Entri Populer

Kamis, 03 November 2011

13. Sejarah Salaf di Minangkabau: Plakat Panjang

Plakat Panjang Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 07 Juli, undefined Label: imam bonjol, periode I, plakat panjang | 0 komentar Lalu dakwah ini disambut oleh ulama yang lain diseluruh alam Minangkabau, sampai dapat dilaksanakan dalam sebuah nagari dengan kesepakatan ahli agama dan ahli adat, sebagaimana yang terjadi dalam negeri Bonjol. Dibawah raja nan tiga sela yaitu, 1.Tuanku Imam 2.Datuk bandaharo 3.Datuk sati. Pada masa ini terdapat kesepakatan antara ulama dan kaum adat mengenai kedudukan masing-masing dalam masyarakat pada umumnya. Kesepakatan yang diakui tidak akan diubah sampai kiamat. Isi dari kesepakatan itu antara lain:Penghulu tetap menjadi raja, katanya didengar perintahnya diturut Alim ulama menjadi suluh bendang dalam negeri, hidup tempat bertanya. Adat yang tidak disukai agama akan dimasukkan kedalam tanah yang lekang, dihanyutkan ke hilir air. Hukum yang harus (boleh-red) dalam agama, tetapi adat tidak mengizinkan, tidak akan dipakai. Seperti kawin sepersukuan dan sepayung. Hukum adat yang disukai agama dinamakan hukum kawi, dan adat yang tidak disukai agama dinamakan adat jahiliyah. Hukum agama yang telah diakui oleh adat akan menguatkannya, dinamakan syara yang lazim yaitu mazhab Syafii, umpamanya nikah berwali, anak seperintah bapak. Alim ulama tidak berhak melakukan hukum , tetapi berhak memberikan keterangan pada penghulu. Penghulu tidak berhak menjalankan hukum sebelum menerima penerangan dari alim ulama, yang dinamakan Minangkabau yang bermufti. Menetapkan bunyi pepatah: Syara mengata, adat memakai. Minangkabau bertubuh adat berjiwa Syara’ Penghulu selaku juru batu dan alim ulama selaku kemudi Adat bersendi syara’, syara’ bersendi kitabullah (Deliar Noer. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Hal 238-239)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar