu apa yang ada dibawahnya, agar para da'i membatasi untuk semata-mata
menda'wahkan kalimat thayyibah dan memahamkan maknanya saja, namun setelah Allah menyempurnakan nikmat-Nya kepada kita dengan
menyempurnakan
agama-Nya !, bahkan merupakan suatu keharusan bagi para da'i untuk membawa Islam ini secara keseluruhan, tidak sepotong-potong. Dan ketika saya mengatakan hal ini setelah adanya penjelasan yang kesimpulannya adalah para da'i Islam benar- benar memberikan perhatian kepada sesuatu yang paling penting dalam Islam, yaitu memahamkan kaum muslimin kepada aqidah yang benar bersumber dari kalimat thayyibah Laa Ilaaha Illallah, maka saya ingin membahas bahwa penjelasan tersebut tidak berarti seorang muslim hanya semata- mata memahami makna Laa Ilaha Illallah yaitu : "Tidak ada yang diibadahi dengan hak dalam alam semesta ini kecuali Allah saja!" Akan tetapi hal itu juga mengharuskan seorang muslim memahami ibadah-ibadah lainnya yang seyogyanya Rabb kita diibadahi dengannya, dan tidak memperuntukkan sedikit pun dari ibadah itu kepada seorang hamba diantara hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta'ala. Penjelasan tentang rincian ini juga harus diiringi dengan makna yang ringkas dari kalimat thayyibah tersebut. Dan ada baiknya saya akan memberikan beberapa contoh -sesuai dengan apa yang nampak bagiku-, karena penjelasan global saja tidaklah cukup. Saya katakan bahwa sesunguhnya
kebanyakan kaum muslimin yang bertauhid dengan benar dan orang-orang yang memperuntukkan ibadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla, hati mereka hampa dari pemikiran dan keyakinan-keyakinan
yang benar yang disebutkan dalam Al- Qur'an dan As-Sunnah. Kebanyakan orang- orang yang bertauhid itu membaca banyak ayat dan hadits-hadits yang berisi tentang aqidah, tetapi mereka tidak memperhatikan apa yang tersirat di dalamnya, padahal itu termasuk dari kesempurnaan iman terhadap Allah Azza wa Jalla. Ambillah sebuah contoh aqidah yaitu beriman terhadap ketinggian Allah Azza wa Jalla di atas apa-apa yang Dia ciptakan. Berdasarkan pengalaman, saya mengetahui bahwa mayoritas dari saudara- saudara kita yang bertauhid dan bermanhaj salaf (mengikuti pemahaman salafus shalih) meyakini bersama-sama kita bahwa Allah Azza wa Jalla berada di atas 'Arsy dengan tanpa ta'wil (merubah arti) dan tanpa takyif (menanyakan
bagaimana). Akan tetapi ketika datang kepada mereka kaum mu'tazilah modern atau jahmiyah modern atau orang- orang maturidi atau asy'ari yang menyampaikan kepada mereka syubhat yang memahami berdasarakan zhahirnya saja, dimana orang yang memberi syubhat maupun orang yang diberi syubhat tersebut tidak memahami maknanya, maka dia menjadi bingung terhadap aqidahnya dan tersesat jauh. Mengapa ? Karena dia tidak mengambil aqidah yang benar dari segala sisi yang telah dipaparkan
penjelasannya dalam Kitabullah Azza wa Jalla dan hadits Nabi kita Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika orang mu'tazilah modern itu berkata : Allah Azza wa Jalla berfirman : "Artinya : Apakah kamu merasa aman terhadap (Allah) yang di langit ?". [Al-Mulk : 17] Dan kalian berkata sesungguhnya Allah di langit, maka ini maknanya adalah berarti kalian menjadikan sesembahan kalian berada pada suatu tempat yaitu langit yang merupakan mahluk !!. Maka dia melontarkan syubhat kepada orang yang ada dihadapannya. [Disalin dari buku At- Tauhid Awwalan Ya Du'atal Islam, edisi Indonesia TAUHID, Prioritas Pertama dan Utama, oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, hal 27-30, terbitan Darul Haq, Penerjemah Fariq Gasim Anuz] © copyleft almanhaj.or.id seluruh artikel dan tulisan di situs almanhaj.or.id dapat disebarluaskan, dengan mencantumkan sumbernya dan tetap menjaga keilmiahan
Situs almanhaj.or.id tidak memiliki hubungan apapun dengan situs lainnya.
E almanhaj.or.id - Penjelasan Tentang Ketidak Jelasan Aqidah Yang Benar Dan Konsekuensinya Dalam Benak Kebanyakan Orang
Kategori Tauhid Prioritas Utama Penjelasan Tentang
Ketidak Jelasan
Aqidah Yang Benar
Dan Konsekuensinya
Dalam Benak
Kebanyakan Orang Senin, 31 Mei 2004 09:04:43 WIB PENJELASAN TENTANG KETIDAK JELASAN AQIDAH YANG BENAR DAN KONSEKUENSI
KONSEKUENSINYA DALAM BENAK KEBANYAKAN ORANG Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani Dari contoh ini, saya ingin menjelaskan bahwa aqidah tauhid dengan segenap konsekuensinya tidaklah jelas -sayang sekali- di benak mayoritas orang-orang yang beriman kepada aqidah salaf itu sendiri, apalagi di benak orang lainnya yang mengikuti aqidah asy'ariyah atau maturidiyah atau jahmiyah dalam masalah seperti ini. Maka saya melontarkan contoh seperti tadi untuk menunjukkan bahwa masalah ini tidaklah semudah seperti yang digambarkan oleh sebagian da'i yang bersama-sama dengan kita dalam menda'wahkan Al-Qur'an dan As-Sunnah sekarang ini, sesungguhnya
urusannya tidaklah mudah sebagaimana yang disangka oleh sebagian mereka. Dan sebabnya adalah seperti apa yang telah dijelaskan terdahulu, yaitu berupa perbedaan antara orang-orang jahiliyah musyrik yang pertama, ketika mereka diseru untuk mengucapkan Laa Ilaaha Illallah, mereka menolak karena mereka memahami makna kalimat thayyibah ini, dan antara mayoritas kaum muslimin pada masa ini yang mengucapkan kalimat thayyibah tetapi tidak memahami maknanya secara benar. Perbedaan
ini merupakan perbedaan yang pokok, terbukti dalam masalah aqidah seperti tadi, yang saya maksud adalah masalah ketinggian Allah Subhanahu wa Ta'ala di atas semua makhluk- Nya. Hal ini membutuhkan
penjelasan, seorang muslim tidaklah cukup hanya meyakini : "Artinya : (Allah) Yang Maha Pemurah bersemayam di atas 'Arsy". [Thaha : 5] Irhamuu man fii al-ardhi yarhamkum man fii asy- samaa'i "Artinya : Sayangilah yang di bumi, niscaya yang dilangit akan menyayanginmu" [Hadits Shahih diriwayatkan oleh Abu Daud (4941), dan At-Tirmidzi (1925), dan dishahihkan oleh Al- Albani dalam Ash- Shahihah (925)]. Tanpa dia mengetahui bahwa kata "Fii" yang terdapat dalam hadits tersebut bukan berarti menunjukkan tempat (dibawah). Hal itu seperti "Fii" yang terdapat dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala : Am amintum man fii asy-samaa'i "Artinya : Apakah kalian merasa aman dari (Allah) yang di (atas) langit" [Al-Mulk : 16]. Karena "Fii" disini maknanya adalah " 'Ala" (di atas), dan dalil tentang hal itu banyak, bahkan banyak sekali. Di antaranya adalah hadits terdahulu yang banyak disebut oleh manusia, dan hadits itu dengan seluruh jalannya - Alhamdulillah- shahih. Dan makna sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Sayangilah yang di bumi" bukan berarti serangga dan ulat-ulat yang ada di dalam bumi ! Tetapi yang dimaksud adalah yang berada di atas bumi, seperti manusia dan hewan. Dan hal itu sesuai dengan sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam : "... maka yang di langit akan menyayangimu"
maksudnya : yang di atas langit. Orang-orang yang telah menerima da'wah yang hak (benar) ini mesti berada di atas kejelasan tentang perincian seperti tadi. Dan contoh lain yang mendekati hadits diatas, hadits Al- Jariyah yang dia itu adalah pengembala kambing, hadits ini masyhur, saya akan menyebutkannya
sebagai penguat. Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepadanya : "Dimana Allah ?" Dia menjawab : "Di langit" [Hadits Shahih diriwayatkan oleh Muslim (537), Abu Daud (930) Nasa'i (I/14-18) dari hadits Mu'awiyah bin Al-Hakami As-Sulami Radhiyallahu 'anhu] Seandainya engkau pada
hari ini bertanya kepada beberapa guru besar Al- Azhar -misalnya- : "Dimana Allah ?", maka mereka akan menjawab :" Di setiap tempat !". Padahal Jariyah (budak wanita) menjawab bahwa Allah di langit, dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membenarkan jawaban Jariyah tersebut. Mengapa ? Karena Jariyah itu menjawab berdasarkan fitrah dan dia hidup di tempat yang memungkinkan dengan istilah kita pada masa ini untuk kita namakan dengan sebutan "lingkungan salafiyah" yang belum tercemar dengan lingkungan yang buruk, karena dia telah lulus dari "madrasah Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam" sebagaimana yang mereka istilahkan sekarang ini. Madrasah ini tidak khusus hanya bagi sebagian laki-laki dan tidak pula hanya bagi sebagian wanita. Tetapi madrasah ini untuk seluruh lapisan masyarakat yang terdiri dari laki-laki dan wanita, oleh karena itu seorang pengembala kambing mengetahui aqidah yang benar, karena dia tidak tercemar dengan lingkungan yang buruk. Dia mengetahui aqidah yang benar sebagaimana
terdapat dalam kitab Al-Qur'an dan As- Sunnah, padahal kebanyakan dari orang- orang yang mengaku memiliki ilmu tentang Al- Qur'an dan As-Sunnah tidak mengetahui hal tersebut, dia tidak mengetahui dimana Rabbnya !. Padahal masalah tersebut disebutkan dalam Al- Qur'an dan As-Sunnah. Pada hari ini saya mengatakan bahwa tidak didapati sedikit pun dari penjelasan ini di kalangan kaum muslimin, dimana seandainya engkau bertanya -saya tidak mengatakan kepada pengembala kambing- tetapi kepada pemimpin umat atau kelompok maka dia akan bingung ketika menjawab sebagaimana
kebanyakan manusia bingung saat ini kecuali orang-orang yang dirahmati Allah, dan jumlah mereka itu sangat sedikit. [Disalin dari buku At- Tauhid Awwalan Ya Du'atal Islam, edisi Indonesia TAUHID, Prioritas Pertama dan Utama oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, hal 31-35, terbitan Darul Haq, penerjemah Fariq Gasim Anuz] © copyleft almanhaj.or.id seluruh artikel dan tulisan di situs almanhaj.or.id dapat disebarluaskan, dengan mencantumkan sumbernya dan tetap menjaga keilmiahan
Situs almanhaj.or.id tidak memiliki hubungan apapun dengan situs lainnya.
F almanhaj.or.id - Da'wah Mengajak Kepada Aqidah Yang Shahih Membutuhkan Usaha Yang Sungguh-Sungguh Dan Berkelanjutan
Kategori Tauhid Prioritas Utama Da'wah Mengajak
Kepada Aqidah Yang
Shahih Membutuhkan
Usaha Yang Sungguh-
Sungguh Dan
Berkelanjutan Jumat, 18 Juni 2004 16:12:12 WIB DA'WAH MENGAJAK KEPADA AQIDAH YANG SHAHIH MEMBUTUHKAN
USAHA YANG SUNGGUH- SUNGGUH D DAN BERKELANJUTAN Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani Da'wah mengajak kepada tauhid dan menetapkan tauhid di dalam hati manusia mengharuskan kita tidak membiarkan melewati ayat-ayat tanpa perincian sebagai mana pada masa-masa awal. Demikian itu karena, yang pertama mereka memahami ungkapan-ungkapan
bahasa Arab dengan mudah, dan yang kedua karena ketika itu tidak ada penyimpangan dalam hal aqidah yang muncul dari ilmu filsafat dan ilmu kalam yang bertentangan dengan aqidah yang lurus. Kondisi kita pada saat ini berbeda dengan kondisi kaum muslimin pada masa-masa awal. Maka tidak boleh kita menganggap bahwa da'wah mengajak kepada aqidah yang benar pada masa ini adalah mudah seperti keadaan masa-masa awal. Dan saya ingin mendekatkan hal ini dengan satu contoh yang dalam contoh ini dua orang tidak saling berselisih, Insya Allah, yaitu : Diantara kemudahan yang dikenal ketika itu adalah bahwa para sahabat mendengar hadits dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam secara langsung, kemudian para tabi'in mendengar hadits dari para sahabat secara langsung ... demikianlah kami mendapati pada tiga generasi yang dipersaksikan memiliki kebaikan. Dan kami bertanya : Apakah ketika itu di sana terdapat suatu ilmu yang disebut dengan ilmu hadits ? Jawabannya "tidak". Dan apakah ketika itu disana terdapat ilmu yang disebut ilmu Jarh wa ta'dil ? Jawabannya "tidak". Adapun sekarang, seseorang penuntut ilmu mesti memiliki kedua ilmu ini, kedua ilmu ini termasuk fardhu kifayah. Hal itu agar seorang 'alim pada saat ini mampu mengetahui suatu hadits apakah shahih atau dhaif. Maka urusannya tidaklah dianggap mudah
sebagaimana urusan ini mudah bagi para sahabat, karena para sahabat mengambil hadits dari sahabat lainnya yang mereka itu telah dijamin dengan persaksian Allah Azza wa Jalla atas mereka ... hingga masa akhir. Maka apa-apa yang ketika itu
mudah, tidaklah mudah pada masa saat ini dari sisi kejernihan ilmu dan kepercayaan sumber pengambilan ilmu. Oleh karena itu, harus ada perhatian yang serius terhadap masalah ini sebagaimana mestinya berupa apa-apa yang sesuai dengan problem- problem yang mengitari kita sebagai kaum muslimin sekarang ini dimana problem ini tidak dimiliki oleh kaum muslimin generasi awal dari sisi kekotoran aqidah yang menyebabkan
(terjadinya) problema- problema dan menimbulkan syubhat- syubhat dari ahli-hali bid'ah yang menyimpang dari aqidah yang shahih dan manhaj yang benar dengan nama yang bermacam-macam,
diantaranya adalah seruan untuk mengikuti Al-Qur'an dan As-Sunnah
menurut pemikiran mereka, sebagaimana diakui oleh orang-orang yang menisbahkan (diri) kepada ilmu kalam. Dan ada baiknya di sini kami menyebutkan sebagian apa-apa yang terdapat dalam hadits shahih tentang hal ini, diantaranya adalah bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika beliau menyebutkan tentang ghuraba' (orang-orang yang asing) pada sebagian hadist-hadits tersebut, beliau bersabda : "Artinya : 'Bagi satu orang di antara mereka lima puluh pahala' Mereka (para sahabat) berkata (50 pahala) dari kami atau dari mereka ya, Rasulullah ? Beliau menjawab : 'Dari kalian' ".[1] Dan ini termasuk dari hasil keterasingan yang sangat bagi Islam pada saat ini dimana keterasingan seperti itu tidak terjadi pada masa-masa generasi awal. Tidak diragukan lagi, bahwa keterasingan pada masa generasi awal adalah keterasingan antara kesyirikan yang jelas dan tauhid yang bersih dari segala noda, antara kekufuran yang nyata dari iman yang benar. Adapun sekarang ni problem yang terjadi adalah di antara kaum muslimin itu sendiri, kebanyakan dari mereka tauhidnya dipenuhi dengan noda syirik, dia memperuntukkan
ibadah-ibadah kepada selain Allah dan dia mengaku beriman. Permasalahan ini harus mendapat perhatian yang pertama. Dan yang kedua, tidak sepatutnya
sebagian orang berkata : "Sesungguhnya kita harus berpindah kepada tahap yang lain selain tahap tauhid, yaitu kepada politik !!" Karena da'wah pertama dalam Islam adalah da'wah yang hak (yaitu da'wah mengajak kepada kebenaran) maka tidak sepatutnya kita berkata : "Kami adalah orang Arab dan Al- Qur'an turun dengan bahasa kami" Padahal perlu diingat bahwa orang Arab pada saat ini berbeda dengan orang arab 'ajam yang memahami bahasa mereka sendiri. Hal ini menyebabkan jauhnya mereka dari kitab Rabb mereka dan sunnah Nabi mereka. Taruhlah bahwa kita ini orang Arab dan telah memahami Islam dengan pemahaman yang benar, tetapi tidak mengharuskan kita untuk berpolitik dan menggerakkan manusia dengan gerakan- gerakan politik serta menyibukkan mereka dengan politik, tetapi kewajiban mereka sekarang ini adalah memahami Islam dalam hal aqidah, ibadah, muamalah, dan akhlak !! Saya tidak yakin bahwa sekarang ini terdapat suatu bangsa yang terdiri dari jutaan orang telah memahami Islam dengan pemahaman Islam yang benar dalam hal aqidah, ibadah, dan akhlak, dan mereka telah terdidik atas hal tersebut. [Disalin dari buku At- Tauhid Awwalan Ya Du'atal Islam, edisi Indonesia TAUHID, Priorias Pertama dan Utama, oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, hal 36-40, terbitan Darul Haq, penerjemah Fariq Gasim Anuz]
_________
Foote Note
[1]. [Hadits Shahih : Diriwayatkan oleh Ath- Thabrani dalam Mu'jam Al-Kabir (10/225) No. 10394, dari hadits Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'anhu. Dan hadits ini memiliki syahid dari hadits 'Uqbah bin Ghazwan salah seorang sahabat Radhiyallahu 'anhu yang diriwayatkan oleh Al-Bazzar sebagaimana dalam Al- Zaqaid (7.282). Dan hadits ini pun memiliki syahid yang lain dari hadits Abu Tsa'labah Al- Khusyani Radhiyallahu 'anhu yang diriwayatkan oleh Abu Daud (4341). Dan dishahihkan oleh Al- Albani dalam Ash- Shahihah (494) © copyleft almanhaj.or.id seluruh artikel dan tulisan di situs almanhaj.or.id dapat disebarluaskan, dengan mencantumkan sumbernya dan tetap menjaga keilmiahan
Situs almanhaj.or.id tidak memiliki hubungan apapun dengan situs lainnya.
G almanhaj.or.id - Asas Perubahan Kepada Perbaikan Adalah Manhaj Tasfiyah Dan Tarbiyah
Kategori Tauhid Prioritas Utama Asas Perubahan
Kepada Perbaikan
Adalah Manhaj
Tasfiyah Dan
Tarbiyah Rabu, 7 Juli 2004 07:28:55 WIB ASAS PERUBAHAN KEPADA PERBAIKAN ADALAH MANHAJ TASHFIYAH DAN TARBIYAH Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani Oleh karena itu, kami selalu mendengungkan setiap saat dan selalu memfokuskan pada seputar dua point mendasar yang merupakan kaidah perubahan yang benar. Keduanya adalah Tashfiyah (pemurnian) dan Tarbiyah (pendidikan), kedua hal ini mesti berjalan bersama-sama
sekaligus, yaitu tashfiyah dan tarbiyah. Jika dalam suatu negeri terdapat suatu jenis dari tashfiyah, yaitu tashfiyah dalam hal aqidah, maka hal ini termasuk peristiwa yang sangat besar yang terjadi dalam masyarakat Islam yang merupakan bagian bangsa di antara bangsa-bangsa lain. Adapun dalam hal ibadah, maka perlu membebaskan ibadah itu dari fanatik madzhab yang sempit dan berusaha kembali kepada sunnah yang shahih. Kadang-kadang terdapat ulama besar yang memahami Islam dengan pemahaman yang shahih dari segala sisi, tetapi saya tidak yakin bahwa ada satu, dua, tiga, sepuluh atau dua puluh orang saja mampu menegakkan kewajiban mengadakan tashfiyah (pemurnian) Islam dari setiap apa yang masuk ke dalamnya, baik dalam hal aqidah, ibadah atau akhlak. Sesungguhnya orang yang sedikit tidak akan mampu menunaikan kewajiban ini, yaitu kewajiban mengadakan tashfiyah (pemurnian) dari apa-apa yang melekat dengan Islam berupa hal-hal yang masuk ke dalam Islam (padahal sebenarnya bukan dari Islam) serta kita harus mendidik orang-orang di sekitar kita dengan tarbiyah (pendidikan) yang benar dan lurus, akan tetapi tashfiyah dan tarbiyah sekarang ini telah hilang. Oleh karena itu, gerakan
politik di masyarakat Islam manapun yang tidak berhukum dengan syari'at (Islam) akan menghasilkan dampak yang buruk sebelum kita
merealisasikan dua masalah penting ini. Adapun nasehat itu dapat menggantikan posisi gerakan politik di negeri manapun yang berhukum dengan syari'at, dengan cara musyawarah atau menyampaikan nasehat dengan cara yang lebih baik sesuai dengan batasan-batasan syar'i yang jauh dari bahasa pemaksaan atau pendiskriminatifan.
Menyampaikan nasehat itu akan menegakkan hujjah dan membebaskan kita dari dosa. Dan termasuk sebagai nasehat adalah kita menyibukkan manusia dengan apa-apa yang bermanfaat bagi mereka, dengan memperbaiki aqidah, ibadah, akhlak dan muamalah. Sebagian mereka menduga bahwa kami ingin merealisasikan tarbiyah dan tashfiyah pada masyarakat Islam seluruhnya. Hal ini tidak pernah kami pikirkan dan impikan dalam tidur, karena merealisasikan hal itu adalah mustahil, dan karena Allah Azza wa Jalla berfirman dalam Al-Qur'an Karim. "Artinya : Jikalau Rabbmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat" [Huud : 118]. Firman Allah ini tidak akan terealisasi pada mereka kecuali apabila mereka memahami Islam dengan pemahaman yang benar dan mendidik diri mereka serta keluarga mereka dengan dan orang- orang disekitar mereka, di atas Islam yang benar
ini. [Disalin dari buku At- Tauhid Awwalan Ya Du'atal Islam, edisi Indonesia TAUHID, Prioritas Pertama dan Utama, oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, hal 41-43, terbitan Darul Haq, penerjemah Fariq Gasim Anuz] © copyleft almanhaj.or.id seluruh artikel dan tulisan di situs almanhaj.or.id dapat disebarluaskan, dengan mencantumkan sumbernya dan tetap menjaga keilmiahan
Situs almanhaj.or.id tidak memiliki hubungan apapun dengan situs lainnya.
H almanhaj.or.id - Siapakah Yang Berhak Berpolitik ? Dan Kapan ?
Kategori Tauhid Prioritas Utama Siapakah Yang
Berhak Berpolitik ?
Dan Kapan ? Sabtu, 31 Juli 2004 15:02:19 WIB SIAPA YANG BERHAK BERPOLITIK ? DAN KAPAN ? Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani Menyibukkan diri dengan politik pada saat ini adalah membuang-buang
waktu ! Meskipun kami tidak mengingkari adanya politik dalam Islam, hanya saja dalam waktu yang sama kami meyakini adanya tahapan-tahapan syar'i yang logis yang harus dilalui satu per satu. Kami memulai dengan aqidah, yang kedua ibadah, kemudian akhlak, dengan mengadakan pemurnian dan pendidikan, kemudian akan datang suatu hari dimana kita pasti masuk dalam fase politik secara syar'i, karena berpolitik berarti mengatur urusan- urusan umat. Dan yang mengatur urusan- urusan umat ? Bukanlah Zaid, Bakar, ataupun Umar, yang mendirikan kelompok atau memimpin gerakan atau suatu jama'ah !! Bahkan urusan ini khusus bagi ulil amri yang dibaiat di hadapan kaum muslimin. Dia (ulil amri) lah yang diwajibkan mengetahui politik dan mengaturnya.
Apabila kaum muslimin tidak bersatu -seperti keadaan kita saat ini- maka setiap ulil amri hanya berkuasa dan memikirkan sebatas wilayah kekuasaannya saja. Adapun menyibukkan diri dalam urusan-urusan (politik) maka seandainya pun kita benar-benar mengetahui
urusan-urusan tersebut,
pengetahuan kita itu tidak memberi manfaat kepada kita, karena kita tidak memiliki keputusan dan wewenang untuk mengatur umat. Satu hal ini pun sudah cukup menjadikan usaha kita sia-sia. Kami akan memberikan suatu contoh : Peperangan yang terjadi melawan kaum muslimin pada kebanyakan negeri-negeri Islam. Apakah bermanfaat jika kita menyulut semangat kaum muslimin untuk menghadapi orang kafir padahal kita tidak memiliki "jihad wajib" yang diatur oleh imam yang bertanggung jawab yang telah dibaiat ?! Tidak ada gunanya perbuatan tersebut. Kami tidak berkata bahwa menolong orang-orang yang tertindas itu tidak wajib, akan tetapi kami mengatakan bahwa menyibukkan diri dengan politik bukan sekarang waktunya. Oleh karena itu, wajib atas kita untuk mengajak kaum muslimin kepada dakwah, untuk memahamkan mereka kepada Islam yang benar dan mendidik mereka dengan tarbiyah yang benar. Adapun menyibukkan mereka dengan urusan- urusan emosional yang menyentil semangat, maka hal itu termasuk dalam hal-hal yang dapat memalingkan mereka dari kemantapan dalam memahami da'wah yang wajib ditegakkan oleh setiap muslim mukallaf, seperti memperbaiki aqidah, ibadah, dan akhlak. Dan hal itu termasuk fardhu 'ain yang tidak bisa dimaklumi orang yang melalaikannya.
Sedangkan urusan- urusan lain yang dinamakan pada saat ini dengan "fiqhul waqi" dan sibuk dengan urusan politik yang merupakan tanggung jawab ahlul halli wal aqdi, yang dengan kekuasaan mereka, mereka bisa mengambil manfaat dari hal yang demikian secara praktek. Adapun sebagian orang yang tidak memiliki kekuasaan, maka mengetahui politik dan menyibukkan mayoritas manusia dengan sesuatu yang penting daripada sesuatu yang lebih penting adalah termasuk sebagai hal- hal yang memalingkan mereka dari pengetahuan yang benar!. Dan inilah yang kami rasakan sesungguhnya pada kebanyakan dari manhaj kelompok- kelompok dan jama'ah- jama'ah Islam pada saat ini. Dimana kami mengetahui bahwa sebagian mereka berpaling dari mengajari pemuda-pemuda muslim yang berkumpul disekitar da'i itu untuk belajar memahami aqidah, ibadah dan akhlak yang benar. Karena sebagian para da'i itu sibuk dengan urusan politik dan masuk ke parlemen- parlemen yang berhukum dengan selain apa-apa yang Allah turunkan!! Sehingga hal itu memalingkan mereka dari hal yang lebih penting dan mereka sibuk dengan hal-hal yang tidak penting dalam kondisi seperti sekarang ini. Adapun tentang apa- apa yang termuat dalam
pertanyaan yaitu tentang bagaimana seorang muslim berlepas diri dari dosa (tanggung jawab) atau bagaimana seorang muslim berperan serta dalam mengubah kenyataan yang pahit ini, maka kami katakan : Setiap muslim berkewajiban berbuat sesuai dengan kemampuannya masing- masing, seorang ulama mempunyai kewajiban yang berbeda dengan yang bukan ulama. Dan sebagaimana yang saya sebutkan dalam kesempatan seperti ini bahwa sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah menyempurnakan nikmat-Nya dengan kitab-Nya, dan dia menjadikan Al-Qur'an sebagai undang-undang bagi kaum mukminin. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala. "Artinya : Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahuinya". [Al-Anbiya : 7]. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjadikan masyarakat Islam menjadi dua bagian yaitu orang yang berilmu dan yang bukan berilmu (awam). Dan Allah mewajibkan kepada
masing-masing di antara
keduanya apa-apa yang tidak Allah wajibkan kepada yang lainnya. Maka kewajiban atas orang-orang yang bukan ulama adalah hendaknya mereka bertanya kepada ahli ilmu. Dan kewajiban atas para ulama adalah hendaknya menjawab apa-apa yang ditanyakan kepada mereka. Maka kewajiban-kewajiban
berdasarkan pijakan ini adalah berbeda-beda sesuai dengan perbedaan individu itu sendiri. Seorang yang berilmu pada saat ini kewajibannya adalah berda'wah mengajak kepada da'wah yang hak sesuai dengan batas kemampuannya. Dan orang yang bukan berilmu kewajibannya adalah bertanya tentang apa-apa yang penting bagi dirinya atau bagi orang-orang yang berada dibawah kepemimpinannya
seperti istri, anak atau semisalnya. Sehingga apabila seorang muslim dari masing-masing bagian ini menegakkan kewajibannya sesuai dengan kemampuannya, maka dia telah selamat, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman. "Artinya : Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya". [Al- Baqarah : 286] Kami -dengan sangat prihatin- hidup ditengah-tengah
penderitaan dan kejadian-kejadian tragis yang menimpa kaum muslimin yang tidak ada bandingannya dalam sejarah, yaitu berkumpul
dan bersatunya orang- orang kafir memusuhi kaum muslimin, sebagaimana yang dikhabarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam seperti dalam hadits beliau yang
dikenal dan shahih. "Artinya : 'Telah berkumpul umat-umat untuk menghadapi kalian, sebagaimana orang-orang yang makan berkumpul menghadapi piringnya'. Mereka berkata : Apakah pada saat itu kami sedikit wahai Rasulullah ? Beliau menjawab : 'Tidak, pada saat itu kalian banyak, tetapi kalian seperti buih di lautan, dan Allah akan menghilangkan rasa takut dari dada- dada musuh kalian kepada kalian, dan Allah akan menimpakan pada hati kalian penyakit Al- Wahn'. Mereka berkata : Apakah penyakit Al- Wahn itu wahai Rasulullah?. Beliau menjawab :'Cinta dunia dan takut akan mati". [Haadits Shahih, diriwayatkan oleh Abu Daud (4297), Ahmad (5/287), dari hadits Tsaubah Radhiyallahu anhu, dan dishahihkan oelh Al-Albani dengan dua jalannya tersebut dalam As-Shahihah (958)] Kalau begitu, maka wajib atas para ulama untuk berjihad dengan melakukan tashfiyah dan tarbiyah dengan cara mengajari kaum muslimin tauhid yang benar dan keyakinan- keyakinan yang benar serta ibadah-ubadah dan akhlak. Semuanya itu sesuai dengan kemampuannya masing- masaing di negeri-negeri yang dia diami, karena mereka tidak mampu menegakkan jihad menghadapi Yahudi dalam satu shaf (barisan) selama mereka keadaannya seperti keadaan kita pada saat ini, saling berpecah- belah, tidak berkumpul/ bersatu dalam satu negeri maupun satu shaf (barisan), sehingga mereka tidak mampu menegakkan jihad dalam arti perang fisik untuk menghadapi musuh- musuh yang berkumpul/ bersatu memusuhi mereka. Akan tetapi kewajiban mereka adalah hendaknya mereka memanfaatkan semua sarana syar'i yang memungkinkan untuk dilakukan, karena kita tidak memiliki kemampuan materi, dan seandainya kita mampu pun, kita tidak mampu bergerak, karena terdapat pemerintahan, pemimpin dan penguasa-
penguasa dalam kebanyakan negeri- negeri kaum muslimin menjalankan politik yang tidak sesuai dengan politik syar'i, sangat disesalkan sekali. Akan tetapi kita mampu merealisasikan -dengan izin Allah Subhanahu wa Ta'ala- dua perkara agung yang saya sebutkan tadi, yaitu tasfiyah (pemurnian) dan tarbiyah (pendidikan). Dan ketika para da'i muslim menegakkan kewajiban yang sangat penting ini di negeri yang menjalankan politiknya tidak sesuai dengan politik syar'i, dan mereka bersatu di atas asas ini (tasfiyah dan tarbiyah), maka saya yakin pada suatu hari akan terjadi apa yang Allah katakan : "Artinya : Dan di hari itu bergembiralah orang- orang yang beriman, karena pertolongan Allah". [Ar-Ruum : 4-5] [Disalin dari buku At- Tauhid Awwalan Ya Du'atal Islam, edisi Indonesia TAUHID, Prioritas dan Utama, oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, hal
44-51, terbitan Darul Haq, Penerjemah Fariq Gasim Anuz] © copyleft almanhaj.or.id seluruh artikel dan tulisan di situs almanhaj.or.id dapat disebarluaskan, dengan mencantumkan sumbernya dan tetap menjaga keilmiahan
Situs almanhaj.or.id tidak memiliki hubungan apapun dengan situs lainnya.
I. almanhaj.or.id - Wajib Atas Setiap Muslim Menerapkan Hukum Allah Dalam Segala Aspek Sesuai Dengan Kemampuannya
Kategori Tauhid Prioritas Utama Wajib Atas Setiap
Muslim Menerapkan
Hukum Allah Dalam
Segala Aspek Sesuai
Dengan
Kemampuannya Selasa, 10 Agustus 2004 07:44:28 WIB WAJIB ATAS SETIAP MUSLIM UNTUK MENERAPKAN HUKUM ALLAH DALAM SEGALA ASPEK KEHIDUPANNYA SESUAI DENGAN KEMAMPUANNYA. Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani Kewajiban setiap muslim adalah beramal sesuai dengan kemampuannya, Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai kesanggupannya.
Menegakkan tauhid dan ibadah yang benar tidak mesti disertai dengan menegakkan daulah Islamiyah di negeri- negeri yang tidak berhukum dengan apa- apa yang Allah turunkan, karena hukum Allah yang pertama kali wajib ditegakkan adalah menegakkan tauhid. Dan tidak diragukan lagi, ada
perkara-perkara khusus yang terjadi pada sebagian masa, yaitu uzlah (mengasingkan diri) lebih baik daripada bercampur baur, sehingga seorang muslim mengasingkan diri di suatu lembah atau tempat terpencil, dan dia beribadah kepada Rabbnya, selamat dari kejahatan manusia kepadanya dan dari kejahatan dirinya kepada manusia. Perkara ini terdapat dalam hadits-hadits yang sangat banyak, meskipun hukum asalnya seperti terdapat dalam hadits ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma. "Artinya : Orang mukmin yang bergaul dengan manusia dan sabar terhadap kejahatan mereka lebih baik daripada orang mukmin yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak sabar terhadap kejahatan mereka" [1] Maka, daulah Islamiyah -
tidak diragukan- sebagai sarana untuk menegakkan hukum Allah di bumi, dan bukan tujuan. Dan termasuk hal yang mengherankan telah menimpa kepada sebagian da'i yaitu : Mereka memberikan perhatian kepada perkara-perkara yang tidak mampu dilaksanakan dan meninggalkan kewajiban yang mudah bagi mereka untuk melaksanakannya !! Yaitu dengan berjihad melawan hawa nafsu mereka sebagaimana yang dikatakan oleh seorang da'i muslim yang memberi wasiat kepada para pengikutnya dengan ucapannya : "Artinya : Tegakkan daulah Islam dalam diri- diri kalian, niscaya akan tegak daulah Islam itu di
bumi kalian". Meskipun bersamaan dengan itu, kami mendapati kebanyakan dari pengikutnya menyelisihi wasiat itu, mereka menjadikan puncak da'wah mereka adalah mengesakan Allah
Azza wa Jalla dalam hal hukum, dan mereka mengistilahkan hal itu dengan istilah yang terkenal : "Al-Hakimiyah untuk Allah". Tidak ragu bahwa hukum adalah milik Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam hal itu atau dalam hal lainnya. Akan tetapi sebagian mereka termasuk orang yang taklid kepada madzhab di antara madzhab- madzhab yang empat pada saat ini, kemudian ketika didatangkan kepadanya As-Sunnah yang jelas dan shahih, dia berkata : "Ini menyalahi madzhabku!". Maka dimanakah kebenaran berhukum dengan apa-apa yang Allah turunkan dalam hal mengikuti sunnah ?!. Dan di antara mereka didapati termasuk orang-orang yang beribadah kepada Allah mengikuti tarikat- tarikat shufiah!. Maka dimanakah kebenaran berhukum dengan apa- apa yang Allah turunkan dalam hal tauhid ?! Sehingga mereka menuntut dari orang lain apa-apa yang tidak mereka tuntut dari diri mereka sendiri. Sesungguhnya termasuk hal yang sangat mudah sekali bagi kamu adalah menerapkan hukum dengan apa-apa yang Allah turunkan dalam hal aqidah, ibadah, akhlakmu dalam hal mendidik anak-anakmu di rumah, dalam hal jual belimu, sementara itu termasuk hal yang sangat sulit sekali adalah engkau memaksakan atau menyingkirkan penguasa yang dalam kebanyakan hukum-hukumnya
berhukum dengan selain apa-apa yang Allah turunkan. Maka mengapa engkau meninggalkan hal yang mudah dan mengerjakan hal yang sulit ?. Hal ini menunjukkan kepada salah satu di antara dua kemungkinan,
kemungkinan pertama buruknya pendidikan dan bimbingan, kemungkinan kedua disebabkan buruknya aqidah yang mendorong mereka sehingga lebih memperhatikan apa-apa yang mereka tidak sanggup untuk merealisasikannya
daripada memperhatikan apa-apa yang masih dalam batas kesanggupan mereka. Pada saat ini, saya tidak melihat kecuali menyibukkan diri untuk mengadakan tashfiyah dan tarbiyah serta menda'wahi manusia kepada aqidah dan ibadah yang benar. Semuanya itu sesuai dengan batas kemampuannya masing- masing. Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kesanggupannya.
Alhamdulillah Rabbil 'alamin. Shalawat dan salam atas Nabi kita Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dan keluarganya. [Disalin dari buku At- Tauhid Awwalan Ya Du'atal Islam, edisi Indonesia TAUHID, Prioritas Pertama dan Utama, oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, hal 52-56, terbitan Darul Haq, penerjemah Fariq Gasim Anuz]
_________
Foote Note
[1]. Hadits Shahih diriwayatkan oleh At- Tirmidzi (2507), Ibnu Majah (4032), Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad (388), Ahmad (5/365), dari hadits syaikh di antara para sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan dishahihkan oleh Al- Albani dalam Ash- Shahihah (939) © copyleft almanhaj.or.id seluruh artikel dan tulisan di situs almanhaj.or.id dapat disebarluaskan, dengan mencantumkan sumbernya dan tetap menjaga keilmiahan
Situs almanhaj.or.id tidak memiliki hubungan apapun dengan situs lainnya.
Tauhid R almanhaj.or.id - Tinggal Di Lingkungan Pelaku Kesyirikan
Kategori Tauhid Tinggal Di Lingkungan
Pelaku Kesyirikan Senin, 19 April 2004 09:56:39 WIB TINGGAL DI LINGKUNGAN PELAKU KESYIRIKAN Oleh
Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta Pertanyaan.
Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Seorang laki- laki tingal di lingkungan suatu jamaah yang suka ber-istighatsah kepada selain Allah. Bolehkan dia shalat (menjadi makmum) di belakang mereka. Wajibkah dia hijrah dari mereka ? Apakah kesyirikan mereka termasuk syirik besar ? Dan apakah ber-wala kepada mereka sama seperti ber-wala kepada orang kafir yang sesungguhnya ? Jawaban.
Jika jamaah yang Anda tinggal bersama mereka itu keadaannya memang seperti yang Anda ceritakan, yaitu ber- istighatsah kepada selain Allah, baik kepada orang-orang yang telah meninggal, orang yang tidak hadir (tidak ada bersamanya), pohon, batu, bintang-bintang, dan selainnya, maka mereka musyrik syirik besar, keluar dari agama Islam. Tidak boleh
ber-wala kepada mereka sebagaimana tidak boleh ber-wala kepada orang kafir. Tidak sah shalat di belakang mereka dan tidak boleh bergaul dengan mereka ataupun tinggal di tengah- tengah mereka, kecuali bagi orang yang ingin mengajak mereka kepada kebenaran di atas petunjuk dan ada harapan mereka akan menerima ajakan serta dia dapat memperbaiki keadaan agama mereka. Jika tidak bisa, wajib baginya hijrah dari mereka dan mencari jama'ah lain yang mau bersama-sama bahu membahu membangun pondasi Islam dan cabang-cabangnya,
serta menghidupkan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Jika dia tidak mendapatkan jamaah seperti itu, maka hendaknya dia berlepas diri dari jamaah-jamaah yang ada walaupun terasa berat. Hal ini berdasarkan hadits yang shahih dari Hudzaifah Radhiyallahu 'anhu ia berkata. "Orang-orang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya kepada beliau tentang keburukan karena khawatir terjerumus ke dalamnya. Aku berkata, 'Wahai Rasulullah, kami dahulu berada dalam kejahilan dan kejelekan, lalu Allah mendatangkan kebaikan ini (yaitu Islam). Apakah sesudah kebaikan in ada kejelekan ?' Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, 'Ya'. Aku bertanya lagi, 'Apakah sesudah kejelekan itu ada kebaikan ?' Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, 'Ya, tetapi padanya ada dakhan [1]'. 'Apa dakhan-nya ?' tanyaku. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, 'Suatu kaum yang bersunnah bukan dengan sunnahku dan mengambil petunjuk bukan dari petunjukku. Kalian mengetahui siapa mereka dan kalian ingkari'. Aku bertanya lagi, 'Apakah setelah kebaikan ini ada kejelekan lagi?'. 'Ya, para dai yang menyeru di atas pintu-pintu Jahannam. Siapa saja yang mengikuti mereka, akan mereka jebloskan ke dalamnya'. Jawab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Aku berkata, 'Ya Rasulullah, gambarkan keadaan mereka kepada kami'. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, 'Mereka dari bangsa kita dan berbicara dengan bahasa kita'. Aku berkata, 'Ya Rasulullah, apa yang engkau perintahkan jika kami mendapati mereka ?' Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, 'Tetaplah bersama jama'ah kaum muslimin dan imam mereka'. Aku bertanya, 'Jika mereka tidak memiliki jama'ah dan juga imam?' Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Tinggalkan jamaah itu semuanya, sekalipun engkau harus menggigit akar pohon, sampai kematian datang kepadamu sedang dalam keadaan seperti itu". [Hadits Riwayat Bukhari VIII/92, Muslim Syarah Nawawi XII/236, Abu Dawud IV/445, 447] Semoga shalawat tercurah kepada Nabi, keluarganya dan sahabat-sahabatnya. [Fatawa Li Al- Lajnah Ad-Da'imah 1/102-103, Fatwa no. 2787 Di susun oleh Syaikh Ahmad Abdurrazzak Ad- Duwaisy, Darul Asimah Riyadh. Di salin ulang dari Majalah Fatawa edisi 3/I/Dzulqa'dah 1423H Hal. 8]
_________
Fotte Note
[1]. Kabut/asap. Maksud beliau bahwa kebaikan (Islam) di saat itu tidak lagi murni, melainkan sudah bercampur dengan kerusakan/ kejelakan, -pent © copyleft almanhaj.or.id seluruh artikel dan tulisan di situs almanhaj.or.id dapat disebarluaskan, dengan mencantumkan sumbernya dan tetap menjaga keilmiahan
Situs almanhaj.or.id tidak memiliki hubungan apapun dengan situs lainnya.
Tauhid S almanhaj.or.id - Andil Para Wali Dalam Pengaturan Alam !?
Kategori Tauhid Andil Para Wali Dalam
Pengaturan Alam !? Kamis, 29 April 2004 07:07:48 WIB ANDIL PARA WALI DALAM PENGATURAN ALAM !? Oleh
Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta Pertanyaan
Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Saya telah mendengar dan melihat dengan kedua mata saya orang-orang yang mengatakan bahwa para
wali memiliki andil di dalam (mengatur) alam dan diri seseorang. Mereka mengatakan bahwa para wali memiliki empat puluh wajah ; bisa dilihat dalam bentuk manusia, ular, singa dan sebagainya. Mereka pergi ke pekuburan dan tidur atau bergadang di sana (karena mengharap kesembuhan dan lain- lain). Mereka mengatakan bahwa (pada saat seperti itu) wali tersebut berdiri di hadapan mereka dan berkata, 'Pulanglah karena sesungguhnya kamu telah sembuh'. Apakah perkataan seperti in benar atau tidak ? Jawaban.
Para wali tidaklah memiliki pengaturan (apapun) pada diri seseorang. Apa yang Allah berikan kepada mereka dari sebab seperti apa yang Allah berikan kepada manusia yang lain. Mereka tidak memiliki kemampuan melakukan hal-hal yang luar biasa. Tidak mungkin mereka bisa berubah wujud menjadi selain wujud manusia, baik dalam wujud ular, singa, kera, atau binatang yang lain. Kemampuan seperti itu hanya Allah berikan khusus kepada malaikat dan jin. Disyari'atkan pergi ke pekuburan untuk berziarah dan mendoakan penghuninya semoga mendapat pengampunan dan rahmat dari Allah. Tidak boleh menziarahi kubur untuk meminta berkah dan kesembuhan dari penghuninya, memohon kepadanya agar menghilangkan
kesusahan-kesusahan
(yang dihadapi) dan mengabulkan keinginan- keinginan. Bahkan yang seperti itu adalah syirik besar, seperti halnya menyembelih (kurban) untuk selain Allah juga syirik besar. Sama saja apakah itu dilakukan di kubur para wali ataupun bukan. Apa yang anda ceritakan tentang mereka itu bertentangan dengan syari'at, bahkan termasuk bid'ah yang mungkar dan keyakinan syirik. Shalawat serta salam semoga tercurah atas Nabi, keluarga, dan sahabat-sahabatnya. [Fatawa Li Al- Lajnah Ad-Da'imah 1/104, Fatwa no. 3716 Di susun oleh Syaikh Ahmad Abdurrazzak Ad- Duwaisy, Darul Asimah Riyadh. Di salin ulang dari Majalah Fatawa edisi 3/I/Dzulqa’ dah 1423H Hal. 8] © copyleft almanhaj.or.id seluruh artikel dan tulisan di situs almanhaj.or.id dapat disebarluaskan, dengan mencantumkan sumbernya dan tetap menjaga keilmiahan
Situs almanhaj.or.id tidak memiliki hubungan apapun dengan situs lainnya.
bermakmum dibelakang pelaku kesyirikan
Kategori Tauhid Bermakmum Di
Belakang Pelaku
Kesyirikan Senin, 3 Mei 2004 08:19:56 WIB BERMAKMUM DI BELAKANG PELAKU KESYIRIKAN Oleh
Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta Pertanyaan
Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Seorang khatib
masjid di salah satu desa di daerah kami tinggal adalah seorang sufi dari tarekat Sadziliyah -begitu mereka menyebut kelompok mereka-. Orang ini mengajak dan mengajar masyarakat untuk bertawassul dengan makhluk Allah, seperti para nabi dan para wali. Dia mengajak orang-orang untuk menziarahi pekuburan. Dia membolehkan bersumpah dengan nama
nabi dan wali, dan ada kafarah (denda) jika melanggarnya. Kami, sebuah jama'ah dari jamaah kaum muslimin, telah mengajaknya berdiskusi tentang kesalahan yang dikerjakan dan diajarkan. Namun, ia selalu berkilah dan berdalil dengan hadits- hadits dhaif (lemah) dan maudhu (palsu). Bolehkah kami bermakmum di belakang orang ini berhubung kami belum merampungkan
pembangunan masjid kami ? Kami telah berusaha mengumpulkan infaq dan shadaqah, tetapi sampai sekarang belum selesai juga. Kami mengharap fatwa Anda atas pertanyaan kami ini. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memberi kita semua taufikNya. Selain itu, mereka juga mengkafirkan para masyaikh, seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, semoga Allah merahamati keduanya. Jawaban.
Ber-istighatsah kepada orang-orang yang telah meninggal, berdo'a kepada mereka saja tanpa berdo'a kepada Allah atau juga berdo'a kepada Allah, adalah syirik besar yang mengeluarkan pelakunya dari agama Islam. Sama saja baik yang diminta itu nabi ataupun bukan nabi. Begitu pula, berdo'a kepada (orang yang masih hidup tetapi) tidak hadir (tidak di tempat) adalah syirik besar, mengeluarkan pelakunya dari Islam -kita berlindung kepada Allah darinya-. Tidak sah shalat dibelakang mereka disebabkan kesyirikan mereka. Adapun orang yang ber-istighatsah hanya kepada Allah saja dengan cara bertawassul
menggunakan
kedudukan orang-orang yang telah meninggal itu, atau berkeliling di kubur mereka dengan tidak meyakini bahwa mereka dapat memberi pengaruh, tetapi hanya berharap kalau kedudukan mereka di sisi Allah akan menjadi sebab dikabulkannya doa, maka dia adalah seorang mubtadi (pelaku bid'ah). Dia berdosa karena menggunakan wasilah atau cara yang syirik. Dikhawatirkan cara itu dapat menggiringnya kepada syirik besar. Kami memohon kepada Allah agar menolong kalian untuk dapat menyebarkan tauhid ini dan membela kebenaran serta memerangi para pelaku bida'ah. Shalawat serta salam semoga tercurah atas Nabi, keluarga, dan sahabat-sahabatnya. [Fatawa Li Al- Lajnah Ad-Da'imah 1/105-106, Fatwa no. 4154 Di susun oleh Syaikh Ahmad Abdurrazzak Ad- Duwaisy, Darul Asimah Riyadh. Di salin ulang dari Majalah Fatawa edisi 3/I/Dzulqa'dah 1423H Hal. 8] © copyleft almanhaj.or.id seluruh artikel dan tulisan di situs almanhaj.or.id dapat disebarluaskan, dengan mencantumkan sumbernya dan tetap menjaga keilmiahan
Situs almanhaj.or.id tidak memiliki hubungan apapun dengan situs lainnya.
Tauhid U almanhaj.or.id - Nama-Nama Dan Sifat Allah Termasuk Aqidah
Kategori Tauhid Nama-Nama Dan Sifat
Allah Termasuk
Aqidah Sabtu, 15 Mei 2004 07:30:42 WIB NAMA-NAMA DAN SIFAT- SIFAT ALLAH TERMASUK AQIDAH Oleh
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan Pertanyaan
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Apakah pengetahuan tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah termasuk bagian dari aqidah ? Apakah kita diwajibkan untuk memperingatkan umat dari sebagian tafsir yang telah di- takwil di-tahrif dan di-ta'thil ? Jawaban.
Benar, (mengetahui) nama-nama dan sifat- sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala, serta mengimaninya adalah salah satu dari macam- macam Tauhid. Karena Tauhid terdiri dari tiga macam, yaitu Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah, dan Tauhid Asma wa Sifat. Tauhid Rububiyah maskudnya adalah mengesakan Allah Subhanhu wa Ta'ala dalam hal perbuatan- perbuatanNya, seperti dalam hal mencipta, memberi rizki, menghidupkan dan mematikan, serta mengatur makhluk. [1] Tauhid Uluhiyah maksudnya adalah mengesakan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam hal perbuatan- perbuatan hamba ketika ber-taqarrub
(mendekatkan diri) kepadaNya. Jika seorang hamba beribadah sesuai dengan apa yang diinginkan syariat, ikhlas hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala, serta tidak menjadikan sekutu bagiNya dalam ibadah tersebut, maka inilah yang dinamakan Tauhid Uluhiyah. Sedangkan Tauhid Asma wa Sifat maksudnya adalah menetapkan nama-nama dan sifat- sifat Allah sebagaimana yang Dia tetapkan untuk diriNya atau apa yang telah ditetapkan oleh RasulNya, Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, tanpa melakukan tahrif [2], ta'thil [3], takyif [4] dan
tamstil [5] Kita menetapkan segala nama dan sifat yang telah Allah tetapkan untuk diriNya dan yang telah ditetapkan oleh RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam, juga tanpa tahrif, ta'thil, takyif, dan tamtsil. Adapun tentang tahrif, ta'thil, takyif, dan tamtsil yang terdapat pada sebagian tafsir Al- Qur'an, maka penjelasan tentang hal itu (hanya ditujukan) kepada para pelajar (penuntut ilmu syar'i) karena apabila dijelaskan kepada orang-orang awam, mereka tidak akan dapat mengambil manfaat dari penjelasan tersebut, tentunya hal seperti ini tidak semestinya terjadi karena hanya akan menimbulkan was-was dan menyibukkan masyarakat dengan sesuatu yang tidak mereka pahami. Sebagaimana ungkapan Ali Radhiyallahu 'anhu, â €œBerbicaralah kepada manusia dengan apa yang mereka pahami. Apakah kalian ingin mereka mendustakan Allah dan RasulNya" [6] Jadi dalam menyampaikan (suatu perkara), kepada orang awam ada caranya sendiri dan kepada penuntut ilmu syar'i ada cara sendiri. Untuk orang awam penyampaian perkara aqidah, perintah- perintah, larangan- larangan, ancaman, balasan dan pelajaran disampaikan secara mujmal (global). Diajarkan kepada mereka tentang pondasi agama seperti rukun Islam yang lima dan rukun iman. Hal-hal ini diajarkan kepada mereka dan dituntut untuk menjaganya. Sebagaimana dulu di negeri ini (negeri Haram) hingga waktu dekat ini, mereka dahulu menjaga agama mereka di masjid-masjid, menjaga rukun Islam, rukun Iman, makna dua kalimat syahadat, baik syahadat
La ilaaha illallah maupun syahadat Muhammadan Rasulullah, menjaga rukun, syarat dan hal- hal yang wajib di dalam shalat juga menjaga apa-apa yang mereka butuhkan dari perkara- perkara agama. Adapun bagi penuntut ilmu syar'i dijelaskan dan
diterangkan serta diajarkan kepada mereka ta'wil (tafsir). Akan tetapi jangan sampai mencela penulis (pengarang). Seperti mengatakan, 'Penulis seorang
mubtadi' (pelaku bid'ah), sesat (dan sebagainya)'. Akan tetapi cukup dengan mengatakan, Tafsir ini salah dan yang
benar adalah begini atau tafsir ini adalah tafsir fulan semata atau didalamnya terdapat sifat fulan. Tanpa mencela ulamanya,
membid'ahkannya atau mencela kepribadiannya. Karena hal ini tidaklah mendatangkan manfaat bagi masyarakat, bahkan akan mengakibatkan para penuntut ilmu syar'i akan menjauhi para ulama dan berburuk sangka terhadap mereka. Karena tujuan sesungguhnya hanyalah memperbaiki kesalahan, itu saja. Bukan mencela seseorang dengan perkataan 'pelaku bid'ah, bodoh dan sesat. Yang seperti ini tidaklah mendatangkan manfaat sama sekali. Bahkan akan menimbulkan pertentangan, buruk sangka kepada ulama, mengakibatkan
perseteruan pemikiran dan ikut campur di dalam membeberkan (mengorek aib) para ulama, baik yang sudah wafat maupun yang masih hidup. Ini tidaklah mendatangkan kebaikan. Menjelaskan kebenaran hendaklah kepada mereka yang mampu untuk memahaminya, seperti para pelajar penuntut ilmu syar'i. Sementara orang awam yang tidak mampu memahaminya serta tidak dapat menanggkapnya cukup dijelaskan kepada mereka perkara-perkara
yang amat mereka butuhkan, dari perkara- perkara agama, ibadah, shalat, zakat serta puasa. Yang terpenting adalah permasalahan aqidah secara sederhana agar dapat mengambil manfaat darinya. Jangan bertele-
tele sehingga memberatkan mereka dan membuat mereka jenuh, semestinya dengan cara sederhana. [Al-Muntaqa min Fataawaa Syaikh Shalih bin Fauzan III/17-19] [Al-Muntaqa min Fatawa Syaikh Shalih bin Fauzan III/17-19 Di salin ulang dari Majalah Fatawa edisi 4/I/Dzulhijjah 1423H. Alamat Pondok Pesantren Islamic Center
Bin Baz, Piyungan - Bantul, Yogyakarta]
_________
Foote Note.
[1]. Maksudnya hanya Dialah yang melakukan perbuatan-perbuatan
tersebut tanpa yang lain.
[2]. Tahrif yaitu menyimpangkan makna atai sifat Allah dari yang sebenarnya tanpa dalil.
[3]. Ta'thil yaitu meniadakan atau menolak adanya nama- nama atau sifat-sifat Allah, sebagian atau secara keseluruhan.
[4]. Takyif adalah menentukan hakikat tertentu dari sifat-sifat Allah.
[5]. Tamtsil yaitu menyamakan atau menyerupakan nama atau sifat Allah dengan nama atau sifat makhlukNya.
[6]. Disebutkan oleh Bukhari di dalam shahihnya 1/41 dari Ali Radhiyallahu 'anhu © copyleft almanhaj.or.id seluruh artikel dan tulisan di situs almanhaj.or.id dapat disebarluaskan, dengan mencantumkan sumbernya dan tetap menjaga keilmiahan
Situs almanhaj.or.id tidak memiliki hubungan apapun dengan situs lainnya.
Tauhid V almanhaj.or.id - Jumlah Nama Dan Sifat Allah
Kategori Tauhid Jumlah Nama Dan
Sifat Allah Sabtu, 29 Mei 2004 07:35:40 WIB JUMLAH NAMA DAN SIFAT ALLAH Oleh
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan Pertanyaan
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Apakah ada ketetapan di dalam syari'at tentang pembatasan jumlah al-asma al-husna (nama-nama Allah yang baik) ? Apakah mungkin menyebutkannya ? Dan apa pula nama Allah yang teragung ? Jawaban.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman. "Artinya : Hanya milik Allah asma al-husna, maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut asmaa-ul husan itu". [Al-A'raf : 180] "Artinya : Dia mempunyai al-asma-ul husna (nama-nama yang baik)" [Thaha : 8] Nama-nama Allah yang husna (baik) tidak diketahui berapa jumlahnya, kecuali hanya
Allah sajalah yang mengetahuinya. Di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah
tidak terdapat pembatasan atas hal itu. Tetapi mungkin saja menentukan jumlah yang tedapat dalam Al- Qur'an dan As-Sunnah. Sebagian ulama telah menghimpun sebagian besarnya di dalam kitab. Beberapa diantaranya telah disusun, seperti Ibnul Qayyim di dalam Kitab 'Nuniyah' demikian pula Syaikh Husain bin Alu Syaikh di dalam manzhum (bait-bait)nya 'Al-Qaul al-Usna Fi Nazhmi al-Asma al- Husna' yang telah dicetak dan tersebar. Adapun nama Allah yang paling mulia adalah yang tedapat pada dua ayat berikut ini. "Artinya : Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (mahlukNya)..". [Al-Baqarah ; 255] "Artinya : Alif Laam Miim. Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus mahlukNya". [Ali Imran : 1-2] Demikian pula terdapat pada ayat ketiga firman Allah Subhanahu wa Ta'ala surat Thaha ayat 11. Sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Katsir di dalam tafsirnya. [Lihat Tafsir Al-Qur'an al-Azhim oleh Ibnu Katsir I/291] [Al-Muntaqa min Fataawaa Syaikh Shalih bin Fauzan III/19-20] [Al-Muntaqa min Fatawa Syaikh Shalih bin Fauzan III/19-20 Di salin ulang dari Majalah Fatawa edisi 4/I/Dzulhijjah 1423H. Alamat Pondok Pesantren Islamic Center
Bin Baz Piyungan Bantul Yoyakarta] © copyleft almanhaj.or.id seluruh artikel dan tulisan di situs almanhaj.or.id dapat disebarluaskan, dengan mencantumkan sumbernya dan tetap menjaga keilmiahan
Situs almanhaj.or.id tidak memiliki hubungan apapun dengan situs lainnya.
4. almanhaj.or.id - Keringanan Berdzikir Kepada Allah Bagi Wanita Haid
Kategori Wanita : Muslimah Keringanan Berdzikir
Kepada Allah Bagi Wanita
Haid Rabu, 25 Februari 2004 15:14:02 WIB KERINGANAN BERDZIKIR KEPADA ALLAH BAGI WANITA HAID Oleh
Amr Bin Abdullah Mun'im Zikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala merupakan suatu kewajiban bagi setiap Muslim dan Muslimah. Sebagaimana yang difirmankan Allah Azza wa Jalla. "Artinya : Karena itu, berdzikirlah (ingat) kalian kepada-Ku niscaya Aku akan ingat kepada kalian, dan bersyukurlah kepadaku, dan janganlah kalian mengingkari (nikmat)-Ku". [Al-Baqarah : 152] "Artinya : Dan sesungguhnya berdzikir (mengingat) Allah adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah- ibadah yang lain)". [Al-Ankabut : 45] Dalam mengisahkan Yunus 'Alaihi al-Salam, Dia berfirman. "Artinya : Maka kalau sekiranya dia (Yunus) tidak termasuk orang-orang yang banyak berdzikir kepada Allah, niscaya dia akan tetap tinggal di dalam perut ikan itu sampai hari berbangkit". [Al-Shaffat : 143-144] Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. "Artinya : Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Rabbnya dengan orang yang tidak berdzikir adalah seperti orang hidup dan orang mati". [Diriwayatkan oleh Muttafaqun 'alaih dari hadits Abu Musa Al- Asy'ari Radhiyallahu 'anhu]. Diantara bentuk kemurahan Allah Subhanahu wa Ta'ala terhadap kaum wanita adalah memberikan keringanan kepada kaum wanita untuk berdzikir kepada-Nya selama menjalani masa haid, meski pada saat itu mereka tidak boleh mengerjakan shalat dan puasa. Ummu Athiyah Radhiyallahu 'anha menceritakan. "Artinya : Kami diperintahkan keluar pada hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, juga wanita pingitan dan gadis". 'Wanita-wanita haid keluar rumah
dan menempati posisi di belakang jama'ah yang mengerjakan shalat, dan bertakbir bersama- sama mereka', Lanjut Ummu Athiyyah". (Hadits Riwayat Muttafaqun 'alaih). Imam Nawawi Rahimahullah juga mengatakan. "Ucapan Ummu Athiyyah, 'Wanita- wanita haid itu bertakbir bersama jama'ah menunjukkan dibolehkannya zikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala bagi wanita haid dan wanita sedang junub. Yang diharamkan baginya adalah membaca Al-Qur'an. [Disalin dari buku 30 Keringanan Bagi Wanita oleh Amr Bin Abdullah Mun'im, terbitan Pustaka Azzam -
Jakarta] © copyleft almanhaj.or.id seluruh artikel dan tulisan di situs almanhaj.or.id dapat disebarluaskan, dengan mencantumkan sumbernya dan tetap menjaga keilmiahan Situs almanhaj.or.id tidak memiliki hubungan apapun dengan situs lainnya.
F&uf4. Bulan Zulhijjah yang penuh keberuntungan | Meniti Jejak Para Sahabat
Bulan Zulhijjah yang penuh
keberuntungan Diposting oleh Ustadz Abu Fairuz
pada 3 November 2011
Kategori: Fiqih dan ushul fiqh Tags: keutamaan bulan dzulhijjah, keutamaan hari arofah — Setiap orang mau
beruntung dan tidak mau
merugi Hal yang tidak diperselisihkan lagi
bahwa setiap orang yang hidup
di dunia ini inggin meraih
keberuntungan sebanyak-
banyaknya dan benci kegagalan
dan kerugian. Anda melihat betapa para pedangang
antusiasnya untuk menjajakan
dagangannya pada momen-
momen yang dianggapnya akan
mendatangkan keuntungan yang
besar. Bukanlah hal yang aneh jika para
pedagang sibuk menyetok
barang dagangannya menyambut
kedatangan Ramadhan dan Iedul
Fitri jauh-jauh hari sebelum
musim”keberuntungan” itu datang. Demikian juga dengan
para pedagang ternak sangat
paham bahwa mereka harus
menyetok banyak ternak ketika
telah dekat hari raya Qurban. Seiring dengan hal itu, para
pembeli juga benar-benar jeli
kapan mereka akan membeli
dengan harga yang
menguntungkan mereka dengan
diskon yang tinggi. Biasanya mereka akan mencari masa-masa
discount agar mereka dapat
menghemat pengeluaran dan
menyimpan sisanya. Apa yang kita disebutkan di atas
adalah keuntungan dalam hal
dunia yang semua orang tau dan
sepakat untuk mencapainya
walaupun dengan susah payah,
banting tulang, bergadang di malam hari dst. Seluruhnya
karena urusan dunia dapat
dilihat langsung hasilnya dan cash
di tempat. Karena itulah semua
orang yakin dan berusaha
mengejarnya. Adapun dalam agama, maka Allah
subhanahu wa ta’ala juga telah
memberikan musim-musim
keberuntungan bagi hamba-
hambaNya untuk beramal dan
dilipat gandakan amalannya, karena itulah Allah telah
memberikan bagi mereka
kesempatan untuk mencari
keberuntungan akhirat dengan
masuknya bulan Ramadhan,
Malam lailatul Qadar, sepuluh akhir malam bulan Ramadhan dan
musim-musim ibadah lainnya. Bedanya, untuk musim
keberuntungan akhirat ini, kita
akan mendapati manusia zuhud
(baca tidak tertarik) untuk
berlomba-lomba meraihnya,
bahkan ketika Ramadhan anda akan mendapati” anak-anak
dunia” menghabiskan sebagian
besar waktunya untuk
ber”jibaku” mengejar target
keuntungan dengan melupakan
puasa, tarawih, qiyamul lail, baca Quran dan sejenisnya dari pagi
hingga larut malam. ketika “anak-anak akhirat”
menyibukkan diri dengan
beragam aktifitas ta’at, maka
sebaliknya “anak-anak dunia”
tenggelam dalam kesibukan
dunianya untuk menumpuk keuntungan, memperindah
rumah, memperbaharui
kendaraan, menyiapkan hidangan
untuk tamu, dan membeli segala
macam tetek bengek yang
berkaitan degan bagaimana menyemarakkan hari raya,
tentunya sekaligus ajang
berbangga-bangga plus riya
dengan keberhasilan dunianya. Hal ini terjadi karena manusia
tidak begitu tertarik dengan
sesuatu yang sifatnya tidak
tampak dan tertunda, dan
amalan akhirat hasilnya baru
dapat dilihat kelak setelah datangnya hari kiamat. Adapun
amalan dunia hasilnya cash di
depan mata. Karena itulah Allah
berfirman: “ﻥﻭﺭﺬﺗﻭ ﺔﻠﺟﺎﻌﻟﺍ ﻥﻮﺒﺤﺗ ﻞﺑ ﻼﻛ ﺓﺮﺧﻵﺍ ” “Sekali-kali tidak, Namun kamu
mencintai kehidupan dunia dan
meninggalkan akhirat”.QS:
Alqiyamah 20-21. Keutamaan bulan Zulhijjah Sebagaimana Allah subhanahu wa
ta’ala telah memilih bulan
Ramadhan menjadi musim amal
yang berlipat ganda karena di
dalamnya terdapat rangkaian
ibadah, seperti puasa, zakat fitrah ,tarawih, malam lailatul
qadar, I’tikaf di sepuluh malam
terakhir, turunnya Alquran dan
di tutup dengan ied Adha dengan
memperbanyak takbir dan zikir,
maka Allah subhanahu wa ta’ala juga telah membuka musim amal
lainnya yang tidak kalah
keutamannya dibandingkan
musim Ramadhan, yaitu musim
amalan di bulan Zulhijjah. Jika di Ramadhan ada malam
terbaik sepanjang tahun yaitu
malam laitaul Qadar, maka di
bulan Zulhijjah Allah jadikan hari
Arafah tanggal 9 Zulhijjah
menjadi siang terbaik sepanjang tahun. Kalaupun di Ramadhan ada
sepuluh malam terbaik untuk
beri’tikaf mencari malam seribu
bulan, maka di bulan Zulhijjah ada
juga sepuluh hari yang terbaik
untuk mencari keuntungan berlipat ganda yaitu sepuluh hari
awal bulan Zulhijjah. Jika dibulan Ramadhan ada
ibadah sosial dengan berbagi
makanan dalam bentuk zakat
fitrah kepada fakir miskin, maka
dibulan Zulhijjah juga ada Qurban
yang tak kalah seru pahalanya sebagai bentuk kepedulian
agama ini kepada sesama hamba. Berikut ini adalah tulisan yang
berusaha mengumpulkan
keutamaan sepuluh hari awal
bulan zulhijjah, wallahul
musta’an. Keutamaan sepuluh hari
awal bulan Zulhijjah dalam
Alquran 1. Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman:
“َﻙﻮُﺗْﺄَﻳ ِّﺞَﺤْﻟﺎِﺑ ِﺱﺎَّﻨﻟﺍ ﻲِﻓ ْﻥِّﺫَﺃَﻭ ْﻦِﻣ َﻦﻴِﺗْﺄَﻳ ٍﺮِﻣﺎَﺿ ِّﻞُﻛ ﻰَﻠَﻋَﻭ ًﻻﺎَﺟِﺭ ٍﻖﻴِﻤَﻋ ٍّﺞَﻓ ِّﻞُﻛ * ﻢُﻬَﻟ َﻊِﻓﺎَﻨَﻣ ﺍﻭُﺪَﻬْﺸَﻴِﻟ
ٍﻡﺎَّﻳَﺃ ﻲِﻓ ِﻪَّﻠﻟﺍ َﻢْﺳﺍ ﺍﻭُﺮُﻛْﺬَﻳَﻭ
ٍﺕﺎَﻣﻮُﻠْﻌَﻣ” “Dan berserulah kepada manusia
untuk mengerjakan haji, niscaya
mereka akan datang padamu
dengan berjalan kaki dan
mengendarai unta yang kurus
yang datang dari segenap penjuru yang jauh supaya
mereka menyaksikan berbagai
manfaat bagi mereka dan supaya
mereka menyebut nama Allah
pada hari yang telah
ditentukan” QS. Alhaj: 27-28”. Ibnu Katsir menukil perkataan
Ibnu Abbas menafsirkan makna
“pada hari-hari yang telah
ditentukan” yaitu sepuluh hari
awal bulan Zulhijjah.
2. Firman Allah subhanahu wa ta’ala:
“ ِﺮْﺠَﻔْﻟﺍَﻭ . ﺮْﺸَﻋ ٍﻝﺎَﻴَﻟَﻭ ”ٍ “Demi waktu fajar dan demi
malam-malam yang sepuluh”. QS.
Alfajr: 1-2.
Berkata Imam At-Thabari
menafsirkan makna “malam-
malam sepuluh” yaitu malam sepuluh awal bulan
Zulhijjah.demikian pula tafsiran
Ibnu Abbas, Ibnu Az-Zubair,
Mujahid dan yang semisalnya.
Bahkan telah tegak ijma yang
dinukil sebagian ahli tafsir bahwa sepulh hari tersebut adalah awal
Zulhijjah. Keutamaan Sepuluh hari awal
bulan Zulhijjah dalam hadits 1. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu
‘anhuma dia berkata, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
ﺎَﻬﻴِﻓ ُﺢِﻟﺎَّﺼﻟﺍ ُﻞَﻤَﻌْﻟﺍ ٍﻡﺎَّﻳَﺃ ْﻦِﻣ ﺎَﻣ ِﻡﺎَّﻳَﻷﺍ ِﻩِﺬَﻫ ْﻦِﻣ ِﻪَّﻠﻟﺍ ﻰَﻟِﺇ ُّﺐَﺣَﺃ . ِﺮْﺸَﻌْﻟﺍ َﻡﺎَّﻳَﺃ ﻰِﻨْﻌَﻳ . َﻝﻮُﺳَﺭ ﺎَﻳ ﺍﻮُﻟﺎَﻗ
ِﻪَّﻠﻟﺍ ِﻞﻴِﺒَﺳ ﻰِﻓ ُﺩﺎَﻬِﺠْﻟﺍ َﻻَﻭ ِﻪَّﻠﻟﺍ َﻝﺎَﻗ : ِﻪَّﻠﻟﺍ ِﻞﻴِﺒَﺳ ﻰِﻓ ُﺩﺎَﻬِﺠْﻟﺍ َﻻَﻭ
ٌﻞُﺟَﺭ َّﻻِﺇ ْﻦِﻣ ْﻊِﺟْﺮَﻳ ْﻢَﻠَﻓ ِﻪِﻟﺎَﻣَﻭ ِﻪِﺴْﻔَﻨِﺑ َﺝَﺮَﺧ
ٍﺀْﻰَﺸِﺑ َﻚِﻟَﺫ. “Tidak ada hari-hari yang pada
waktu itu amal shaleh lebih
dicintai oleh Allah melebihi sepuluh
hari pertama (di bulan
Dzulhijjah).” Para sahabat
radhiyallahu ‘anhum bertanya, “Wahai Rasulullah, juga (melebihi
keutamaan) jihad di jalan Allah?”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “(Ya, melebihi)
jihad di jalan Allah, kecuali
seorang yang keluar (berjihad di jalan Allah) dengan jiwa dan
hartanya kemudian tidak kembali
pulang membawa apapun dari hal
tersebut (maksudnya terbunuh
syahid).HR. Abu Daud No. 2438.
2. Dari Jabir radhiallahu ’anhu dari Nabi shallallahu ’alaihi
wasallam bahwa Beliau bersabda
ketika menafsirkan ayat dalam
surat Alfajri: ” ﻰﺤﺿﻷﺍ ُﺮﺸﻋ َﺮﺸﻌﻟﺍ ﻥﺇ ، ﺔﻓﺮﻋ ﻡﻮﻳ ُﺮﺗﻮﻟﺍﻭ ، ﻊﻔﺸﻟﺍﻭ
ﺮﺤﻨﻟﺍ ﻡﻮﻳ ” “Maksud dari kata”Sepuluh”
yaitu sepuluh hari bulan idul
adha, dan makna “Demi yang
ganjil”yaitu hari Arafah, dan
makna dari “hari yang genap”
yaitu hari penyembelihan(hari qurban). HR. Ahmad no 14551.
3. Dari Abdullah bin Umar
radhiallahu ’anhu dia berkata:”
Bersabda Rasulullah shallallahu
’alaihi wasallam: ” ﻪﻠﻟﺍ ﺪﻨﻋ ﻢﻈﻋﺃ ﻡﺎﻳﺃ ﻦﻣ ﺎﻣ ، ﻦﻣ ﻦﻬﻴﻓ ﻞﻤﻌﻟﺍ ﻪﻴﻟﺇ ﺐﺣﺃ ﻻﻭ
ﻦﻬﻴﻓ ﺍﻭﺮﺜﻛﺄﻓ ﺮﺸﻌﻟﺍ ﻡﺎﻳﻷﺍ ﻩﺬﻫ
ﺪﻴﻤﺤﺘﻟﺍﻭ ﻞﻴﻠﻬﺘﻟﺍﻭ ﺮﻴﺒﻜﺘﻟﺍ ﻦﻣ
”
“Tidak ada hari-hari yang lebih
agung di sisi Allah dan lebih dicintaiNya untuk beramal ibadah
padanya melebihi dari sepuluh
hari ini,maka perbanyaklah
padanya takbir, tahlil dan
tahmid”. HR. Ahmad no. 6154 Keutamaan hari Arafah Hari Arafah adalah hari yang
paling utama sepanjang tahun,
hari Allah mengampunkan dosa-
dosa dan memerdekakan hamba
dari neraka.Dari Aisyah [g] dia
berkata:”Berkata Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam: ” ﻖﺘﻌُﻳ ﻥﺃ ﻦﻣ ﺮﺜﻛﺃ ٍﻡﻮﻳ ﻦﻣ ﺎﻣ
ﺭﺎﻨﻟﺍ ﻦﻣ ًﺍﺪﺒﻋ ﻪﻴﻓ ﻞﺟﻭ ﺰﻋ ﻪﻠﻟﺍ ، ﺔﻓﺮﻋ ﻡﻮﻳ ﻦﻣ ، ﻢﺛ ﻮﻧﺪﻴﻟ ﻪﻧﺇﻭ ﺔﻜﺋﻼﻤﻟﺍ ﻢﻬﺑ ﻲﻫﺎﺒُﻳ ، ﻝﻮﻘﻴﻓ : ﺎﻣﺀﻻﺆﻫ ﺩﺍﺭﺃ ؟ ” “Tidak ada hari yang paling
banyak Allah—Yang Maha
Perkasa dan Mulia–
membebaskan padanya para
hamba dari Neraka, melebihi hari
Arafah, dan sesungguhnya Dia benar-benar mendekat kemudian
membanggakan kepada para
malaikatnya dan berkata:”Apa
yang di ingginkan mereka(para
hamba)?”.HR.Muslim No. 3288. Amalan-amalan yang dianjurkan
pada hari-hari ini
1. Memperbanyak zikir, sebab
Allah berfirman:
“ٍﻡﺎَّﻳَﺃ ﻲِﻓ ِﻪَّﻠﻟﺍ َﻢْﺳﺍ ﺍﻭُﺮُﻛْﺬَﻳَﻭ ٍﺕﺎَﻣﻮُﻠْﻌَﻣ ” “Agar mereka berzikir menyebut
nama Allah pada hari-hari yang
telah ditentukan.”QS. Alhaj: 28.
Sebagaimana dalam hadis dari
Ibnu Umar, bahwa Rasullah
shallallahu ’alaihi wasallam memerintahkan para sahabat
untuk banyak mengucapkan
takbir, tahlil, dan tahmid. HR.
Ahmad no 6154. Adalah tradisi salafus sholeh
mereka datang ke pasar-pasar
pada hari-hari ini dengan
bertakbir sehingga orang-orang
pun bertakbir mengikuti mereka.
Mereka bertakbir dengan mengangkat suara di mana-
mana, baik selepas sholat, di
pasar, di rumah-rumah, maupun
di jalan-jalan.
2. Termasuk amal shaleh yang
paling dianjurkan pada waktu ini adalah berpuasa pada hari
‘Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah.
bagi yang tidak sedang
melakukan ibadah haji. Abu
Qatadah meriwayatkan bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya tentang
puasa pada hari Arafah, beliau
bersabda:
” ﺔﻴﻗﺎﺒﻟﺍﻭ ﺔﻴﺿﺎﻤﻟﺍ ﺔﻨﺴﻟﺍ ﺮِّﻔﻜُﻳ ”
“Menggugurkan (dosa-dosa) di
tahun yang lalu dan tahun
berikutnya.” HR, Muslim no 2747.
3. Berkurban bagi yang mampu
dalam bentuk meneladani Nabi shallallahu ’alaihi wasallam dan
para sahabatnya. 4. Memperbanyak sholat sunnah
yang akan mengangkat
derajatnya. Bersabda Rasulullah
shallallahu ’alaihi wasallam: ” ﻪﻠﻟ ﺩﻮﺠﺴﻟﺍ ﺓﺮﺜﻜﺑ ﻚﻴﻠﻋ ؛ ﻚّﻧﺈﻓ ﻪﻠﻟﺍ ﻚﻌﻓﺭ ﻻﺇ ًﺓﺪﺠﺳ ﻪﻠﻟ ﺪﺠﺴﺗ ﻻ ًﺔﺟﺭﺩ ﺎﻬﺑ ، ًﺔﺌﻴﻄﺧ ﺎﻬﺑ ﻚﻨﻋ َّﻂﺣﻭ
” “Hendaklah kamu memperbanyak
sujud, sesungguhnya tidaklah
engkau sujud sekali untuk Allah
kecuali Dia akan mengangkat
derajatmu satu derajat
dengannya dan akan menghapuskan satu kesalahan.”
HR. Muslim no 1093.
5. Memperbanyak sedekah,
Qiyamul lail,membaca Alquran,
melaksanakan haji dan umrah,
bertaubat kepada Allah swt dan semua amalan yang dianggap
ibadah mengerjakannya karena
keumumam hadis yang di atas
dalam ungkapan “Tidak ada
amalan apaun” yang
menunjukkan keumumannya. Keutamaan bulan zulhijjah
secara umum 1. Adanya ibadah haji sebagai rukun
Islam yang mencakup berbagai
bentuk keutamaan padanya
seperti, wukuf di Arafah,
bermalam di muzdalifah dan mina,
melontar jumrah, mencukur rambut untuk Allah, menyembelih,
thawaf, sa’i dan seterusnya. 2. Musim yang datang tahunan
dengan segala bentuk ibadah inti
yang dilakukan padanya, seperti
sholat, berpuasa, dan haji yang
tidak didapati pada waktu yang
lain sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam fathul bari
nya. Pernah Syaikhul Islam
ditanyakan tentang mana yang
lebih utama antara sepuluh hari
awal bulan Zulhijjah dan sepuluh
hari akhir bulan Ramadhan, maka beliau menjawab:”siang hari-hari
sepuluh hari awal bulan Zulhijjah
lebih utama dari siang hari
sepuluh akhir bulan Ramadhan,
dan sepuluh malam akhir bulan
Ramadhan lebih utama dibandingkan sepuluh malam awal
bulan Zulhijjah. 3. Keutaman bulan ini tidak hanya
bagi orang-orang yang
melaksanakan haji saja, tetapi
juga berlaku bagi setiap kaum
muslimin dibelahan dunia
manapun. 4. Pada hari yang penuh berkah ini,
kaum muslimin berkumpul untuk
melaksanakan shalat ‘Ied dan
mendengarkan khutbah hingga
para wanita pun disyari’atkan
agar keluar rumah untuk kepentingan ini. Sebagaimana
dalam ash Shahihain, bahwa
Ummu ‘Athiyyah Nusaibah binti al
Harits berkata:“Kami para
wanita diperintahkan untuk
keluar pada hari ‘Ied hingga hingga kami mengeluarkan gadis
dalam pingitan. Juga mengajak
keluar wanita-wanita yang
sedang haidh, berada di belakang
orang-orang. Mereka bertakbir
dengan takbirnya dan mereka berdo’a dengan do’anya.
Mengharapkan keberkahan dan
kesucian dari hari yang agung
ini.” (HR. Bukhari dan Muslim) 5. Pada hari ini dan setelahnya,
yaitu pada hari-hari tasyriq,
kaum muslimin bertaqarrub
kepada Allah Ta’ala melalui
penyembelihan hewan kurban.
Dan menyembelih hewan kurban merupakan sebuah syi’ar yang
agung dari syi’ar Islam. Batam, Kamis, 03 November
2011 / 7 Dzulhijjah 1432 H
Abu Fairuz
K3. Pelajaran Berharga Buat Keluarga dari Tafsir Surat At-Tahrim | Meniti Jejak Para Sahabat
Pelajaran Berharga Buat
Keluarga dari Tafsir Surat At-
Tahrim Diposting oleh adminabufairuzcom
pada 3 November 2011
Kategori: Download Keluarga Tags: tafsir surat at-tahrim — Problematika dalam berumah
tangga adalah merupakan
sunnatullah yang tidak akan
pernah lenyap dalam
perjalanannya,bagaikan bahtera
yang terkadang berlayar dengan tenang di tengah lautan yang
dalam tak berombak dan
berbadai,namun terkadang tanpa
diinginkan oleh nahkoda tiba-tiba
ombak datang menerpa seiring
dengan berhembusnya angin kencang diiringi badai dan topan.
Jika Nahkoda paham
mengendalikan kemudi dan tau
menghadapi gelombang yang
sedang menggunung, maka
bahtera akan selamat, jika tidak…alamat bahtera akan
tenggelam. Berikut ini adalah kajian yang
berkaitan dengan rumah tangga
Rasulullah shallallahu ’alaihi
wasallam yang ternyata tidak
lepas diterpa berbagai
problematika rumah tangga, dan pelajaran berharga dari Allah
bagaimana seharusnya Nabi
bersikap terhadap keinginan
istri-istrinya. Ibnu Katsir rahimahullah berkata
dalam tafsirnya : Telah terjadi perbedaan
pendapat dikalangan ahli tafsir
mengenai sebab turunnya
permulaan surat ini. Sebagian
menyatakan bahwa ayat ini
turun berkaitan dengan Mariyah, tatkala Rasulullah
shallallahu ’alaihi wasallam
pernah mengharamkan dirinya
untuk mencampurinya. Maka
turunlah ayat yang mencela
Rasulullah dalam firman yang artinya: “ “wahai Nabi, mengapa kamu
mengharamkan apa yang telah
Allah halalkan bagimu, untuk
mencari kesenangan hati isteri-
isterimu?” Pendapat lainnya dan inilah yang
benar yaitu turunnya ayat ini
berkenaan dengan sikap Nabi
yang mengharamkan madu atas
dirinya, sebagaimana yang
dikuatkan oleh riwayat al- Bukhari dalam kitab “al-Aiman
wan nuzur”, dengan sanadnya
bahwa Aisyah pernah
menyatakan bahwa Rasulullah
shallallahu ’alaihi wasallam
pernah singgah di tempat Zainab binti Jahsy radhiallahu ’anha
dan meminum madu di sana. Berkata Aisyah radhiallahu
’anha:”Kemudian aku
bersepakat dengan Hafshah, jika
beliau memasuki rumah salah
satu dari kami maka setiap kita
harus sepakat mengatakan kepada beliau:” Sesungguhnya
aku mencium bau maghafir pada
dirimu, pasti engkau telah
memakan maghafir. ” Kemudian
Nabi menemui salah seorang dari
keduanya. Maka dia mengatakan hal itu kepada beliau. Lalu beliau
berkata “Tidak, tetapi aku telah
meminum madu di rumah Zainab
binti Jahsy, dan sekali-kali tidak
akan meminumnya lagi“ maka
turunlah ayat ini: wahai Nabi, mengapa kamu
mengharamkan apa yang telah
Allah halalkan bagimu.
Sampai pada firman-Nya – Jika
kamu berdua bertaubat kepada
Allah, maka sesungguhnya hatimu berdua telah condong (untuk
menerima kebaikan), Silakan dengarkan kajian tafsir di
bawah berikut untuk mengetahui
tafsir selengkapnya dari surat
At-Tahrim ini. Di dalamnya
terkandung pelajaran berharga
buat kehidupan keluarga kaum muslimin.
Kamis, 03 November 2011
14. Sejarah Salaf di Minangkabau: PENGERTIAN SEJARAH
PENGERTIAN SEJARAH Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 07 Juli, undefined Label: babad, hikayat, Pengertian sejarah, riwayat, tambo | 0 komentar Sejarah
adalah
catatan-
catatan
kehidupan
manusia pada
masa
lalu
untuk
dijadikan
bahan perbandingan pada kehidupan manusia pada jaman sekarang. Seorang ahli sejarah mengatakan bahwa sejarah itu ditulis dari yang ingat dan yang lupa. Yang ingat artinya adalah berdasarkan dari catatan-catatan masa lalu dan perkataan atau peninggalan dari saksi-saksi sejarah. Sedangkan yang lupa adalah faktor-faktor pendukung dari kesaksian sejarah yang akan membuktikan apakah sejarah itu mengandung unsur kebenaran atau hanya sekedar rekayasa/kebohongan dari penulis sejarah. Merujuk pada situs wikipedia Indonesia, Sejarah, babad, hikayat, riwayat, atau tambo dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal-usul (keturunan) silsilah, terutama bagi raja-raja yang memerintah. Adapun ilmu sejarah adalah ilmu yang digunakan untuk mempelajari peristiwa penting masa lalu manusia. Pengetahuan sejarah meliputi pengetahuan akan kejadian-kejadian yang sudah lampau serta pengetahuan akan cara berpikir secara historis. Orang yang mengkhususkan diri mempelajari sejarah atau ahli sejarah disebut sejarawan. Dahulu, pembelajaran mengenai sejarah dikategorikan sebagai bagian dari ilmu budaya (humaniora). Akan tetapi, kini sejarah lebih sering dikategorikan ke dalam ilmu sosial, terutama bila menyangkut perunutan sejarah secara kronologis. Ilmu sejarah mempelajari berbagai kejadian yang berhubungan dengan kemanusiaan di masa lalu. Ilmu sejarah dapat dibagi menjadi kronologi, historiografi, genealogi, paleografi,
dan kliometrik.
13. Sejarah Salaf di Minangkabau: Plakat Panjang
Plakat Panjang Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 07 Juli, undefined Label: imam bonjol, periode I, plakat panjang | 0 komentar Lalu dakwah ini disambut oleh ulama yang lain diseluruh alam Minangkabau, sampai dapat dilaksanakan dalam sebuah nagari dengan kesepakatan ahli agama dan ahli adat, sebagaimana yang terjadi dalam negeri Bonjol. Dibawah raja nan tiga sela yaitu, 1.Tuanku Imam 2.Datuk bandaharo 3.Datuk sati. Pada masa ini terdapat kesepakatan antara ulama dan kaum adat mengenai kedudukan masing-masing dalam masyarakat
pada umumnya. Kesepakatan yang diakui tidak akan diubah sampai kiamat. Isi dari kesepakatan itu antara lain:Penghulu tetap menjadi raja, katanya didengar perintahnya diturut Alim ulama menjadi suluh bendang dalam negeri, hidup tempat bertanya.
Adat yang tidak disukai agama akan dimasukkan kedalam tanah yang lekang, dihanyutkan ke hilir air.
Hukum yang harus (boleh-red) dalam agama, tetapi adat tidak mengizinkan, tidak akan dipakai. Seperti kawin sepersukuan dan sepayung.
Hukum adat yang disukai agama dinamakan hukum kawi, dan adat yang tidak disukai agama dinamakan adat jahiliyah.
Hukum agama yang telah diakui oleh adat akan menguatkannya, dinamakan syara yang lazim yaitu mazhab Syafii, umpamanya nikah berwali, anak seperintah bapak.
Alim ulama tidak berhak melakukan hukum , tetapi berhak memberikan keterangan pada penghulu.
Penghulu tidak berhak menjalankan hukum sebelum menerima penerangan dari alim ulama, yang dinamakan Minangkabau yang bermufti.
Menetapkan bunyi pepatah: Syara mengata, adat memakai.
Minangkabau bertubuh adat berjiwa Syara’
Penghulu selaku juru batu dan alim ulama selaku kemudi
Adat bersendi syara’, syara’ bersendi kitabullah (Deliar Noer. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Hal 238-239)
12. Sejarah Salaf di Minangkabau: Ustadz Armen Halim Naro Rahimahullah
Ustadz Armen Halim Naro
Rahimahullah Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 07 Juli, undefined Label: periode VI, ustadz armen halim naro | 0 komentar Ketika Ustadz Armen Naro
Rahimahullah masih hidup. Setiap
ada kesempatan saya sering
berdialog dengan beliau tentang
dakwah salaf di minangkabau.
Beliau adalah orang yang sangat bangga terlahir sebagai orang
minang, bukan apa-apa karena di
minangkabau lah awal pertama
gerakan salaf dimulai di Indonesia.
Ini menjadikan beliau
bersemangat untuk “membangkitkan batang
terandam". Beliau punya cita-cita
untuk mengembalikan semangat
Imam Bonjol untuk memurnikan
ajaran Islam di Minangkabau. Setiap ada kesempatan saya
sering mendiskusikan tentang
sejarah gerakan Islam di
minangkabau. Ada tiga orang
yang sangat menginspirasi beliau
dalam mendakwahkan ajaran salaf ini yaitu Tuanku Imam
Bonjol, ayah Buya Hamka, dan
yang terakhir adalah buya Jufri
Rahimahullah Dan sayapun tahu
kalau beliau sedang menulis
tentang “GERAKAN SALAF DI SUMATERA” tapi pada saat itu
saya mengatakan bahwa saya
hanya focus mengenai gerakan
salaf di minangkabau. Meskipun saya pernah aktif
dalam gerakan salaf di
Pekanbaru dan di Batam. Namun
saya lebih memfokuskan tentang
gerakan salaf di sumbar dulu.
Tapi tidak ada salahnya kalau ada yang membaca tulisan ini
memberikan data-data tentang
pelopor gerakan salaf di sana.
Agar ada penulis-penulis lainnya
yang bisa melanjutkan dan
menambah khazanah tulisan ini.
11. Sejarah Salaf di Minangkabau: MEREKA MENDAKWAHKAN AJARAN SALAF
MEREKA MENDAKWAHKAN
AJARAN SALAF Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 07 Juli, undefined Label: ajaran salaf, dakwah salaf, periode III | 0 komentar Dalam catatan kakinya nomor
184 hal 11 Deliar Noer mengutip
perkataan Hamka dalam buku
Ayahku, hal 71-75 yang
mengatakan bahwa ayahnya haji
Rasul telah kenal dan berminat dalam hasil karya Ibnu Taimiyah
dan Ibnu Qaiyim dalam tahun
1908. Dan yang lebih menegaskan lagi
kalau ajaran salaf lah yang
didakwahkan oleh para
pembaharu tesebut adalah apa
yang ditulis oleh para ulama
tersebut didalam majalah yang mereka terbitkan yaitu majalah
Al-Munir. Disamping itu dalam tahap
pertama referensi kepada kitab
mazhab yang ditulis oleh Imam
Syafi’i ataupun pengikutnya
yang sering terjadi. Al-Munir
pada tahun 1912 menyebut Al- Qur’an, hadist dan ijma Al-
mujtahidin sebagai referensi (Al-
Munir, th 2 no. 181). Sedangkan
pada tahun berikutnya Referensi
ijma Al-mujtahidin ini diganti
dengan atsar dari para shahabat nabi (Al-Munir, th 3 no. 2). Para pembaharu itu, sekurang-
kurangnya di Minangkabau ,
mulai meneliti apakah fatwa yang
sudah ada sesuai dengan
sumber-sumber tadi. Dalam
hubungan inilah mereka mengemukakan kemungkinan
terdapat kesalahan pada pihak
pendiri mazhab (Al-Munir, th 3
no.22). (Deliar Noer, Gerakan Modern
Islam di Indonesia 1900-1942. Hal
110)
10. Sejarah Salaf di Minangkabau: The Founding Father
The Founding Father Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 07 Juli, undefined Label: pencetus gerakan salaf, periode I, the founding father | 0 komentar tepat dipermulaan abad 19
(1802) pulanglah tiga orang
ulama dari mekah, yaitu haji
miskin di pandai sikek (luhak
agam), haji abdurrahman di
piobang (luhak limapuluh) dan haji muhammad arif dari sumanik
(luhak tanah datar) yang dikenal
dengan nama tuanku lintau. di akhir abad ke 18 terjadi
perubahan amat hebat di negeri
mekah, karena serangan kaum
wahabi. kaum wahabi mempunyai
ajaran yang keras, agar umat
ummat islam kembali kepada ajaran tauhid yang asli daripada
Rasulullah. Mereka berkeyakinan
umat islam telah terlalu jauh
menyimpang dari ajaran agama. mereka melarang keras
membesar-besarkan kuburan
orang yang dipandang keramat.
mereka membatalkan beberapa
amal yang telah menyimpang dari
pokok ajaran nabi. setelah raja di negeri dar'iyah menerima
paham wahabi daripada
pendirinya yaitu syaikh
muhammad bin abdul wahhab.
mereka telah memakai
kekuasaanya untuk menyebarkan faham itu di
seluruh tanah arab sehingga
dapatlah mereka menaklukkan
seluruh tanah hejaz (mekah dan
madinah). (Hamka; Ayahku hal 14)
9. Sejarah Salaf di Minangkabau: Asal - Muasal Perang Paderi
Asal - Muasal Perang
Paderi Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 07 Juli, undefined Label: Asal ula perang paderi, periode I | 0 komentar Tuanku di Lintau di Luhak Tanah Datar pun kian lama kian luas kekuasaannya. senantiasa juga berhubung-hubungan juga mereka dengan Gerakan Agam. di seluruh nagari-nagari di Lintau, faham baru telah diterima orang. sejak dari kaum agama sampai kaum adat. Apatah lagi sejak dahulu kala nagari-nagari di Minangkabau sudah berdaulat sendiri. ada keluarga di Pagaruyung dan "empat balai" yaitu Suruaso, Sumanik, Sungai Tarab dan Padang Ganting. Cuma kaum-kaum keturunan raja-raja inilah yang senantiasa menghambat gerakan ini. atas anjuran Tuanku Lintau diadakanlah satu kali pertemuan dengan keluarga bangsawan itu. Dalam pertukaran fikiran ternyata kaum bangsawan tidak menunjukkan pendirian yang tegas, mulut mereka berputar- putar. mungkin karena mereka merasa bahwa merekalah yang berkuasa sebagai "sebagai pucuk bulat urat tunggang" adat. Melihat keadaan itu sangat murkalah Tuanku Lintau, sehingga bangsawan itu ditangkap dan dibunuhnya. yang bisa melepaskan diri ialah Raja Alam Muningsyah. Karena yang demikian, maka kaum bangsawan tidak dapat menahan hati lagi. sisa-sisa keturunan raja-raja yang masih tinggal lalu meminta bantu kompeni di padang. Maka saat inilah yang sangat di tunggu-tunggu oleh kompeni Belanda yang telah menerima kembali Bandar Padang dari Tangan Inggris. Ketika itulah Kompeni Belanda mendesak raja- raja dan pengulu-pengulu itu menyerahkan Minangkabau ke tangan Belanda. Anjuran itu terpaksa mereka terima. (Hamka: Ayahku hal 17)
8. Sejarah Salaf di Minangkabau: Para Penentang
Para Penentang Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 07 Juli, undefined Label: para penentang, periode III | 0 komentar Dalam periode ini selain mendapat
tekanan dari pihak Belanda
dalam menjalankan dakwahnya,
juga mendapat mendapat
tantangan dari kaum adat. Salah
seorang penentang yang paling keras terhadap gerakan kaum
muda yaitu Datuk Sutan
Maharaja. Beliau ini terkenal
sebagai seorang yang membenci
islam, dan ayahnya ketika
menjadi laras pernah melarang orang berpuasa ramadhan. Iapun
merupakan turunan dari
keluarga yang sangat
menentang islam sebagai lanjutan
atau kebangkitan kembali
gerakan Paderi. Apalagi syaikh Ahmad Khatib memang
merupakan turunan seorang
hakim Paderi. Berkata datuk ini,”Awas, jangan
biarkan masa Paderi kembali. Kita
orang Minang Kabau harus
berjaga-jaga agar kemerdekaan
kita jangan hilang dengan tunduk
kepada orang-orang mekkah. Negeri indah Minang Kabau
dengan wanitanya yang cantik
memang merupakan surga
dibandingkan dengan negeri Arab
yang panas tandus dimana jenis
lemah dan memang kurang diberkati alam memang perlu
memakai cadar. Oleh sebab itu Datuk Maharaja
bekerja sama dengan kaum
bangsawan di Padang untuk
melawan kaum pembaharu, datuk
tersebut kehilangan alasan
perlawanannya dalam hal waris tadi. Faktor-faktor lain yang
turut memperlemah kedudukan
datuk. Pertama pada masa
paderi sebenarnya telah
terdapat kesepakatan antara
ulama dan kaum adat mengenai bukan saja tentang harta
warisan, tetapi juga tentang
kedudukan masing-masing dalam
masyarakat pada umumnya.
Kesepakatan yang diakui tidak
akan diubah sampai kiamat. (Deliar Noer. Gerakan Modern
Islam di Indonesia 1900-1942. Hal
236)
7. Sejarah Salaf di Minangkabau: TUANKU HAJI MISKIN, PENABUR BENIH PEMBAHARUAN 1
TUANKU HAJI MISKIN,
PENABUR BENIH
PEMBAHARUAN 1 Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 08 Juli, undefined Label: periode I, sejarah para salaf, tuanku haji miskin | 0 komentar pada tahun 1803, tuanku haji
miskin kembali datari tanah suci
mekah. padasaat berada di
mekah, gerakan wahabi yang
dipelopori oleh syaikh muhammad
abdul ibnu wahab (1703-1792), memasuki mekah. gerakan wahabi adalah gerakan
dakwah dengan menyeru umat
mengakui dan melaksanakan
ajaran keesaan Allah (tauhid),
dalam zat, sifat dan perbuatan-
Nya. gerakan mereka dinamakan dengan "Muwahidun" setelah
mendapat dukungan politik dan
militer dari Ibnu sa'ud dari nejed,
gerakan wahabi identik dengan
saudi dalam keberhasilan dan
kegagalannya. tuanku haji miskin menerangkan
pengalaman mereka masing-
masing selama di mekah kepada
tuanku-tuanku dan alim ulama di
luhak agam, lima puluh dan tanah
datar. pada setiap kesempatan mereka menjelaskan bahwa
aliran wahabi di mekah
melaksanakan pembaruan agama,
mgengajurkan kembali ke syariat
yang berdasarkan al-qur'an.
khutbah haji miskin berhasil menjadi sebab lahirnya rencana
perubahan. misi mereka adalah
membersihkan berbagai
pengaruh adat yang berlawanan
dengan ajran islam. ide ini timbul
ketika mereka berkenalan
dengan ajaran kaum wahabi di mekah saat mereka menunaikan
ibadah haji. target mereka tuju
adalah puritanisme (pemurnian )
agama secara menyeluruh, yaitu
ketaatan mutlak terhadap
agama, shalat lima waktu, tidak merokok, berjudi dan menyabung
ayam. (Drs. H. syafnir Aboe Nain Dt.
Kando Marajo; Tuanku Imam
Bonjol, Sejarah Intelektual Islam
di Minangkabau (1784 -1832) hal
34 -35)
6. Sejarah Salaf di Minangkabau: TUANKU HAJI MISKIN, PENABUR BENIH PEMBAHARUAN 2
TUANKU HAJI MISKIN,
PENABUR BENIH
PEMBAHARUAN 2 Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 09 Juli, undefined Label: periode I, tuanku haji miskin | 0 komentar haji miskin yang berasal dari
batu tebal, ampek angkek telah
ikut serta bersama tuanku nan
tuo memperbaiki keamanan
pedagang. ia berangkat
menunaikan ibadah haji pada tahun 1803. kembali dari mekah,
ia melengkapi gagasan-gagasan
pembaruan masyarakat
minangkabau dengan ajaran
qur'an (dan sunnah-pen) sebagai
sumber hukum. Pengalaman di mekah itu hendak
diterapkan di negeri masing-
masing. didalam khotbah, tuanku
haji miskin tersebut
menganjurkan umat islam
menentang orang-orang yang melakukan kemungkaran yang
tidak mengindahkan agama. usaha pengamalan ajaran islam
itu makin sempurna setelah
tuanku haji miskin kembali dari
menunaikan ibadah haji (1803). maka banyak yang mendengar
khabar dari pada pekerjaan
orang mekah madinah
bertambah-tambahlah berahi
hati ( makin rajin dan bergairah)
mendirikan agama Allah dan agama rasulullah dan
bersungguh-sungguhlah orang
mendirikan sembahyang sehingga
sempurna jum'at 40 orang. maka
daripada mula-mula pulang
tuanku haji miskin dari negeri mekah dan madinah hingga orang
berketambuhan (bertambah
banyak). (Drs. H. syafnir Aboe Nain Dt.
Kando Marajo; Tuanku Imam
Bonjol, Sejarah Intelektual Islam
di Minangkabau (1784 -1832) hal
35)
5. Sejarah Salaf di Minangkabau: TUANKU HAJI MISKIN, PENABUR BENIH PEMBAHARUAN 3
TUANKU HAJI MISKIN,
PENABUR BENIH
PEMBAHARUAN 3 Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 09 Juli, undefined Label: periode I, tuanku haji miskin | 0 komentar Haji miskin meninggalkan pandai
sikek dan pindah ke koto laweh,
suatu desa di kaki gunung
singgalang. bersama haji miskin,
faqih saghir menerapkan hukum
syariat pendamping adat minangkabau. kemudian ia pindah
ke daerah IV koto yang
berbatasan dengan agam bagian
selatan. haji miskin ingin
menerapkan tuntunan hidup
berlandaskan kaidah agama dalam setiap sikap hidup. pada tahun 1807, haji miskin
pindah ke bukit kamang. bersama
tuanku nan renceh ia merencana
gerakan pembaruan padri
bersama tuanku nan salapan.
pada saat itu pula tuanku bandaro bersama peto syarif
datang bersama ke surau bansa
di kamang, belajar sendiri
hakikat pembaruan yang
dilaksanakan tuanku nan renceh
bersama tuanku haji miskin. sesudah diam di kamang bersama
tuanku nan renceh, tuanku haji
miskin pindah ke air terbit, ke
surau sungai landai. haji miskin
melanjutkan usaha pembaruan di
luhak limapuluh (1811). ia berangkat ke ranah ini untuk
menggugah para ulama agar
menyebarkan ajaran baru itu. ia
berhasiil pula menggerakkan hati
malin putih di air tabik untuk
melakukan pembaharuan, suatu hal yang berhasi dengan baik.
penduduknya lemah lembut dan
mudah menerima pembaruan itu.
ia berhasil pula membawa
masyarakat untuk mendirikan
agama Allah. (Drs. H. syafnir Aboe Nain Dt.
Kando Marajo; Tuanku Imam
Bonjol, Sejarah Intelektual Islam
di Minangkabau (1784 -1832) hal
36-37)
Selasa, 01 November 2011
http://www.abufairuz.com/2011/download/pusat-pendidikan-islam-terpadu-imam-syafi’i/
Mimpi Kita: Pusat
Pendidikan Islam
Terpadu Imam Syafi’i,
Nongsa Batam Diposting oleh adminabufairuzcom
pada 1 November 2011
Kategori: Download Tags: Pusat Pendidikan Islam Terpadu Imam
Syafi’i , SMPIT Imam Syafi'i Batam — Inilah mimpi kita, khususnya kami
kaum Muslimin, Ahlussunah wal
jama’ah Batam dan sekitarnya,
mendirikanPusat Pendidikan Islam Terpadu Imam Syafi’i yang berpusat di daerah Nongsa,
Batam. Di pusat pendidikan ini
insya Allah akan berdiri gedung
SMPIT, SMAIT, Asrama, Majid,
Islamic Center, Kantin, Sarana
Olahraga dan Perumahan Guru dan Karyawan. Pusat Pendidikan ini diharapkan
nantinya juga menjadi wadah
bagi orang tua untuk menitipkan
anaknya sebagai bagian menuju
tarbiyah yg berlandaskan tauhid
dan akhlak yg mulia. InsyaAllah untuk tahun ajaran
2012/2013 Juni depan akan
dimulai kegiatan belajar untuk
siswa-siswi SMPIT Imam Syafi’i
angkatan pertama. Sehingga
pembangunan gedung SMP IT ini masuk kategori top urgent yang
mau tak mau harus dimulai dari
sekarang. Dan pembangunan
tahap awal ini memerlukan
pembiayaan dana yang cukup
besar. Gambar-gambar di bawah ini
adalah master plan dari Pusat
Pendidikan Islam Terpadu Imam
Syafi’i, yang akan diawali
dengan pembangunan gedung
SMPIT terlebih dahulu Pusat Pendidikan Islam Terpadu Imam Syafi’i Pusat Pendidikan Islam Terpadu Imam Syafi’i Pusat Pendidikan Islam Terpadu Imam Syafi’i Pusat Pendidikan Islam Terpadu Imam Syafi’i Pusat Pendidikan Islam Terpadu Imam Syafi’i Pusat Pendidikan Islam Terpadu Imam Syafi’i Untuk mengetahui lebih lanjut
tentang proyek impian kita ini
bisa lihat di website Yayasan Islam AlKahfi Bagi kamu muslimin yang ingin
mendapatkan proposal
pembangunan gedung SMP IT
Imam Syafi’i ini, silakan
mengirimkan email ke admin web
di admin@abufairuz.com Barokallahu fiikum, Nas’alullaha
Salamah Wal’Afiah
http://www.abufairuz.com/2011/download/khutbah-jumat-masjid-sabiilun-najaah-14-oktober-masuknya-bulan-dzulhijjah-1432h/
Khutbah Jum’at Masjid
Sabiilun Najaah (14
Oktober): Masuknya
Bulan DzulHijjah 1432H Diposting oleh adminabufairuzcom
pada 1 November 2011
Kategori: Download Tags: khutbah jum'at, pengorbanan buat Islam — bismillah walhamdulillah, Berikut ini adalah khutbah
jum’at Ustadz Abu Fairuz
bertempat di Masjid Sabiilun
Najaah, Batu Aji, Kota Batam.
Khutbah pada tanggal 14
Oktober 2011 ini mengambil tema tentang Idul Adha, dimana akan
masuk sebentar lagi (waktu itu)
bulan Dzulhijjah. Di dalam khutbahnya beliau
menyinggung tentang apa yang
telah kita korbankan buat
agama ini, menggugah hati dan
pikiran kita dengan membawakan
kisah-kisah bagaimana pengorbanan Nabi Ibrohim alaihis
salam dan putranya Ismail alaihis
salam. Kisah sahabat Amr bin
Jamuh radhiallahu ’anhu yang
berjihad dengan kaki yang
pincang. Silakan dengarkan dan semoga
bermanfaat, barokallahu fiikum
ASAL-MUASAL PERANG PADERI 2
Dua peristiwa yang menyebabkan tuanku nan renceh merubah sikapnya menajadi keras dan menebarkan "perang agama" adalah:
1. pengaduan perampasan barang dagangan tuanku tarabi, orang koto baru. ia melaporkan kepada sidang jamaah tuanku nan renceh. menanggapi laporan itu tuanku nan renceh dan orang banyak menyerang negeri yang merampas barang dagangan tuanku turabi.
2. orang bukit batabuah menahan 5 orang kemenakan tuanku nan renceh yang dilarikan ke bukit batabuah. faqih sagir menyaksikan peristiwa itu dan berkeja-kejaran dalam usaha mengembalikannya, namun ia tak kuasa menghadapi orang banyak itu.
3. ketika faqih saghir dan tuanku nan tuo berdamai dengan belanda. tuanku nan tuo mengizinkan belanda membuat benteng gedung batu dan faqih sagir bergelar tuanku samik menjadi regen agam.
akhirnya tuanku nan renceh mengumandangkan ajaran jihad dari surau bansa, di kamang. ia dibantu oleh tuanku haji sumanik yang mengajarkan mempergunakan persenjataan. tuanku nan renceh pun menawan pula dua orang bukit batabuah. negeri-negeri di sekitarnya seperti kamang, tilatang, padang tarab, ujung guguk, canduang, kemudian matur dan lima puluh di serangnya. dengan badannya yang kurus tinggi dan pandangan mata yang menyala, ia memberi contoh bagaimana ajaran agama di jalankan tanpa tawar-menawar.
Masyarakat muslim yang ingin ditegakkan nya adalah masyarakat muslim yang tidak mengenal menyabung ayam, minuman keras, menghisap candu. siapa yang tidak taat dihukum dan diserangnya.
(Drs. H. syafnir Aboe Nain Dt. Kando Marajo; Tuanku Imam Bonjol, Sejarah Intelektual Islam di Minangkabau (1784 -1832) hal 38)
SYAIKH AHMAD KHATIB DAN TAREKAT
Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 16 Juli, undefined Label: haji abdullah ahmad, periode II, syaikh ahmad khatib, tarekat naqsyabandi | Comments 0 komentar
Ahmad khatib semula dididik di dalam pikiran tarekat naqsyabandi di daerah asalnya. tetapi setelah memperdalam pengetahuan agama dan hukum islam di mekah ia sangat mengecam dan menentang praktek tarekat di negerinya. ahmad khatib sangat dipengaruhi pelajaran agama yang di perolehnya. ajaran tersebut telah mendorongnya untuk berusaha membersihkan agama islam dari berbagai praktek yang tidak pernah ada pada masa Rasul dan para shahabat serta dari berbagai unsur baru yang timbul karena perkembangan tarekat.
menurutnya ke dalam tarekat naqsyabandi telah masuk bid'ah yang tidak terdapat pada masa Rasul dan para sahabat dan tidak pernah diamalkan oleh imam mahzab yang empat. seperti menghadirkan gambar/rupa guru dalam ingatan ketika mulai suluk - sebagai perantara kepada Tuhan.
beliau mengatakan perbuatan serupa itu sama saja dengan penyembahan berhala yang dilakukan oleh orang-orang musyrik. karena rupa guru yang dihadirkan dan berhala-berhala yang dibuat oleh manusia tidak memberikan manfaat dan mudharat kepada manusia.
penolakan ahmad khatib terhadap praktek tarekat naqsyabandi di minangkabau di ungkapkan dalam buku yang berjudul "Izhar Zughal al-Kadzibin" yang artinya menjelaskan kekeliruan para pendusta. buku yang dikarang oleh ahmad khatib untuk menjawab pertanyaan muridnya haji abdullah ahmad di padang panjang.
bukut tersebut telah sampai di minangkabau tahun 1906.
kemudian ahmad khatib menulis beberapa buku lagi mengenai naqsyabandi, tetapi bukan lagi untuk menjawab pertanyaan, melainkan utuk menghadapi tantangan. buku "Izhar Zughal al-Kadzibin" telah memancing polemik diantara pembela tarekat.
(Drs.Akhria Nazwar; Syekh Ahmad Khatib, Ilmuwan Islam Dalam Permulaan Abad Ini hal 20 -21)
SYAIKH AHMAD KHATIB DAN MINANGKABAU 1
Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 21 Juli, undefined Label: adat, minangkabau, periode II, syaikh ahmad khatib, syaikh sa'ad mungka, warisan | Comments 0 komentar
Syaikh Ahmad Khatib dilahirkan dari kalangan agama dan adat yang kuat. Pendahulu-pendahulunya disamping pemuka agama juga ada yang menjadi pemuka adat. Tetapi kecenderungan untuk lebih mendahulukan agama daripada adat telah menonjol dari pihak keluarga ayah ahmad khatib. Keluarga ini sangat memikirkan kemajuan anak-anak mereka.
Menurut adat minangkabau harta pusaka diwariskan kepada kemenakan, bukan kepada anak sesuai dengan ajaran Islam. sedangakn kemanakan laki-laki hanya menjadi pembantu saja dalam menggarap dalam memelihara harta pusaka itu.
Ia hanya memperoleh sebagian hasil sebagai upah pekerjaannya. padahal menurut ajaran Islam, harta pusaka diwariskan kepada anak sendiri dengan ketentuan anak laki-laki memperoleh bagian yang lebih besar daripada anak perempuan. Jadi jelas adanya perbedaan/pertentangan antara peraturan adat dengan peraturan agama dalam hal warisan di minangkabau.
Pengetahuan agama yang diperoleh Ahmad Khatib telah membentuk sikapnya yang tegas terhadap adat-istiadat minangkabau yang berdasarkan sistem kekeluargaan matriarkat itu.
beliau sangat menentang ada, terutama dalam hal warisan. tantangannya terhadap adat ini bahkan lebih keras daripada tantangannya terhadap tarekat naqsyabandi.
Beliau menulis dua buah buku mengenai harta pusaka ini, yaitu; "Al-Da'i al-masmu' fi 'il-radd 'ala yuwarritsu' ;-ikhwahwa awlad al-akhawat ma'a wujud al-ushul wa'l-furu' " yang artinya "seruan yang di didengar dalam menolak perwarisan kepada saudara dan anak-anak saudara perempuan beserta dasar dan perincian". ditulis dalam bahasa arab dan dicetak di mesir pada tahun 1309 H.
Menurut keterangan B.J.O.Schirieke masih ada publikasi-publikasi lain dari ahmad khatib yang menyinggung masalah warisan ini. mengenai ini ia menunjuk buku Al-Ajat al-Bayyinat halaman 15. buku yang ditujukan Ahmad Khatib kepada seorang ulama tradisi pembela tarekat yang bernama Syaikh Sa'ad Mungka.
(Drs.Akhria Nazwar; Syekh Ahmad Khatib, Ilmuwan Islam Dalam Permulaan Abad Ini hal 22-23)
PERTARUNGAN YANG TAK PERNAH BERAKHIR
Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 22 Juli, undefined Label: padang ekspres, periode VII, perti, tarekat naqsyabandi | Comments 0 komentar
Namun meskipun sudah lebih 100 tahun perdebatan antara syaikh ahmad khatib dengan kaum tarekat di minangkabau, persoalan ini tidak pernah berakhir dengan berlalunya waktu. Bahkan Arena peperangan dari waktu ke waktu tidak berubah, yaitu peperangan intelektual dan pengaruh. Dimana masing-masing musuh dari berbagai golongan berlomba-lomba mengambil pengaruh terhadap lembaga kekuasaan ataupun media massa untuk menyuarakan keyakinan-keyakinan mereka.
Dalam Koran harian Padang Ekspres, jumat 22 juli 2011 diberitakan kalau salah satu musuh terbesar kaum sufi adalah salafi, seperti yang mereka tulis,
“ kondisi sekarang, ajaran Islam yang dibawa kaum sufi dihadapkan pada dua kutub yang berbahaya. Yakni radikalisme, wahabisme dan salafisme yang menfatwakan tasawuf sebagai bid’ah. Dan kelompok liberal dan serta sekuler yang dapat melemahkan jiwa keislaman. Demikian pointer penting acara konferensi sufi internasional (Al-Multaqo As-Shufy al-‘Alami) akhir pecan lalu di hotel Borobudur Jakarta.
Konferensi ini dihadiri ulama sufi berbagai belahan dunia. Antara lain syekh Hisyam kabbani tokoh ulama dari Amerika Serikat, Syekh Muhammad Fadlil al-Jaelani (Turki), syekh Jibril Fuad al-haddad (Brunei Darussalam), dan Prof Tonaga (Jepang)
Ketua persatuan TArbiyah Islamiyah sumbar, H Boy Lestari Dt Rajo Palindih (Mursyid Tarekat naqsyabandiyah) bersama Prof Duski Samad ( mewakili syekh syatariah Sumbar) dan Prof Salmadanis (ketua tarekat mu’tabarah Indonesia Sumbar) mendapat kehormatan diundang dalam konferensi internasional tersebut. (Koran harian Padang Ekspres, jumat 22 juli 2011)."
Hal ini menjadi jelas bahwa permusuhan antara pengikut salaf dan kaum sufi tidak akan pernah berakhir. Karena memang keyakinan pengikut salaf dan pengikut kaum sufi berada di kutup yang berbeda. Baik dari segi keyakinan maupun ibadah.
Terapi Rasulullah Dalam Penyembuhan Penyakit Al-Isyq (Cinta)
Diposting oleh Ustadz Abu Fairuz pada 14 July 2010
Kategori: Tazkiyatun Nufus Tags: Al-Isyq (Cinta), penyembuhan virus hati, terapi cinta —
Oleh : Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
Mukaddimah
Virus hati yang bernama cinta ternyata telah banyak memakan korban. Mungkin anda pernah mendengar seorang remaja yang nekat bunuh diri disebabkan putus cinta, atau tertolak cintanya. Atau anda pernah mendengar kisah Qeis yang tergila-gila kepada Laila. Kisah cinta yang bermula sejak mereka bersama mengembala domba ketika kecil hingga dewasa. Akhirnya sungguh tragis, Qeis benar-benar menjadi gila ketika laila dipersunting oleh pria lain. Apakah anda pernah mengalami problema seperti ini atau sedang mengalaminya? mau tau terapinya? Mari sama-sama kita simak terapi mujarab yang disampaikan Ibnu Qoyyim dalam karya besarnya Zadul Ma’ad.
Beliau berkata : Gejolak cinta adalah jenis penyakit hati yang memerlukan penanganan khusus disebabkan perbedaannya dengan jenis penyakit lain dari segi bentuk, sebab maupun terapinya. Jika telah menggerogoti kesucian hati manusia dan mengakar di dalam hati, sulit bagi para dokter mencarikan obat penawarnya dan penderitanya sulit disembuhkan.
Allah mengkisahkan penyakit ini di dalam Al-Quran tentang dua tipe manusia, pertama wanita dan kedua kaum homoseks yang cinta kepada mardan (anak laki-laki yang rupawan). Allah mengkisahkan bagaimana penyakit ini telah menyerang istri Al-Aziz gubernur Mesir yang mencintai Nabi Yusuf, dan menimpa Kaum Luth. Allah mengkisahkan kedatangan para malaikat ke negeri Luth
Dan datanglah penduduk kota itu (ke rumah Luth) dengan gembira (karena) kedatangan tamu-tamu itu. Luth berkata: “Sesungguhnya mereka adalah tamuku; maka janganlah kamu memberi malu (kepadaku), dan bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu membuat aku terhina “.Mereka berkata: “Dan bukankah kami telah melarangmu dari (melindungi) manusia?” Luth berkata: “Inilah puteri-puteri (negeri) ku (kawinlah dengan mereka), jika kamu hendak berbuat (secara yang halal)”. (Allah berfirman): “Demi umurmu (Muhammad), sesungguhnya mereka terombang-ambing di dalam kemabukan (kesesatan)”. [Al-Hijr: 68-72]
KEBOHONGAN KISAH CINTA NABI DENGAN ZAINAB BINTI JAHSY
Ada sekelompok orang yang tidak tahu menempatkan kedudukan Rasul sebagaimana layaknya, beranggapan bahwa Rasulullah tak luput dari penyakit ini sebabnya yaitu tatkala beliau melihat Zaenab binti Jahsy sambil berkata kagum: Maha Suci Rabb yang membolak-balik hati, sejak itu Zaenab mendapat tempat khusus di dalam hati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, oleh karena itu Beliau berkata kepada Zaid bin Haritsah: Tahanlah ia di sisimu hingga Allah menurunkan ayat:
“Artinya : Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan ni`mat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi ni`mat kepadanya : “Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah”, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap isterinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mu’min untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi” [Al-Ahzab :37] [1]
Sebagain orang beranggapan ayat ini turun berkenaan kisah kasmaran Nabi, bahkan sebagian penulis mengarang buku khusus mengenai kisah kasmaran para Nabi dan meyebutkan kisah Nabi ini di dalamnya. Hal ini terjadi akibat kejahilannya terhadap Al-Quran dan kedudukan para Rasul, hingga ia memaksakan kandungan ayat apa-apa yang tidak layak dikandungnya dan menisbatkan kepada Rasulullah suatu perbuatan yang Allah menjauhkannya dari diri Beliau .
Kisah sebenarnya, bahwa Zainab binti Jahsy adalah istri Zaid ibn Harisah .–bekas budak Rasulullah– yang diangkatnya sebagai anak dan dipanggil dengan Zaid ibn Muhammad. Zainab merasa lebih tinggi dibandingkan Zaid. Oleh Sebab itu Zaid ingin menceraikannya. Zaid datang menemui Rasulullah minta saran untuk menceraikannya, maka Rasulullah menasehatinya agar tetap memegang Zainab, sementara Beliau tahu bahwa Zainab akan dinikahinya jika dicerai Zaid. Beliau takut akan cemoohan orang jika mengawini wanita bekas istri anak angkatnya.
Inilah yang disembunyikan Nabi dalam dirinya, dan rasa takut inilah yang tejadi dalam dirinya. Oleh karena itu di dalam ayat Allah menyebutkan karunia yang dilimpahkanNya kepada Beliau dan tidak mencelanya karena hal tersebut sambil menasehatinya agar tidak perlu takut kepada manusia dalam hal-hal yang memang Allah halalkan baginya sebab Allah-lah yang seharusnya ditakutinya. Jangan Sampai beliau takut berbuat sesuatu hal yang Allah halalkan karena takut gunjingan manusia, setelah itu Allah memberitahukannya bahwa Allah langsung yang akan menikahkannya setelah Zaid menceraikan istrinya agar Beliau menjadi contoh bagi umatnya mengenai kebolehan menikahi bekas istri anak angkat, adapun menikahi bekas istri anak kandung maka hal ini terlarang.sebagaimana firman Allah:
“Artinya : Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu” [Al-Ahzab: 40]
Allah berfirman di pangkal surat ini:
“Artinya : Dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja” [Al-Ahzab : 4]
Perhatikanlah bagaiamana pembelaan terhadap Rasulullah ini, dan bantahan terhadap orang-orang yang mencelanya. Wabillahi at-Taufiq.
Tidak dipungkiri bahwa Rasulullah sangat mencintai istri-istrinya. Aisyah adalah istri yang paling dicintainya, namun kecintaannya kepada Aisyah dan kepada lainnya tidak dapat menyamai cintanya tertinggi, yakni cinta kepada Rabbnya. Dalam hadis shahih:
“Artinya : Andaikata aku dibolehkan mengambil seorang kekasih dari salah seorang penduduk bumi maka aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai kekasih”[2]
KRITERIA MANUSIA YANG BERPOTENSI TERJANGKIT PENYAKIT AL-ISYQ
Penyakit al-isyq akan menimpa orang-orang yang hatinya kosong dari rasa mahbbah (cinta) kepada Allah, selalu berpaling dariNya dan dipenuhi kecintaan kepada selainNya. Hati yang penuh cinta kepada Allah dan rindu bertemu dengaanNya pasti akan kebal terhadap serangan virus ini, sebagaimana yang terjadi dengan Yusuf alaihis salam:
“Artinya ; Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tiada melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih” [Yusuf : 24]
Nyatalah bahwa Ikhlas merupakan immunisasi manjur yang dapat menolak virus ini dengan berbagai dampak negatifnya berupa perbuatan jelek dan keji.Artinya memalingkan seseorang dari kemaksiatan harus dengan menjauhkan berbagai sarana yang menjurus ke arah itu .
Berkata ulama Salaf: penyakit cinta adalah getaran hati yang kosong dari segala sesuatu selain apa yang dicinta dan dipujanya. Allah berfirman mengenai Ibu Nabi Musa:
“Artinya ; Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya” [Al-Qasas :11]
Yakni kosong dari segala sesuatu kecuali Musa karena sangat cintanya kepada
Musa dan bergantungnya hatinya kepada Musa.
BAGAIMANA VIRUS INI BISA BERJANGKIT ?
Penyakit al-isyq terjadi dengan dua sebab, Pertama : Karena mengganggap indah apa-apa yang dicintainya. Kedua: perasaan ingin memiliki apa yang dicintainya. Jika salah satu dari dua faktor ini tiada niscaya virus tidak akan berjangkit. Walaupun Penyakit kronis ini telah membingungkan banyak orang dan sebagian pakar berupaya memberikan terapinya, namun solusi yang diberikan belum mengena.
MAKHLUK DICIPTAKAN SALING MENCARI YANG SESUAI DENGANNYA
Berkata Ibn al-Qayyim: ketetapan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hikmahNya menciptakan makhlukNya dalam kondisi saling mencari yang sesuai dengannya, secara fitrrah saling tertarik dengan jenisnya, sebaliknya akan menjauh dari yang berbeda dengannya.
Rahasia adanya percampuran dan kesesuaian di alam ruh akan mengakibatkan adanya keserasian serta kesamaan, sebagaimana adanya perbedaan di alam ruh akan berakibat tidak adanya keserasian dan kesesuaian. Dengan cara inilah
tegaknya urusan manusia. Allah befirman:
“Artinya : Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya” [Al-A'raf :189]
Dalam ayat ini Allah menjadikan sebab perasaan tentram dan senang seorang lelaki terhadap pasangannya karena berasal dari jenis dan bentuknya. Jelaslah faktor pendorong cinta tidak bergantung dengan kecantikan rupa, dan tidak pula karena adanya kesamaan dalam tujuan dan keingginan, kesamaan bentuk dan dalam mendapat petunjuk, walaupun tidak dipungkiri bahwa hal-hal ini merupakan salah satu penyebab ketenangan dan timbulnya cinta.
Nabi pernah mengatakan dalam sebuah hadisnya:
“Artinya : Ruh-ruh itu ibarat tentara yang saling berpasangan, yang saling mengenal sebelumnya akan menyatu dan yang saling mengingkari akan berselisih “[3]
Dalam Musnad Imam Ahmad diceritakan bahwa asbabul wurud hadis ini yaitu ketika seorang wanita penduduk Makkah yang selalu membuat orang tertawa hijrah ke Madinah ternyata dia tinggal dan bergaul dengan wanita yang sifatnya sama sepertinya yaitu senang membuat orang tertawa. Karena itulah nabi mengucapkan hadis ini.
Karena itulah syariat Allah akan menghukumi sesuatu menurut jenisnya, mustahil syariat menghukumi dua hal yang sama dengan perlakuan perbeda atau mengumpulkan dua hal yang kontradiktif. Barang siapa yang berpendapat lain maka jelaslah karena minimnya ilmu pengetahuannya terhadap syariat ini atau kurang memahami kaedah persamaan dan sebaliknya.
Penerapan kaedah ini tidak saja berlaku di dunia lebih dari itu akan diterapkan pula di akhirat, Allah berfirman:
“Artinya : (kepada malaikat diperintahkan): Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah” [As-Shaffat : 23]
Umar ibn Khtaab dan seteelahnya Imam Ahmad pernah berkata mengenai tafsiran wajahum yakni yang sesuai dan mirip dengannya .Allah juga berfirman
“Artinya : Dan apabila jiwa dipertemukan” [At-Takwir : 7]
Yakni setiap orang akan digiring dengan orang-orang yang sama prilakunya dengannya, Allah akan menggiring antara orang-orang yang saling mencintai kareNya di dalam surga dan akan menggiring orang orang yang saling bekasih-kasihan diatas jalan syetan di neraka Jahim, tiap oran akan digiring dengan siapa yang dicintainya mau tidak mau. Di dalam mustadrak Al-Hakim disebukan bahwa Nabi bersabda:
“Artinya : Tidaklah seseorang mencintai suatu kaum kecuali akan digiring bersama mereka kelak” [4]
[Diterjemahkan oleh : Ustadz Ahmad Ridwan,Lc (Abu Fairuz Al-Medani), Dari kitab : Zadul Ma'ad Fi Hadyi Khairi Ibad, Juz 4, halaman 265-274, Penulis Ibnu Qayyim Al-Jauziah]
_________
Foote Note
[1]. Ini berita batil yang diriwayatkan oleh Ibn Sa’ad dalam at-Tabaqat/101-102, dan al-Hakim 3/23 dari jalan Muhammad ibn Umar al Waqidi seorang yang Matruk (ditinggalkan)– dan sebagian menggapnya sebagai pemalsu hadis, dari Muhakmmad ibn Yahya ibn Hibban–seorang yang siqah –namun riwayat yang diriwayatkannya dari Nabi sekuruhnya mursal. Kebatilah riwayat ini telah diterangkan oleh para ulama almuhaqqiqin. Mereka berkata: Penukil riwayat ini dan yang menggunakan ayat ini sebagai dalil terhadap prasangka buruk mereka mengenai Rasulullah sebenranya tidak meletetakkan kedudukan kenabian Rasulullah sebagaimana layaknya, dan tidak mengerti makna kemaksuman Beliau. Sesungguhnya yang disembunayikan Nabi di dalam dirinya dan belakangan Allah nampakkan adalah berita yang Allah sampaikan padanya bahwa kelak Zaenab akan menjadi istrinya. Faktor yang membuat nabi menyembunyikan berita ini tidak lain disebabkan perasaan takut beliau terhadap perkataan orang bahwa Beliau tega menikahi istri anak angkatnya . Sebenarnya dengan kisah ini Allah ingin membatakan tadisi jahiliyyah ini dalam hal adopsi , yaitu dengan menikahkan Rasulullah dengan istri anak angkatnya. Peristiwa yang terjadi dengan Rasulullah ini sebagai pemimpin manusia akan lebih diterima dan mengena di hati mereka.. Lihat Ahkam Alquran 3/1530,1532 karya Ibn Arabi dan Fathul Bari 8/303, Ibn Kastir 3/492, dan Ruhul Ma’ani 22/24-25.
[2]. Hadis diriwayatkan oleh Bukhari 7/15 dalam bab fadhail sahabat Nabi, dari jalan Abdullah ibn Abbas, dan diriwayatkan oleh Imam Muslim (2384) dalam Fadail Sahabat, bab keutamaan Abu Bakar, dari jalan Abdullah ibn Masud, dan keduanya sepakat meriwayatkan dari jalan Abu Sa’id al-khudri.
[3]. Hadis Riwayt Bukhari 7/267dari hadis Aisyah secara muallaq, dan Muslim (2638) dari jalan Abu Hurairah secara mausul
[4]. Diriwayatkan oleh Ahmad 6/145, 160, dan an-Nasai dari jalan Aisyah Bahwa Rasulullah Saw bersabda: Aku bersumpah terhadap tiga hal, Allah tidak akan menjadikan orang-orang yang memiliki saham dalam Islam sama dengan orang yang tidak memiliki saham, saham itu yakni: Sholat, puasa dan zakat. Tidak lah Allah mengangkat seseorang di dunia, kemudain ada selainNya yang dapat mengankat (derajatnya) di hari kiamat. Tidaklah seseorang mencintai suatu kaum kecuali kelak Allah akan menggumpulkannya bersama (di akhirat). Kalau boleh aku bersumpat terhadap yang keempat dan kuharap aku tiodak berdosa dalam hal ini yaitu tidaklah seseorang memberi pakaian kepada orang lain (untuk menutupi auratnya) kecuali Allah akn memberikannya pakaian penutup di hari kiamat. Para perawi hadis ini stiqah kecuali Syaibahal-khudri (di dalam Musnad di tulis keliru dengan al-isyq-hadromi). Dia meriwayatkan dari Urwah, dan dia tidak di tsiqahkan kecuali oleh Ibn Hibban, namun ada syahidnya dari hadist Ibn Masud dari jalur Abu Yala, dan Thabrani dari jalur Abu Umamah, dengan kedua jalan ini hadis ini menjadi sahih.
Langganan:
Postingan (Atom)