Entri Populer

Sabtu, 05 November 2011

tauhid prioritas utama D almanhaj.or.id - Kewajiban Memberikan Perhatian Kepada Aqidah Tidak Berarti Melalaikan Syariat Yang Lainnya

Kategori Tauhid Prioritas Utama Kewajiban Memberikan Perhatian Kepada Aqidah Tidak Berarti Melalaikan Syariat Yang Lainnya Selasa, 18 Mei 2004 07:41:20 WIB KEWAJIBAN MEMBERIKAN PERHATIAN KEPADA AQIDAH TIDAK BERARTI MELALAIKAN SYARIAT YANG LAINNYA BERUPA IBADAH, AKHLAK DAN MUAMALAH Oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani Saya mengulangi peringatan ini bukan bermaksud bahwa saya di dalam pembicaraan tentang penjelasan hal yang terpenting kemudian yang penting lalu apa yang ada dibawahnya, agar para da'i membatasi untuk semata-mata menda'wahkan kalimat thayyibah dan memahamkan maknanya saja, namun setelah Allah menyempurnakan nikmat-Nya kepada kita dengan menyempurnakan agama-Nya !, bahkan merupakan suatu keharusan bagi para da'i untuk membawa Islam ini secara keseluruhan, tidak sepotong-potong. Dan ketika saya mengatakan hal ini setelah adanya penjelasan yang kesimpulannya adalah para da'i Islam benar- benar memberikan perhatian kepada sesuatu yang paling penting dalam Islam, yaitu memahamkan kaum muslimin kepada aqidah yang benar bersumber dari kalimat thayyibah Laa Ilaaha Illallah, maka saya ingin membahas bahwa penjelasan tersebut tidak berarti seorang muslim hanya semata- mata memahami makna Laa Ilaha Illallah yaitu : "Tidak ada yang diibadahi dengan hak dalam alam semesta ini kecuali Allah saja!" Akan tetapi hal itu juga mengharuskan seorang muslim memahami ibadah-ibadah lainnya yang seyogyanya Rabb kita diibadahi dengannya, dan tidak memperuntukkan sedikit pun dari ibadah itu kepada seorang hamba diantara hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta'ala. Penjelasan tentang rincian ini juga harus diiringi dengan makna yang ringkas dari kalimat thayyibah tersebut. Dan ada baiknya saya akan memberikan beberapa contoh -sesuai dengan apa yang nampak bagiku-, karena penjelasan global saja tidaklah cukup. Saya katakan bahwa sesunguhnya kebanyakan kaum muslimin yang bertauhid dengan benar dan orang-orang yang memperuntukkan ibadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla, hati mereka hampa dari pemikiran dan keyakinan-keyakinan yang benar yang disebutkan dalam Al- Qur'an dan As-Sunnah. Kebanyakan orang- orang yang bertauhid itu membaca banyak ayat dan hadits-hadits yang berisi tentang aqidah, tetapi mereka tidak memperhatikan apa yang tersirat di dalamnya, padahal itu termasuk dari kesempurnaan iman terhadap Allah Azza wa Jalla. Ambillah sebuah contoh aqidah yaitu beriman terhadap ketinggian Allah Azza wa Jalla di atas apa-apa yang Dia ciptakan. Berdasarkan pengalaman, saya mengetahui bahwa mayoritas dari saudara- saudara kita yang bertauhid dan bermanhaj salaf (mengikuti pemahaman salafus shalih) meyakini bersama-sama kita bahwa Allah Azza wa Jalla berada di atas 'Arsy dengan tanpa ta'wil (merubah arti) dan tanpa takyif (menanyakan bagaimana). Akan tetapi ketika datang kepada mereka kaum mu'tazilah modern atau jahmiyah modern atau orang- orang maturidi atau asy'ari yang menyampaikan kepada mereka syubhat yang memahami berdasarakan zhahirnya saja, dimana orang yang memberi syubhat maupun orang yang diberi syubhat tersebut tidak memahami maknanya, maka dia menjadi bingung terhadap aqidahnya dan tersesat jauh. Mengapa ? Karena dia tidak mengambil aqidah yang benar dari segala sisi yang telah dipaparkan penjelasannya dalam Kitabullah Azza wa Jalla dan hadits Nabi kita Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika orang mu'tazilah modern itu berkata : Allah Azza wa Jalla berfirman : "Artinya : Apakah kamu merasa aman terhadap (Allah) yang di langit ?". [Al-Mulk : 17] Dan kalian berkata sesungguhnya Allah di langit, maka ini maknanya adalah berarti kalian menjadikan sesembahan kalian berada pada suatu tempat yaitu langit yang merupakan mahluk !!. Maka dia melontarkan syubhat kepada orang yang ada dihadapannya. [Disalin dari buku At- Tauhid Awwalan Ya Du'atal Islam, edisi Indonesia TAUHID, Prioritas Pertama dan Utama, oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, hal 27-30, terbitan Darul Haq, Penerjemah Fariq Gasim Anuz] © copyleft almanhaj.or.id seluruh artikel dan tulisan di situs almanhaj.or.id dapat disebarluaskan, dengan mencantumkan sumbernya dan tetap menjaga keilmiahan Situs almanhaj.or.id tidak memiliki hubungan apapun dengan situs lainnya.

E almanhaj.or.id - Penjelasan Tentang Ketidak Jelasan Aqidah Yang Benar Dan Konsekuensinya Dalam Benak Kebanyakan Orang

Kategori Tauhid Prioritas Utama Penjelasan Tentang Ketidak Jelasan Aqidah Yang Benar Dan Konsekuensinya Dalam Benak Kebanyakan Orang Senin, 31 Mei 2004 09:04:43 WIB PENJELASAN TENTANG KETIDAK JELASAN AQIDAH YANG BENAR DAN KONSEKUENSI KONSEKUENSINYA DALAM BENAK KEBANYAKAN ORANG Oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani Dari contoh ini, saya ingin menjelaskan bahwa aqidah tauhid dengan segenap konsekuensinya tidaklah jelas -sayang sekali- di benak mayoritas orang-orang yang beriman kepada aqidah salaf itu sendiri, apalagi di benak orang lainnya yang mengikuti aqidah asy'ariyah atau maturidiyah atau jahmiyah dalam masalah seperti ini. Maka saya melontarkan contoh seperti tadi untuk menunjukkan bahwa masalah ini tidaklah semudah seperti yang digambarkan oleh sebagian da'i yang bersama-sama dengan kita dalam menda'wahkan Al-Qur'an dan As-Sunnah sekarang ini, sesungguhnya urusannya tidaklah mudah sebagaimana yang disangka oleh sebagian mereka. Dan sebabnya adalah seperti apa yang telah dijelaskan terdahulu, yaitu berupa perbedaan antara orang-orang jahiliyah musyrik yang pertama, ketika mereka diseru untuk mengucapkan Laa Ilaaha Illallah, mereka menolak karena mereka memahami makna kalimat thayyibah ini, dan antara mayoritas kaum muslimin pada masa ini yang mengucapkan kalimat thayyibah tetapi tidak memahami maknanya secara benar. Perbedaan ini merupakan perbedaan yang pokok, terbukti dalam masalah aqidah seperti tadi, yang saya maksud adalah masalah ketinggian Allah Subhanahu wa Ta'ala di atas semua makhluk- Nya. Hal ini membutuhkan penjelasan, seorang muslim tidaklah cukup hanya meyakini : "Artinya : (Allah) Yang Maha Pemurah bersemayam di atas 'Arsy". [Thaha : 5] Irhamuu man fii al-ardhi yarhamkum man fii asy- samaa'i "Artinya : Sayangilah yang di bumi, niscaya yang dilangit akan menyayanginmu" [Hadits Shahih diriwayatkan oleh Abu Daud (4941), dan At-Tirmidzi (1925), dan dishahihkan oleh Al- Albani dalam Ash- Shahihah (925)]. Tanpa dia mengetahui bahwa kata "Fii" yang terdapat dalam hadits tersebut bukan berarti menunjukkan tempat (dibawah). Hal itu seperti "Fii" yang terdapat dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala : Am amintum man fii asy-samaa'i "Artinya : Apakah kalian merasa aman dari (Allah) yang di (atas) langit" [Al-Mulk : 16]. Karena "Fii" disini maknanya adalah " 'Ala" (di atas), dan dalil tentang hal itu banyak, bahkan banyak sekali. Di antaranya adalah hadits terdahulu yang banyak disebut oleh manusia, dan hadits itu dengan seluruh jalannya - Alhamdulillah- shahih. Dan makna sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Sayangilah yang di bumi" bukan berarti serangga dan ulat-ulat yang ada di dalam bumi ! Tetapi yang dimaksud adalah yang berada di atas bumi, seperti manusia dan hewan. Dan hal itu sesuai dengan sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam : "... maka yang di langit akan menyayangimu" maksudnya : yang di atas langit. Orang-orang yang telah menerima da'wah yang hak (benar) ini mesti berada di atas kejelasan tentang perincian seperti tadi. Dan contoh lain yang mendekati hadits diatas, hadits Al- Jariyah yang dia itu adalah pengembala kambing, hadits ini masyhur, saya akan menyebutkannya sebagai penguat. Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepadanya : "Dimana Allah ?" Dia menjawab : "Di langit" [Hadits Shahih diriwayatkan oleh Muslim (537), Abu Daud (930) Nasa'i (I/14-18) dari hadits Mu'awiyah bin Al-Hakami As-Sulami Radhiyallahu 'anhu] Seandainya engkau pada hari ini bertanya kepada beberapa guru besar Al- Azhar -misalnya- : "Dimana Allah ?", maka mereka akan menjawab :" Di setiap tempat !". Padahal Jariyah (budak wanita) menjawab bahwa Allah di langit, dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membenarkan jawaban Jariyah tersebut. Mengapa ? Karena Jariyah itu menjawab berdasarkan fitrah dan dia hidup di tempat yang memungkinkan dengan istilah kita pada masa ini untuk kita namakan dengan sebutan "lingkungan salafiyah" yang belum tercemar dengan lingkungan yang buruk, karena dia telah lulus dari "madrasah Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam" sebagaimana yang mereka istilahkan sekarang ini. Madrasah ini tidak khusus hanya bagi sebagian laki-laki dan tidak pula hanya bagi sebagian wanita. Tetapi madrasah ini untuk seluruh lapisan masyarakat yang terdiri dari laki-laki dan wanita, oleh karena itu seorang pengembala kambing mengetahui aqidah yang benar, karena dia tidak tercemar dengan lingkungan yang buruk. Dia mengetahui aqidah yang benar sebagaimana terdapat dalam kitab Al-Qur'an dan As- Sunnah, padahal kebanyakan dari orang- orang yang mengaku memiliki ilmu tentang Al- Qur'an dan As-Sunnah tidak mengetahui hal tersebut, dia tidak mengetahui dimana Rabbnya !. Padahal masalah tersebut disebutkan dalam Al- Qur'an dan As-Sunnah. Pada hari ini saya mengatakan bahwa tidak didapati sedikit pun dari penjelasan ini di kalangan kaum muslimin, dimana seandainya engkau bertanya -saya tidak mengatakan kepada pengembala kambing- tetapi kepada pemimpin umat atau kelompok maka dia akan bingung ketika menjawab sebagaimana kebanyakan manusia bingung saat ini kecuali orang-orang yang dirahmati Allah, dan jumlah mereka itu sangat sedikit. [Disalin dari buku At- Tauhid Awwalan Ya Du'atal Islam, edisi Indonesia TAUHID, Prioritas Pertama dan Utama oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, hal 31-35, terbitan Darul Haq, penerjemah Fariq Gasim Anuz] © copyleft almanhaj.or.id seluruh artikel dan tulisan di situs almanhaj.or.id dapat disebarluaskan, dengan mencantumkan sumbernya dan tetap menjaga keilmiahan Situs almanhaj.or.id tidak memiliki hubungan apapun dengan situs lainnya.

F almanhaj.or.id - Da'wah Mengajak Kepada Aqidah Yang Shahih Membutuhkan Usaha Yang Sungguh-Sungguh Dan Berkelanjutan

Kategori Tauhid Prioritas Utama Da'wah Mengajak Kepada Aqidah Yang Shahih Membutuhkan Usaha Yang Sungguh- Sungguh Dan Berkelanjutan Jumat, 18 Juni 2004 16:12:12 WIB DA'WAH MENGAJAK KEPADA AQIDAH YANG SHAHIH MEMBUTUHKAN USAHA YANG SUNGGUH- SUNGGUH D DAN BERKELANJUTAN Oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani Da'wah mengajak kepada tauhid dan menetapkan tauhid di dalam hati manusia mengharuskan kita tidak membiarkan melewati ayat-ayat tanpa perincian sebagai mana pada masa-masa awal. Demikian itu karena, yang pertama mereka memahami ungkapan-ungkapan bahasa Arab dengan mudah, dan yang kedua karena ketika itu tidak ada penyimpangan dalam hal aqidah yang muncul dari ilmu filsafat dan ilmu kalam yang bertentangan dengan aqidah yang lurus. Kondisi kita pada saat ini berbeda dengan kondisi kaum muslimin pada masa-masa awal. Maka tidak boleh kita menganggap bahwa da'wah mengajak kepada aqidah yang benar pada masa ini adalah mudah seperti keadaan masa-masa awal. Dan saya ingin mendekatkan hal ini dengan satu contoh yang dalam contoh ini dua orang tidak saling berselisih, Insya Allah, yaitu : Diantara kemudahan yang dikenal ketika itu adalah bahwa para sahabat mendengar hadits dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam secara langsung, kemudian para tabi'in mendengar hadits dari para sahabat secara langsung ... demikianlah kami mendapati pada tiga generasi yang dipersaksikan memiliki kebaikan. Dan kami bertanya : Apakah ketika itu di sana terdapat suatu ilmu yang disebut dengan ilmu hadits ? Jawabannya "tidak". Dan apakah ketika itu disana terdapat ilmu yang disebut ilmu Jarh wa ta'dil ? Jawabannya "tidak". Adapun sekarang, seseorang penuntut ilmu mesti memiliki kedua ilmu ini, kedua ilmu ini termasuk fardhu kifayah. Hal itu agar seorang 'alim pada saat ini mampu mengetahui suatu hadits apakah shahih atau dhaif. Maka urusannya tidaklah dianggap mudah sebagaimana urusan ini mudah bagi para sahabat, karena para sahabat mengambil hadits dari sahabat lainnya yang mereka itu telah dijamin dengan persaksian Allah Azza wa Jalla atas mereka ... hingga masa akhir. Maka apa-apa yang ketika itu mudah, tidaklah mudah pada masa saat ini dari sisi kejernihan ilmu dan kepercayaan sumber pengambilan ilmu. Oleh karena itu, harus ada perhatian yang serius terhadap masalah ini sebagaimana mestinya berupa apa-apa yang sesuai dengan problem- problem yang mengitari kita sebagai kaum muslimin sekarang ini dimana problem ini tidak dimiliki oleh kaum muslimin generasi awal dari sisi kekotoran aqidah yang menyebabkan (terjadinya) problema- problema dan menimbulkan syubhat- syubhat dari ahli-hali bid'ah yang menyimpang dari aqidah yang shahih dan manhaj yang benar dengan nama yang bermacam-macam, diantaranya adalah seruan untuk mengikuti Al-Qur'an dan As-Sunnah menurut pemikiran mereka, sebagaimana diakui oleh orang-orang yang menisbahkan (diri) kepada ilmu kalam. Dan ada baiknya di sini kami menyebutkan sebagian apa-apa yang terdapat dalam hadits shahih tentang hal ini, diantaranya adalah bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika beliau menyebutkan tentang ghuraba' (orang-orang yang asing) pada sebagian hadist-hadits tersebut, beliau bersabda : "Artinya : 'Bagi satu orang di antara mereka lima puluh pahala' Mereka (para sahabat) berkata (50 pahala) dari kami atau dari mereka ya, Rasulullah ? Beliau menjawab : 'Dari kalian' ".[1] Dan ini termasuk dari hasil keterasingan yang sangat bagi Islam pada saat ini dimana keterasingan seperti itu tidak terjadi pada masa-masa generasi awal. Tidak diragukan lagi, bahwa keterasingan pada masa generasi awal adalah keterasingan antara kesyirikan yang jelas dan tauhid yang bersih dari segala noda, antara kekufuran yang nyata dari iman yang benar. Adapun sekarang ni problem yang terjadi adalah di antara kaum muslimin itu sendiri, kebanyakan dari mereka tauhidnya dipenuhi dengan noda syirik, dia memperuntukkan ibadah-ibadah kepada selain Allah dan dia mengaku beriman. Permasalahan ini harus mendapat perhatian yang pertama. Dan yang kedua, tidak sepatutnya sebagian orang berkata : "Sesungguhnya kita harus berpindah kepada tahap yang lain selain tahap tauhid, yaitu kepada politik !!" Karena da'wah pertama dalam Islam adalah da'wah yang hak (yaitu da'wah mengajak kepada kebenaran) maka tidak sepatutnya kita berkata : "Kami adalah orang Arab dan Al- Qur'an turun dengan bahasa kami" Padahal perlu diingat bahwa orang Arab pada saat ini berbeda dengan orang arab 'ajam yang memahami bahasa mereka sendiri. Hal ini menyebabkan jauhnya mereka dari kitab Rabb mereka dan sunnah Nabi mereka. Taruhlah bahwa kita ini orang Arab dan telah memahami Islam dengan pemahaman yang benar, tetapi tidak mengharuskan kita untuk berpolitik dan menggerakkan manusia dengan gerakan- gerakan politik serta menyibukkan mereka dengan politik, tetapi kewajiban mereka sekarang ini adalah memahami Islam dalam hal aqidah, ibadah, muamalah, dan akhlak !! Saya tidak yakin bahwa sekarang ini terdapat suatu bangsa yang terdiri dari jutaan orang telah memahami Islam dengan pemahaman Islam yang benar dalam hal aqidah, ibadah, dan akhlak, dan mereka telah terdidik atas hal tersebut. [Disalin dari buku At- Tauhid Awwalan Ya Du'atal Islam, edisi Indonesia TAUHID, Priorias Pertama dan Utama, oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, hal 36-40, terbitan Darul Haq, penerjemah Fariq Gasim Anuz] _________ Foote Note [1]. [Hadits Shahih : Diriwayatkan oleh Ath- Thabrani dalam Mu'jam Al-Kabir (10/225) No. 10394, dari hadits Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'anhu. Dan hadits ini memiliki syahid dari hadits 'Uqbah bin Ghazwan salah seorang sahabat Radhiyallahu 'anhu yang diriwayatkan oleh Al-Bazzar sebagaimana dalam Al- Zaqaid (7.282). Dan hadits ini pun memiliki syahid yang lain dari hadits Abu Tsa'labah Al- Khusyani Radhiyallahu 'anhu yang diriwayatkan oleh Abu Daud (4341). Dan dishahihkan oleh Al- Albani dalam Ash- Shahihah (494) © copyleft almanhaj.or.id seluruh artikel dan tulisan di situs almanhaj.or.id dapat disebarluaskan, dengan mencantumkan sumbernya dan tetap menjaga keilmiahan Situs almanhaj.or.id tidak memiliki hubungan apapun dengan situs lainnya.

G almanhaj.or.id - Asas Perubahan Kepada Perbaikan Adalah Manhaj Tasfiyah Dan Tarbiyah

Kategori Tauhid Prioritas Utama Asas Perubahan Kepada Perbaikan Adalah Manhaj Tasfiyah Dan Tarbiyah Rabu, 7 Juli 2004 07:28:55 WIB ASAS PERUBAHAN KEPADA PERBAIKAN ADALAH MANHAJ TASHFIYAH DAN TARBIYAH Oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani Oleh karena itu, kami selalu mendengungkan setiap saat dan selalu memfokuskan pada seputar dua point mendasar yang merupakan kaidah perubahan yang benar. Keduanya adalah Tashfiyah (pemurnian) dan Tarbiyah (pendidikan), kedua hal ini mesti berjalan bersama-sama sekaligus, yaitu tashfiyah dan tarbiyah. Jika dalam suatu negeri terdapat suatu jenis dari tashfiyah, yaitu tashfiyah dalam hal aqidah, maka hal ini termasuk peristiwa yang sangat besar yang terjadi dalam masyarakat Islam yang merupakan bagian bangsa di antara bangsa-bangsa lain. Adapun dalam hal ibadah, maka perlu membebaskan ibadah itu dari fanatik madzhab yang sempit dan berusaha kembali kepada sunnah yang shahih. Kadang-kadang terdapat ulama besar yang memahami Islam dengan pemahaman yang shahih dari segala sisi, tetapi saya tidak yakin bahwa ada satu, dua, tiga, sepuluh atau dua puluh orang saja mampu menegakkan kewajiban mengadakan tashfiyah (pemurnian) Islam dari setiap apa yang masuk ke dalamnya, baik dalam hal aqidah, ibadah atau akhlak. Sesungguhnya orang yang sedikit tidak akan mampu menunaikan kewajiban ini, yaitu kewajiban mengadakan tashfiyah (pemurnian) dari apa-apa yang melekat dengan Islam berupa hal-hal yang masuk ke dalam Islam (padahal sebenarnya bukan dari Islam) serta kita harus mendidik orang-orang di sekitar kita dengan tarbiyah (pendidikan) yang benar dan lurus, akan tetapi tashfiyah dan tarbiyah sekarang ini telah hilang. Oleh karena itu, gerakan politik di masyarakat Islam manapun yang tidak berhukum dengan syari'at (Islam) akan menghasilkan dampak yang buruk sebelum kita merealisasikan dua masalah penting ini. Adapun nasehat itu dapat menggantikan posisi gerakan politik di negeri manapun yang berhukum dengan syari'at, dengan cara musyawarah atau menyampaikan nasehat dengan cara yang lebih baik sesuai dengan batasan-batasan syar'i yang jauh dari bahasa pemaksaan atau pendiskriminatifan. Menyampaikan nasehat itu akan menegakkan hujjah dan membebaskan kita dari dosa. Dan termasuk sebagai nasehat adalah kita menyibukkan manusia dengan apa-apa yang bermanfaat bagi mereka, dengan memperbaiki aqidah, ibadah, akhlak dan muamalah. Sebagian mereka menduga bahwa kami ingin merealisasikan tarbiyah dan tashfiyah pada masyarakat Islam seluruhnya. Hal ini tidak pernah kami pikirkan dan impikan dalam tidur, karena merealisasikan hal itu adalah mustahil, dan karena Allah Azza wa Jalla berfirman dalam Al-Qur'an Karim. "Artinya : Jikalau Rabbmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat" [Huud : 118]. Firman Allah ini tidak akan terealisasi pada mereka kecuali apabila mereka memahami Islam dengan pemahaman yang benar dan mendidik diri mereka serta keluarga mereka dengan dan orang- orang disekitar mereka, di atas Islam yang benar ini. [Disalin dari buku At- Tauhid Awwalan Ya Du'atal Islam, edisi Indonesia TAUHID, Prioritas Pertama dan Utama, oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, hal 41-43, terbitan Darul Haq, penerjemah Fariq Gasim Anuz] © copyleft almanhaj.or.id seluruh artikel dan tulisan di situs almanhaj.or.id dapat disebarluaskan, dengan mencantumkan sumbernya dan tetap menjaga keilmiahan Situs almanhaj.or.id tidak memiliki hubungan apapun dengan situs lainnya.

H almanhaj.or.id - Siapakah Yang Berhak Berpolitik ? Dan Kapan ?

Kategori Tauhid Prioritas Utama Siapakah Yang Berhak Berpolitik ? Dan Kapan ? Sabtu, 31 Juli 2004 15:02:19 WIB SIAPA YANG BERHAK BERPOLITIK ? DAN KAPAN ? Oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani Menyibukkan diri dengan politik pada saat ini adalah membuang-buang waktu ! Meskipun kami tidak mengingkari adanya politik dalam Islam, hanya saja dalam waktu yang sama kami meyakini adanya tahapan-tahapan syar'i yang logis yang harus dilalui satu per satu. Kami memulai dengan aqidah, yang kedua ibadah, kemudian akhlak, dengan mengadakan pemurnian dan pendidikan, kemudian akan datang suatu hari dimana kita pasti masuk dalam fase politik secara syar'i, karena berpolitik berarti mengatur urusan- urusan umat. Dan yang mengatur urusan- urusan umat ? Bukanlah Zaid, Bakar, ataupun Umar, yang mendirikan kelompok atau memimpin gerakan atau suatu jama'ah !! Bahkan urusan ini khusus bagi ulil amri yang dibaiat di hadapan kaum muslimin. Dia (ulil amri) lah yang diwajibkan mengetahui politik dan mengaturnya. Apabila kaum muslimin tidak bersatu -seperti keadaan kita saat ini- maka setiap ulil amri hanya berkuasa dan memikirkan sebatas wilayah kekuasaannya saja. Adapun menyibukkan diri dalam urusan-urusan (politik) maka seandainya pun kita benar-benar mengetahui urusan-urusan tersebut, pengetahuan kita itu tidak memberi manfaat kepada kita, karena kita tidak memiliki keputusan dan wewenang untuk mengatur umat. Satu hal ini pun sudah cukup menjadikan usaha kita sia-sia. Kami akan memberikan suatu contoh : Peperangan yang terjadi melawan kaum muslimin pada kebanyakan negeri-negeri Islam. Apakah bermanfaat jika kita menyulut semangat kaum muslimin untuk menghadapi orang kafir padahal kita tidak memiliki "jihad wajib" yang diatur oleh imam yang bertanggung jawab yang telah dibaiat ?! Tidak ada gunanya perbuatan tersebut. Kami tidak berkata bahwa menolong orang-orang yang tertindas itu tidak wajib, akan tetapi kami mengatakan bahwa menyibukkan diri dengan politik bukan sekarang waktunya. Oleh karena itu, wajib atas kita untuk mengajak kaum muslimin kepada dakwah, untuk memahamkan mereka kepada Islam yang benar dan mendidik mereka dengan tarbiyah yang benar. Adapun menyibukkan mereka dengan urusan- urusan emosional yang menyentil semangat, maka hal itu termasuk dalam hal-hal yang dapat memalingkan mereka dari kemantapan dalam memahami da'wah yang wajib ditegakkan oleh setiap muslim mukallaf, seperti memperbaiki aqidah, ibadah, dan akhlak. Dan hal itu termasuk fardhu 'ain yang tidak bisa dimaklumi orang yang melalaikannya. Sedangkan urusan- urusan lain yang dinamakan pada saat ini dengan "fiqhul waqi" dan sibuk dengan urusan politik yang merupakan tanggung jawab ahlul halli wal aqdi, yang dengan kekuasaan mereka, mereka bisa mengambil manfaat dari hal yang demikian secara praktek. Adapun sebagian orang yang tidak memiliki kekuasaan, maka mengetahui politik dan menyibukkan mayoritas manusia dengan sesuatu yang penting daripada sesuatu yang lebih penting adalah termasuk sebagai hal- hal yang memalingkan mereka dari pengetahuan yang benar!. Dan inilah yang kami rasakan sesungguhnya pada kebanyakan dari manhaj kelompok- kelompok dan jama'ah- jama'ah Islam pada saat ini. Dimana kami mengetahui bahwa sebagian mereka berpaling dari mengajari pemuda-pemuda muslim yang berkumpul disekitar da'i itu untuk belajar memahami aqidah, ibadah dan akhlak yang benar. Karena sebagian para da'i itu sibuk dengan urusan politik dan masuk ke parlemen- parlemen yang berhukum dengan selain apa-apa yang Allah turunkan!! Sehingga hal itu memalingkan mereka dari hal yang lebih penting dan mereka sibuk dengan hal-hal yang tidak penting dalam kondisi seperti sekarang ini. Adapun tentang apa- apa yang termuat dalam pertanyaan yaitu tentang bagaimana seorang muslim berlepas diri dari dosa (tanggung jawab) atau bagaimana seorang muslim berperan serta dalam mengubah kenyataan yang pahit ini, maka kami katakan : Setiap muslim berkewajiban berbuat sesuai dengan kemampuannya masing- masing, seorang ulama mempunyai kewajiban yang berbeda dengan yang bukan ulama. Dan sebagaimana yang saya sebutkan dalam kesempatan seperti ini bahwa sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah menyempurnakan nikmat-Nya dengan kitab-Nya, dan dia menjadikan Al-Qur'an sebagai undang-undang bagi kaum mukminin. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala. "Artinya : Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahuinya". [Al-Anbiya : 7]. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjadikan masyarakat Islam menjadi dua bagian yaitu orang yang berilmu dan yang bukan berilmu (awam). Dan Allah mewajibkan kepada masing-masing di antara keduanya apa-apa yang tidak Allah wajibkan kepada yang lainnya. Maka kewajiban atas orang-orang yang bukan ulama adalah hendaknya mereka bertanya kepada ahli ilmu. Dan kewajiban atas para ulama adalah hendaknya menjawab apa-apa yang ditanyakan kepada mereka. Maka kewajiban-kewajiban berdasarkan pijakan ini adalah berbeda-beda sesuai dengan perbedaan individu itu sendiri. Seorang yang berilmu pada saat ini kewajibannya adalah berda'wah mengajak kepada da'wah yang hak sesuai dengan batas kemampuannya. Dan orang yang bukan berilmu kewajibannya adalah bertanya tentang apa-apa yang penting bagi dirinya atau bagi orang-orang yang berada dibawah kepemimpinannya seperti istri, anak atau semisalnya. Sehingga apabila seorang muslim dari masing-masing bagian ini menegakkan kewajibannya sesuai dengan kemampuannya, maka dia telah selamat, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman. "Artinya : Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya". [Al- Baqarah : 286] Kami -dengan sangat prihatin- hidup ditengah-tengah penderitaan dan kejadian-kejadian tragis yang menimpa kaum muslimin yang tidak ada bandingannya dalam sejarah, yaitu berkumpul dan bersatunya orang- orang kafir memusuhi kaum muslimin, sebagaimana yang dikhabarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam seperti dalam hadits beliau yang dikenal dan shahih. "Artinya : 'Telah berkumpul umat-umat untuk menghadapi kalian, sebagaimana orang-orang yang makan berkumpul menghadapi piringnya'. Mereka berkata : Apakah pada saat itu kami sedikit wahai Rasulullah ? Beliau menjawab : 'Tidak, pada saat itu kalian banyak, tetapi kalian seperti buih di lautan, dan Allah akan menghilangkan rasa takut dari dada- dada musuh kalian kepada kalian, dan Allah akan menimpakan pada hati kalian penyakit Al- Wahn'. Mereka berkata : Apakah penyakit Al- Wahn itu wahai Rasulullah?. Beliau menjawab :'Cinta dunia dan takut akan mati". [Haadits Shahih, diriwayatkan oleh Abu Daud (4297), Ahmad (5/287), dari hadits Tsaubah Radhiyallahu anhu, dan dishahihkan oelh Al-Albani dengan dua jalannya tersebut dalam As-Shahihah (958)] Kalau begitu, maka wajib atas para ulama untuk berjihad dengan melakukan tashfiyah dan tarbiyah dengan cara mengajari kaum muslimin tauhid yang benar dan keyakinan- keyakinan yang benar serta ibadah-ubadah dan akhlak. Semuanya itu sesuai dengan kemampuannya masing- masaing di negeri-negeri yang dia diami, karena mereka tidak mampu menegakkan jihad menghadapi Yahudi dalam satu shaf (barisan) selama mereka keadaannya seperti keadaan kita pada saat ini, saling berpecah- belah, tidak berkumpul/ bersatu dalam satu negeri maupun satu shaf (barisan), sehingga mereka tidak mampu menegakkan jihad dalam arti perang fisik untuk menghadapi musuh- musuh yang berkumpul/ bersatu memusuhi mereka. Akan tetapi kewajiban mereka adalah hendaknya mereka memanfaatkan semua sarana syar'i yang memungkinkan untuk dilakukan, karena kita tidak memiliki kemampuan materi, dan seandainya kita mampu pun, kita tidak mampu bergerak, karena terdapat pemerintahan, pemimpin dan penguasa- penguasa dalam kebanyakan negeri- negeri kaum muslimin menjalankan politik yang tidak sesuai dengan politik syar'i, sangat disesalkan sekali. Akan tetapi kita mampu merealisasikan -dengan izin Allah Subhanahu wa Ta'ala- dua perkara agung yang saya sebutkan tadi, yaitu tasfiyah (pemurnian) dan tarbiyah (pendidikan). Dan ketika para da'i muslim menegakkan kewajiban yang sangat penting ini di negeri yang menjalankan politiknya tidak sesuai dengan politik syar'i, dan mereka bersatu di atas asas ini (tasfiyah dan tarbiyah), maka saya yakin pada suatu hari akan terjadi apa yang Allah katakan : "Artinya : Dan di hari itu bergembiralah orang- orang yang beriman, karena pertolongan Allah". [Ar-Ruum : 4-5] [Disalin dari buku At- Tauhid Awwalan Ya Du'atal Islam, edisi Indonesia TAUHID, Prioritas dan Utama, oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, hal 44-51, terbitan Darul Haq, Penerjemah Fariq Gasim Anuz] © copyleft almanhaj.or.id seluruh artikel dan tulisan di situs almanhaj.or.id dapat disebarluaskan, dengan mencantumkan sumbernya dan tetap menjaga keilmiahan Situs almanhaj.or.id tidak memiliki hubungan apapun dengan situs lainnya.

I. almanhaj.or.id - Wajib Atas Setiap Muslim Menerapkan Hukum Allah Dalam Segala Aspek Sesuai Dengan Kemampuannya

Kategori Tauhid Prioritas Utama Wajib Atas Setiap Muslim Menerapkan Hukum Allah Dalam Segala Aspek Sesuai Dengan Kemampuannya Selasa, 10 Agustus 2004 07:44:28 WIB WAJIB ATAS SETIAP MUSLIM UNTUK MENERAPKAN HUKUM ALLAH DALAM SEGALA ASPEK KEHIDUPANNYA SESUAI DENGAN KEMAMPUANNYA. Oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani Kewajiban setiap muslim adalah beramal sesuai dengan kemampuannya, Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai kesanggupannya. Menegakkan tauhid dan ibadah yang benar tidak mesti disertai dengan menegakkan daulah Islamiyah di negeri- negeri yang tidak berhukum dengan apa- apa yang Allah turunkan, karena hukum Allah yang pertama kali wajib ditegakkan adalah menegakkan tauhid. Dan tidak diragukan lagi, ada perkara-perkara khusus yang terjadi pada sebagian masa, yaitu uzlah (mengasingkan diri) lebih baik daripada bercampur baur, sehingga seorang muslim mengasingkan diri di suatu lembah atau tempat terpencil, dan dia beribadah kepada Rabbnya, selamat dari kejahatan manusia kepadanya dan dari kejahatan dirinya kepada manusia. Perkara ini terdapat dalam hadits-hadits yang sangat banyak, meskipun hukum asalnya seperti terdapat dalam hadits ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma. "Artinya : Orang mukmin yang bergaul dengan manusia dan sabar terhadap kejahatan mereka lebih baik daripada orang mukmin yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak sabar terhadap kejahatan mereka" [1] Maka, daulah Islamiyah - tidak diragukan- sebagai sarana untuk menegakkan hukum Allah di bumi, dan bukan tujuan. Dan termasuk hal yang mengherankan telah menimpa kepada sebagian da'i yaitu : Mereka memberikan perhatian kepada perkara-perkara yang tidak mampu dilaksanakan dan meninggalkan kewajiban yang mudah bagi mereka untuk melaksanakannya !! Yaitu dengan berjihad melawan hawa nafsu mereka sebagaimana yang dikatakan oleh seorang da'i muslim yang memberi wasiat kepada para pengikutnya dengan ucapannya : "Artinya : Tegakkan daulah Islam dalam diri- diri kalian, niscaya akan tegak daulah Islam itu di bumi kalian". Meskipun bersamaan dengan itu, kami mendapati kebanyakan dari pengikutnya menyelisihi wasiat itu, mereka menjadikan puncak da'wah mereka adalah mengesakan Allah Azza wa Jalla dalam hal hukum, dan mereka mengistilahkan hal itu dengan istilah yang terkenal : "Al-Hakimiyah untuk Allah". Tidak ragu bahwa hukum adalah milik Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam hal itu atau dalam hal lainnya. Akan tetapi sebagian mereka termasuk orang yang taklid kepada madzhab di antara madzhab- madzhab yang empat pada saat ini, kemudian ketika didatangkan kepadanya As-Sunnah yang jelas dan shahih, dia berkata : "Ini menyalahi madzhabku!". Maka dimanakah kebenaran berhukum dengan apa-apa yang Allah turunkan dalam hal mengikuti sunnah ?!. Dan di antara mereka didapati termasuk orang-orang yang beribadah kepada Allah mengikuti tarikat- tarikat shufiah!. Maka dimanakah kebenaran berhukum dengan apa- apa yang Allah turunkan dalam hal tauhid ?! Sehingga mereka menuntut dari orang lain apa-apa yang tidak mereka tuntut dari diri mereka sendiri. Sesungguhnya termasuk hal yang sangat mudah sekali bagi kamu adalah menerapkan hukum dengan apa-apa yang Allah turunkan dalam hal aqidah, ibadah, akhlakmu dalam hal mendidik anak-anakmu di rumah, dalam hal jual belimu, sementara itu termasuk hal yang sangat sulit sekali adalah engkau memaksakan atau menyingkirkan penguasa yang dalam kebanyakan hukum-hukumnya berhukum dengan selain apa-apa yang Allah turunkan. Maka mengapa engkau meninggalkan hal yang mudah dan mengerjakan hal yang sulit ?. Hal ini menunjukkan kepada salah satu di antara dua kemungkinan, kemungkinan pertama buruknya pendidikan dan bimbingan, kemungkinan kedua disebabkan buruknya aqidah yang mendorong mereka sehingga lebih memperhatikan apa-apa yang mereka tidak sanggup untuk merealisasikannya daripada memperhatikan apa-apa yang masih dalam batas kesanggupan mereka. Pada saat ini, saya tidak melihat kecuali menyibukkan diri untuk mengadakan tashfiyah dan tarbiyah serta menda'wahi manusia kepada aqidah dan ibadah yang benar. Semuanya itu sesuai dengan batas kemampuannya masing- masing. Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kesanggupannya. Alhamdulillah Rabbil 'alamin. Shalawat dan salam atas Nabi kita Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dan keluarganya. [Disalin dari buku At- Tauhid Awwalan Ya Du'atal Islam, edisi Indonesia TAUHID, Prioritas Pertama dan Utama, oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, hal 52-56, terbitan Darul Haq, penerjemah Fariq Gasim Anuz] _________ Foote Note [1]. Hadits Shahih diriwayatkan oleh At- Tirmidzi (2507), Ibnu Majah (4032), Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad (388), Ahmad (5/365), dari hadits syaikh di antara para sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan dishahihkan oleh Al- Albani dalam Ash- Shahihah (939) © copyleft almanhaj.or.id seluruh artikel dan tulisan di situs almanhaj.or.id dapat disebarluaskan, dengan mencantumkan sumbernya dan tetap menjaga keilmiahan Situs almanhaj.or.id tidak memiliki hubungan apapun dengan situs lainnya.

Tauhid R almanhaj.or.id - Tinggal Di Lingkungan Pelaku Kesyirikan

Kategori Tauhid Tinggal Di Lingkungan Pelaku Kesyirikan Senin, 19 April 2004 09:56:39 WIB TINGGAL DI LINGKUNGAN PELAKU KESYIRIKAN Oleh Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta Pertanyaan. Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Seorang laki- laki tingal di lingkungan suatu jamaah yang suka ber-istighatsah kepada selain Allah. Bolehkan dia shalat (menjadi makmum) di belakang mereka. Wajibkah dia hijrah dari mereka ? Apakah kesyirikan mereka termasuk syirik besar ? Dan apakah ber-wala kepada mereka sama seperti ber-wala kepada orang kafir yang sesungguhnya ? Jawaban. Jika jamaah yang Anda tinggal bersama mereka itu keadaannya memang seperti yang Anda ceritakan, yaitu ber- istighatsah kepada selain Allah, baik kepada orang-orang yang telah meninggal, orang yang tidak hadir (tidak ada bersamanya), pohon, batu, bintang-bintang, dan selainnya, maka mereka musyrik syirik besar, keluar dari agama Islam. Tidak boleh ber-wala kepada mereka sebagaimana tidak boleh ber-wala kepada orang kafir. Tidak sah shalat di belakang mereka dan tidak boleh bergaul dengan mereka ataupun tinggal di tengah- tengah mereka, kecuali bagi orang yang ingin mengajak mereka kepada kebenaran di atas petunjuk dan ada harapan mereka akan menerima ajakan serta dia dapat memperbaiki keadaan agama mereka. Jika tidak bisa, wajib baginya hijrah dari mereka dan mencari jama'ah lain yang mau bersama-sama bahu membahu membangun pondasi Islam dan cabang-cabangnya, serta menghidupkan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Jika dia tidak mendapatkan jamaah seperti itu, maka hendaknya dia berlepas diri dari jamaah-jamaah yang ada walaupun terasa berat. Hal ini berdasarkan hadits yang shahih dari Hudzaifah Radhiyallahu 'anhu ia berkata. "Orang-orang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya kepada beliau tentang keburukan karena khawatir terjerumus ke dalamnya. Aku berkata, 'Wahai Rasulullah, kami dahulu berada dalam kejahilan dan kejelekan, lalu Allah mendatangkan kebaikan ini (yaitu Islam). Apakah sesudah kebaikan in ada kejelekan ?' Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, 'Ya'. Aku bertanya lagi, 'Apakah sesudah kejelekan itu ada kebaikan ?' Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, 'Ya, tetapi padanya ada dakhan [1]'. 'Apa dakhan-nya ?' tanyaku. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, 'Suatu kaum yang bersunnah bukan dengan sunnahku dan mengambil petunjuk bukan dari petunjukku. Kalian mengetahui siapa mereka dan kalian ingkari'. Aku bertanya lagi, 'Apakah setelah kebaikan ini ada kejelekan lagi?'. 'Ya, para dai yang menyeru di atas pintu-pintu Jahannam. Siapa saja yang mengikuti mereka, akan mereka jebloskan ke dalamnya'. Jawab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Aku berkata, 'Ya Rasulullah, gambarkan keadaan mereka kepada kami'. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, 'Mereka dari bangsa kita dan berbicara dengan bahasa kita'. Aku berkata, 'Ya Rasulullah, apa yang engkau perintahkan jika kami mendapati mereka ?' Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, 'Tetaplah bersama jama'ah kaum muslimin dan imam mereka'. Aku bertanya, 'Jika mereka tidak memiliki jama'ah dan juga imam?' Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Tinggalkan jamaah itu semuanya, sekalipun engkau harus menggigit akar pohon, sampai kematian datang kepadamu sedang dalam keadaan seperti itu". [Hadits Riwayat Bukhari VIII/92, Muslim Syarah Nawawi XII/236, Abu Dawud IV/445, 447] Semoga shalawat tercurah kepada Nabi, keluarganya dan sahabat-sahabatnya. [Fatawa Li Al- Lajnah Ad-Da'imah 1/102-103, Fatwa no. 2787 Di susun oleh Syaikh Ahmad Abdurrazzak Ad- Duwaisy, Darul Asimah Riyadh. Di salin ulang dari Majalah Fatawa edisi 3/I/Dzulqa'dah 1423H Hal. 8] _________ Fotte Note [1]. Kabut/asap. Maksud beliau bahwa kebaikan (Islam) di saat itu tidak lagi murni, melainkan sudah bercampur dengan kerusakan/ kejelakan, -pent © copyleft almanhaj.or.id seluruh artikel dan tulisan di situs almanhaj.or.id dapat disebarluaskan, dengan mencantumkan sumbernya dan tetap menjaga keilmiahan Situs almanhaj.or.id tidak memiliki hubungan apapun dengan situs lainnya.

Tauhid S almanhaj.or.id - Andil Para Wali Dalam Pengaturan Alam !?

Kategori Tauhid Andil Para Wali Dalam Pengaturan Alam !? Kamis, 29 April 2004 07:07:48 WIB ANDIL PARA WALI DALAM PENGATURAN ALAM !? Oleh Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta Pertanyaan Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Saya telah mendengar dan melihat dengan kedua mata saya orang-orang yang mengatakan bahwa para wali memiliki andil di dalam (mengatur) alam dan diri seseorang. Mereka mengatakan bahwa para wali memiliki empat puluh wajah ; bisa dilihat dalam bentuk manusia, ular, singa dan sebagainya. Mereka pergi ke pekuburan dan tidur atau bergadang di sana (karena mengharap kesembuhan dan lain- lain). Mereka mengatakan bahwa (pada saat seperti itu) wali tersebut berdiri di hadapan mereka dan berkata, 'Pulanglah karena sesungguhnya kamu telah sembuh'. Apakah perkataan seperti in benar atau tidak ? Jawaban. Para wali tidaklah memiliki pengaturan (apapun) pada diri seseorang. Apa yang Allah berikan kepada mereka dari sebab seperti apa yang Allah berikan kepada manusia yang lain. Mereka tidak memiliki kemampuan melakukan hal-hal yang luar biasa. Tidak mungkin mereka bisa berubah wujud menjadi selain wujud manusia, baik dalam wujud ular, singa, kera, atau binatang yang lain. Kemampuan seperti itu hanya Allah berikan khusus kepada malaikat dan jin. Disyari'atkan pergi ke pekuburan untuk berziarah dan mendoakan penghuninya semoga mendapat pengampunan dan rahmat dari Allah. Tidak boleh menziarahi kubur untuk meminta berkah dan kesembuhan dari penghuninya, memohon kepadanya agar menghilangkan kesusahan-kesusahan (yang dihadapi) dan mengabulkan keinginan- keinginan. Bahkan yang seperti itu adalah syirik besar, seperti halnya menyembelih (kurban) untuk selain Allah juga syirik besar. Sama saja apakah itu dilakukan di kubur para wali ataupun bukan. Apa yang anda ceritakan tentang mereka itu bertentangan dengan syari'at, bahkan termasuk bid'ah yang mungkar dan keyakinan syirik. Shalawat serta salam semoga tercurah atas Nabi, keluarga, dan sahabat-sahabatnya. [Fatawa Li Al- Lajnah Ad-Da'imah 1/104, Fatwa no. 3716 Di susun oleh Syaikh Ahmad Abdurrazzak Ad- Duwaisy, Darul Asimah Riyadh. Di salin ulang dari Majalah Fatawa edisi 3/I/Dzulqa’ dah 1423H Hal. 8] © copyleft almanhaj.or.id seluruh artikel dan tulisan di situs almanhaj.or.id dapat disebarluaskan, dengan mencantumkan sumbernya dan tetap menjaga keilmiahan Situs almanhaj.or.id tidak memiliki hubungan apapun dengan situs lainnya.

bermakmum dibelakang pelaku kesyirikan

Kategori Tauhid Bermakmum Di Belakang Pelaku Kesyirikan Senin, 3 Mei 2004 08:19:56 WIB BERMAKMUM DI BELAKANG PELAKU KESYIRIKAN Oleh Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta Pertanyaan Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Seorang khatib masjid di salah satu desa di daerah kami tinggal adalah seorang sufi dari tarekat Sadziliyah -begitu mereka menyebut kelompok mereka-. Orang ini mengajak dan mengajar masyarakat untuk bertawassul dengan makhluk Allah, seperti para nabi dan para wali. Dia mengajak orang-orang untuk menziarahi pekuburan. Dia membolehkan bersumpah dengan nama nabi dan wali, dan ada kafarah (denda) jika melanggarnya. Kami, sebuah jama'ah dari jamaah kaum muslimin, telah mengajaknya berdiskusi tentang kesalahan yang dikerjakan dan diajarkan. Namun, ia selalu berkilah dan berdalil dengan hadits- hadits dhaif (lemah) dan maudhu (palsu). Bolehkah kami bermakmum di belakang orang ini berhubung kami belum merampungkan pembangunan masjid kami ? Kami telah berusaha mengumpulkan infaq dan shadaqah, tetapi sampai sekarang belum selesai juga. Kami mengharap fatwa Anda atas pertanyaan kami ini. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memberi kita semua taufikNya. Selain itu, mereka juga mengkafirkan para masyaikh, seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, semoga Allah merahamati keduanya. Jawaban. Ber-istighatsah kepada orang-orang yang telah meninggal, berdo'a kepada mereka saja tanpa berdo'a kepada Allah atau juga berdo'a kepada Allah, adalah syirik besar yang mengeluarkan pelakunya dari agama Islam. Sama saja baik yang diminta itu nabi ataupun bukan nabi. Begitu pula, berdo'a kepada (orang yang masih hidup tetapi) tidak hadir (tidak di tempat) adalah syirik besar, mengeluarkan pelakunya dari Islam -kita berlindung kepada Allah darinya-. Tidak sah shalat dibelakang mereka disebabkan kesyirikan mereka. Adapun orang yang ber-istighatsah hanya kepada Allah saja dengan cara bertawassul menggunakan kedudukan orang-orang yang telah meninggal itu, atau berkeliling di kubur mereka dengan tidak meyakini bahwa mereka dapat memberi pengaruh, tetapi hanya berharap kalau kedudukan mereka di sisi Allah akan menjadi sebab dikabulkannya doa, maka dia adalah seorang mubtadi (pelaku bid'ah). Dia berdosa karena menggunakan wasilah atau cara yang syirik. Dikhawatirkan cara itu dapat menggiringnya kepada syirik besar. Kami memohon kepada Allah agar menolong kalian untuk dapat menyebarkan tauhid ini dan membela kebenaran serta memerangi para pelaku bida'ah. Shalawat serta salam semoga tercurah atas Nabi, keluarga, dan sahabat-sahabatnya. [Fatawa Li Al- Lajnah Ad-Da'imah 1/105-106, Fatwa no. 4154 Di susun oleh Syaikh Ahmad Abdurrazzak Ad- Duwaisy, Darul Asimah Riyadh. Di salin ulang dari Majalah Fatawa edisi 3/I/Dzulqa'dah 1423H Hal. 8] © copyleft almanhaj.or.id seluruh artikel dan tulisan di situs almanhaj.or.id dapat disebarluaskan, dengan mencantumkan sumbernya dan tetap menjaga keilmiahan Situs almanhaj.or.id tidak memiliki hubungan apapun dengan situs lainnya.

Tauhid U almanhaj.or.id - Nama-Nama Dan Sifat Allah Termasuk Aqidah

Kategori Tauhid Nama-Nama Dan Sifat Allah Termasuk Aqidah Sabtu, 15 Mei 2004 07:30:42 WIB NAMA-NAMA DAN SIFAT- SIFAT ALLAH TERMASUK AQIDAH Oleh Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan Pertanyaan Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Apakah pengetahuan tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah termasuk bagian dari aqidah ? Apakah kita diwajibkan untuk memperingatkan umat dari sebagian tafsir yang telah di- takwil di-tahrif dan di-ta'thil ? Jawaban. Benar, (mengetahui) nama-nama dan sifat- sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala, serta mengimaninya adalah salah satu dari macam- macam Tauhid. Karena Tauhid terdiri dari tiga macam, yaitu Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah, dan Tauhid Asma wa Sifat. Tauhid Rububiyah maskudnya adalah mengesakan Allah Subhanhu wa Ta'ala dalam hal perbuatan- perbuatanNya, seperti dalam hal mencipta, memberi rizki, menghidupkan dan mematikan, serta mengatur makhluk. [1] Tauhid Uluhiyah maksudnya adalah mengesakan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam hal perbuatan- perbuatan hamba ketika ber-taqarrub (mendekatkan diri) kepadaNya. Jika seorang hamba beribadah sesuai dengan apa yang diinginkan syariat, ikhlas hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala, serta tidak menjadikan sekutu bagiNya dalam ibadah tersebut, maka inilah yang dinamakan Tauhid Uluhiyah. Sedangkan Tauhid Asma wa Sifat maksudnya adalah menetapkan nama-nama dan sifat- sifat Allah sebagaimana yang Dia tetapkan untuk diriNya atau apa yang telah ditetapkan oleh RasulNya, Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, tanpa melakukan tahrif [2], ta'thil [3], takyif [4] dan tamstil [5] Kita menetapkan segala nama dan sifat yang telah Allah tetapkan untuk diriNya dan yang telah ditetapkan oleh RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam, juga tanpa tahrif, ta'thil, takyif, dan tamtsil. Adapun tentang tahrif, ta'thil, takyif, dan tamtsil yang terdapat pada sebagian tafsir Al- Qur'an, maka penjelasan tentang hal itu (hanya ditujukan) kepada para pelajar (penuntut ilmu syar'i) karena apabila dijelaskan kepada orang-orang awam, mereka tidak akan dapat mengambil manfaat dari penjelasan tersebut, tentunya hal seperti ini tidak semestinya terjadi karena hanya akan menimbulkan was-was dan menyibukkan masyarakat dengan sesuatu yang tidak mereka pahami. Sebagaimana ungkapan Ali Radhiyallahu 'anhu, â €œBerbicaralah kepada manusia dengan apa yang mereka pahami. Apakah kalian ingin mereka mendustakan Allah dan RasulNya" [6] Jadi dalam menyampaikan (suatu perkara), kepada orang awam ada caranya sendiri dan kepada penuntut ilmu syar'i ada cara sendiri. Untuk orang awam penyampaian perkara aqidah, perintah- perintah, larangan- larangan, ancaman, balasan dan pelajaran disampaikan secara mujmal (global). Diajarkan kepada mereka tentang pondasi agama seperti rukun Islam yang lima dan rukun iman. Hal-hal ini diajarkan kepada mereka dan dituntut untuk menjaganya. Sebagaimana dulu di negeri ini (negeri Haram) hingga waktu dekat ini, mereka dahulu menjaga agama mereka di masjid-masjid, menjaga rukun Islam, rukun Iman, makna dua kalimat syahadat, baik syahadat La ilaaha illallah maupun syahadat Muhammadan Rasulullah, menjaga rukun, syarat dan hal- hal yang wajib di dalam shalat juga menjaga apa-apa yang mereka butuhkan dari perkara- perkara agama. Adapun bagi penuntut ilmu syar'i dijelaskan dan diterangkan serta diajarkan kepada mereka ta'wil (tafsir). Akan tetapi jangan sampai mencela penulis (pengarang). Seperti mengatakan, 'Penulis seorang mubtadi' (pelaku bid'ah), sesat (dan sebagainya)'. Akan tetapi cukup dengan mengatakan, Tafsir ini salah dan yang benar adalah begini atau tafsir ini adalah tafsir fulan semata atau didalamnya terdapat sifat fulan. Tanpa mencela ulamanya, membid'ahkannya atau mencela kepribadiannya. Karena hal ini tidaklah mendatangkan manfaat bagi masyarakat, bahkan akan mengakibatkan para penuntut ilmu syar'i akan menjauhi para ulama dan berburuk sangka terhadap mereka. Karena tujuan sesungguhnya hanyalah memperbaiki kesalahan, itu saja. Bukan mencela seseorang dengan perkataan 'pelaku bid'ah, bodoh dan sesat. Yang seperti ini tidaklah mendatangkan manfaat sama sekali. Bahkan akan menimbulkan pertentangan, buruk sangka kepada ulama, mengakibatkan perseteruan pemikiran dan ikut campur di dalam membeberkan (mengorek aib) para ulama, baik yang sudah wafat maupun yang masih hidup. Ini tidaklah mendatangkan kebaikan. Menjelaskan kebenaran hendaklah kepada mereka yang mampu untuk memahaminya, seperti para pelajar penuntut ilmu syar'i. Sementara orang awam yang tidak mampu memahaminya serta tidak dapat menanggkapnya cukup dijelaskan kepada mereka perkara-perkara yang amat mereka butuhkan, dari perkara- perkara agama, ibadah, shalat, zakat serta puasa. Yang terpenting adalah permasalahan aqidah secara sederhana agar dapat mengambil manfaat darinya. Jangan bertele- tele sehingga memberatkan mereka dan membuat mereka jenuh, semestinya dengan cara sederhana. [Al-Muntaqa min Fataawaa Syaikh Shalih bin Fauzan III/17-19] [Al-Muntaqa min Fatawa Syaikh Shalih bin Fauzan III/17-19 Di salin ulang dari Majalah Fatawa edisi 4/I/Dzulhijjah 1423H. Alamat Pondok Pesantren Islamic Center Bin Baz, Piyungan - Bantul, Yogyakarta] _________ Foote Note. [1]. Maksudnya hanya Dialah yang melakukan perbuatan-perbuatan tersebut tanpa yang lain. [2]. Tahrif yaitu menyimpangkan makna atai sifat Allah dari yang sebenarnya tanpa dalil. [3]. Ta'thil yaitu meniadakan atau menolak adanya nama- nama atau sifat-sifat Allah, sebagian atau secara keseluruhan. [4]. Takyif adalah menentukan hakikat tertentu dari sifat-sifat Allah. [5]. Tamtsil yaitu menyamakan atau menyerupakan nama atau sifat Allah dengan nama atau sifat makhlukNya. [6]. Disebutkan oleh Bukhari di dalam shahihnya 1/41 dari Ali Radhiyallahu 'anhu © copyleft almanhaj.or.id seluruh artikel dan tulisan di situs almanhaj.or.id dapat disebarluaskan, dengan mencantumkan sumbernya dan tetap menjaga keilmiahan Situs almanhaj.or.id tidak memiliki hubungan apapun dengan situs lainnya.

Tauhid V almanhaj.or.id - Jumlah Nama Dan Sifat Allah

Kategori Tauhid Jumlah Nama Dan Sifat Allah Sabtu, 29 Mei 2004 07:35:40 WIB JUMLAH NAMA DAN SIFAT ALLAH Oleh Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan Pertanyaan Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Apakah ada ketetapan di dalam syari'at tentang pembatasan jumlah al-asma al-husna (nama-nama Allah yang baik) ? Apakah mungkin menyebutkannya ? Dan apa pula nama Allah yang teragung ? Jawaban. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman. "Artinya : Hanya milik Allah asma al-husna, maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut asmaa-ul husan itu". [Al-A'raf : 180] "Artinya : Dia mempunyai al-asma-ul husna (nama-nama yang baik)" [Thaha : 8] Nama-nama Allah yang husna (baik) tidak diketahui berapa jumlahnya, kecuali hanya Allah sajalah yang mengetahuinya. Di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah tidak terdapat pembatasan atas hal itu. Tetapi mungkin saja menentukan jumlah yang tedapat dalam Al- Qur'an dan As-Sunnah. Sebagian ulama telah menghimpun sebagian besarnya di dalam kitab. Beberapa diantaranya telah disusun, seperti Ibnul Qayyim di dalam Kitab 'Nuniyah' demikian pula Syaikh Husain bin Alu Syaikh di dalam manzhum (bait-bait)nya 'Al-Qaul al-Usna Fi Nazhmi al-Asma al- Husna' yang telah dicetak dan tersebar. Adapun nama Allah yang paling mulia adalah yang tedapat pada dua ayat berikut ini. "Artinya : Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (mahlukNya)..". [Al-Baqarah ; 255] "Artinya : Alif Laam Miim. Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus mahlukNya". [Ali Imran : 1-2] Demikian pula terdapat pada ayat ketiga firman Allah Subhanahu wa Ta'ala surat Thaha ayat 11. Sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Katsir di dalam tafsirnya. [Lihat Tafsir Al-Qur'an al-Azhim oleh Ibnu Katsir I/291] [Al-Muntaqa min Fataawaa Syaikh Shalih bin Fauzan III/19-20] [Al-Muntaqa min Fatawa Syaikh Shalih bin Fauzan III/19-20 Di salin ulang dari Majalah Fatawa edisi 4/I/Dzulhijjah 1423H. Alamat Pondok Pesantren Islamic Center Bin Baz Piyungan Bantul Yoyakarta] © copyleft almanhaj.or.id seluruh artikel dan tulisan di situs almanhaj.or.id dapat disebarluaskan, dengan mencantumkan sumbernya dan tetap menjaga keilmiahan Situs almanhaj.or.id tidak memiliki hubungan apapun dengan situs lainnya.

4. almanhaj.or.id - Keringanan Berdzikir Kepada Allah Bagi Wanita Haid

Kategori Wanita : Muslimah Keringanan Berdzikir Kepada Allah Bagi Wanita Haid Rabu, 25 Februari 2004 15:14:02 WIB KERINGANAN BERDZIKIR KEPADA ALLAH BAGI WANITA HAID Oleh Amr Bin Abdullah Mun'im Zikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala merupakan suatu kewajiban bagi setiap Muslim dan Muslimah. Sebagaimana yang difirmankan Allah Azza wa Jalla. "Artinya : Karena itu, berdzikirlah (ingat) kalian kepada-Ku niscaya Aku akan ingat kepada kalian, dan bersyukurlah kepadaku, dan janganlah kalian mengingkari (nikmat)-Ku". [Al-Baqarah : 152] "Artinya : Dan sesungguhnya berdzikir (mengingat) Allah adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah- ibadah yang lain)". [Al-Ankabut : 45] Dalam mengisahkan Yunus 'Alaihi al-Salam, Dia berfirman. "Artinya : Maka kalau sekiranya dia (Yunus) tidak termasuk orang-orang yang banyak berdzikir kepada Allah, niscaya dia akan tetap tinggal di dalam perut ikan itu sampai hari berbangkit". [Al-Shaffat : 143-144] Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. "Artinya : Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Rabbnya dengan orang yang tidak berdzikir adalah seperti orang hidup dan orang mati". [Diriwayatkan oleh Muttafaqun 'alaih dari hadits Abu Musa Al- Asy'ari Radhiyallahu 'anhu]. Diantara bentuk kemurahan Allah Subhanahu wa Ta'ala terhadap kaum wanita adalah memberikan keringanan kepada kaum wanita untuk berdzikir kepada-Nya selama menjalani masa haid, meski pada saat itu mereka tidak boleh mengerjakan shalat dan puasa. Ummu Athiyah Radhiyallahu 'anha menceritakan. "Artinya : Kami diperintahkan keluar pada hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, juga wanita pingitan dan gadis". 'Wanita-wanita haid keluar rumah dan menempati posisi di belakang jama'ah yang mengerjakan shalat, dan bertakbir bersama- sama mereka', Lanjut Ummu Athiyyah". (Hadits Riwayat Muttafaqun 'alaih). Imam Nawawi Rahimahullah juga mengatakan. "Ucapan Ummu Athiyyah, 'Wanita- wanita haid itu bertakbir bersama jama'ah menunjukkan dibolehkannya zikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala bagi wanita haid dan wanita sedang junub. Yang diharamkan baginya adalah membaca Al-Qur'an. [Disalin dari buku 30 Keringanan Bagi Wanita oleh Amr Bin Abdullah Mun'im, terbitan Pustaka Azzam - Jakarta] © copyleft almanhaj.or.id seluruh artikel dan tulisan di situs almanhaj.or.id dapat disebarluaskan, dengan mencantumkan sumbernya dan tetap menjaga keilmiahan Situs almanhaj.or.id tidak memiliki hubungan apapun dengan situs lainnya.

F&uf4. Bulan Zulhijjah yang penuh keberuntungan | Meniti Jejak Para Sahabat

Bulan Zulhijjah yang penuh keberuntungan Diposting oleh Ustadz Abu Fairuz pada 3 November 2011 Kategori: Fiqih dan ushul fiqh Tags: keutamaan bulan dzulhijjah, keutamaan hari arofah — Setiap orang mau beruntung dan tidak mau merugi Hal yang tidak diperselisihkan lagi bahwa setiap orang yang hidup di dunia ini inggin meraih keberuntungan sebanyak- banyaknya dan benci kegagalan dan kerugian. Anda melihat betapa para pedangang antusiasnya untuk menjajakan dagangannya pada momen- momen yang dianggapnya akan mendatangkan keuntungan yang besar. Bukanlah hal yang aneh jika para pedagang sibuk menyetok barang dagangannya menyambut kedatangan Ramadhan dan Iedul Fitri jauh-jauh hari sebelum musim”keberuntungan” itu datang. Demikian juga dengan para pedagang ternak sangat paham bahwa mereka harus menyetok banyak ternak ketika telah dekat hari raya Qurban. Seiring dengan hal itu, para pembeli juga benar-benar jeli kapan mereka akan membeli dengan harga yang menguntungkan mereka dengan diskon yang tinggi. Biasanya mereka akan mencari masa-masa discount agar mereka dapat menghemat pengeluaran dan menyimpan sisanya. Apa yang kita disebutkan di atas adalah keuntungan dalam hal dunia yang semua orang tau dan sepakat untuk mencapainya walaupun dengan susah payah, banting tulang, bergadang di malam hari dst. Seluruhnya karena urusan dunia dapat dilihat langsung hasilnya dan cash di tempat. Karena itulah semua orang yakin dan berusaha mengejarnya. Adapun dalam agama, maka Allah subhanahu wa ta’ala juga telah memberikan musim-musim keberuntungan bagi hamba- hambaNya untuk beramal dan dilipat gandakan amalannya, karena itulah Allah telah memberikan bagi mereka kesempatan untuk mencari keberuntungan akhirat dengan masuknya bulan Ramadhan, Malam lailatul Qadar, sepuluh akhir malam bulan Ramadhan dan musim-musim ibadah lainnya. Bedanya, untuk musim keberuntungan akhirat ini, kita akan mendapati manusia zuhud (baca tidak tertarik) untuk berlomba-lomba meraihnya, bahkan ketika Ramadhan anda akan mendapati” anak-anak dunia” menghabiskan sebagian besar waktunya untuk ber”jibaku” mengejar target keuntungan dengan melupakan puasa, tarawih, qiyamul lail, baca Quran dan sejenisnya dari pagi hingga larut malam. ketika “anak-anak akhirat” menyibukkan diri dengan beragam aktifitas ta’at, maka sebaliknya “anak-anak dunia” tenggelam dalam kesibukan dunianya untuk menumpuk keuntungan, memperindah rumah, memperbaharui kendaraan, menyiapkan hidangan untuk tamu, dan membeli segala macam tetek bengek yang berkaitan degan bagaimana menyemarakkan hari raya, tentunya sekaligus ajang berbangga-bangga plus riya dengan keberhasilan dunianya. Hal ini terjadi karena manusia tidak begitu tertarik dengan sesuatu yang sifatnya tidak tampak dan tertunda, dan amalan akhirat hasilnya baru dapat dilihat kelak setelah datangnya hari kiamat. Adapun amalan dunia hasilnya cash di depan mata. Karena itulah Allah berfirman: “ﻥﻭﺭﺬﺗﻭ ﺔﻠﺟﺎﻌﻟﺍ ﻥﻮﺒﺤﺗ ﻞﺑ ﻼﻛ ﺓﺮﺧﻵﺍ ” “Sekali-kali tidak, Namun kamu mencintai kehidupan dunia dan meninggalkan akhirat”.QS: Alqiyamah 20-21. Keutamaan bulan Zulhijjah Sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala telah memilih bulan Ramadhan menjadi musim amal yang berlipat ganda karena di dalamnya terdapat rangkaian ibadah, seperti puasa, zakat fitrah ,tarawih, malam lailatul qadar, I’tikaf di sepuluh malam terakhir, turunnya Alquran dan di tutup dengan ied Adha dengan memperbanyak takbir dan zikir, maka Allah subhanahu wa ta’ala juga telah membuka musim amal lainnya yang tidak kalah keutamannya dibandingkan musim Ramadhan, yaitu musim amalan di bulan Zulhijjah. Jika di Ramadhan ada malam terbaik sepanjang tahun yaitu malam laitaul Qadar, maka di bulan Zulhijjah Allah jadikan hari Arafah tanggal 9 Zulhijjah menjadi siang terbaik sepanjang tahun. Kalaupun di Ramadhan ada sepuluh malam terbaik untuk beri’tikaf mencari malam seribu bulan, maka di bulan Zulhijjah ada juga sepuluh hari yang terbaik untuk mencari keuntungan berlipat ganda yaitu sepuluh hari awal bulan Zulhijjah. Jika dibulan Ramadhan ada ibadah sosial dengan berbagi makanan dalam bentuk zakat fitrah kepada fakir miskin, maka dibulan Zulhijjah juga ada Qurban yang tak kalah seru pahalanya sebagai bentuk kepedulian agama ini kepada sesama hamba. Berikut ini adalah tulisan yang berusaha mengumpulkan keutamaan sepuluh hari awal bulan zulhijjah, wallahul musta’an. Keutamaan sepuluh hari awal bulan Zulhijjah dalam Alquran 1. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “َﻙﻮُﺗْﺄَﻳ ِّﺞَﺤْﻟﺎِﺑ ِﺱﺎَّﻨﻟﺍ ﻲِﻓ ْﻥِّﺫَﺃَﻭ ْﻦِﻣ َﻦﻴِﺗْﺄَﻳ ٍﺮِﻣﺎَﺿ ِّﻞُﻛ ﻰَﻠَﻋَﻭ ًﻻﺎَﺟِﺭ ٍﻖﻴِﻤَﻋ ٍّﺞَﻓ ِّﻞُﻛ * ﻢُﻬَﻟ َﻊِﻓﺎَﻨَﻣ ﺍﻭُﺪَﻬْﺸَﻴِﻟ ٍﻡﺎَّﻳَﺃ ﻲِﻓ ِﻪَّﻠﻟﺍ َﻢْﺳﺍ ﺍﻭُﺮُﻛْﺬَﻳَﻭ ٍﺕﺎَﻣﻮُﻠْﻌَﻣ” “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang padamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan” QS. Alhaj: 27-28”. Ibnu Katsir menukil perkataan Ibnu Abbas menafsirkan makna “pada hari-hari yang telah ditentukan” yaitu sepuluh hari awal bulan Zulhijjah. 2. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: “ ِﺮْﺠَﻔْﻟﺍَﻭ . ﺮْﺸَﻋ ٍﻝﺎَﻴَﻟَﻭ ”ٍ “Demi waktu fajar dan demi malam-malam yang sepuluh”. QS. Alfajr: 1-2. Berkata Imam At-Thabari menafsirkan makna “malam- malam sepuluh” yaitu malam sepuluh awal bulan Zulhijjah.demikian pula tafsiran Ibnu Abbas, Ibnu Az-Zubair, Mujahid dan yang semisalnya. Bahkan telah tegak ijma yang dinukil sebagian ahli tafsir bahwa sepulh hari tersebut adalah awal Zulhijjah. Keutamaan Sepuluh hari awal bulan Zulhijjah dalam hadits 1. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ﺎَﻬﻴِﻓ ُﺢِﻟﺎَّﺼﻟﺍ ُﻞَﻤَﻌْﻟﺍ ٍﻡﺎَّﻳَﺃ ْﻦِﻣ ﺎَﻣ ِﻡﺎَّﻳَﻷﺍ ِﻩِﺬَﻫ ْﻦِﻣ ِﻪَّﻠﻟﺍ ﻰَﻟِﺇ ُّﺐَﺣَﺃ . ِﺮْﺸَﻌْﻟﺍ َﻡﺎَّﻳَﺃ ﻰِﻨْﻌَﻳ . َﻝﻮُﺳَﺭ ﺎَﻳ ﺍﻮُﻟﺎَﻗ ِﻪَّﻠﻟﺍ ِﻞﻴِﺒَﺳ ﻰِﻓ ُﺩﺎَﻬِﺠْﻟﺍ َﻻَﻭ ِﻪَّﻠﻟﺍ َﻝﺎَﻗ : ِﻪَّﻠﻟﺍ ِﻞﻴِﺒَﺳ ﻰِﻓ ُﺩﺎَﻬِﺠْﻟﺍ َﻻَﻭ ٌﻞُﺟَﺭ َّﻻِﺇ ْﻦِﻣ ْﻊِﺟْﺮَﻳ ْﻢَﻠَﻓ ِﻪِﻟﺎَﻣَﻭ ِﻪِﺴْﻔَﻨِﺑ َﺝَﺮَﺧ ٍﺀْﻰَﺸِﺑ َﻚِﻟَﺫ. “Tidak ada hari-hari yang pada waktu itu amal shaleh lebih dicintai oleh Allah melebihi sepuluh hari pertama (di bulan Dzulhijjah).” Para sahabat radhiyallahu ‘anhum bertanya, “Wahai Rasulullah, juga (melebihi keutamaan) jihad di jalan Allah?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “(Ya, melebihi) jihad di jalan Allah, kecuali seorang yang keluar (berjihad di jalan Allah) dengan jiwa dan hartanya kemudian tidak kembali pulang membawa apapun dari hal tersebut (maksudnya terbunuh syahid).HR. Abu Daud No. 2438. 2. Dari Jabir radhiallahu ’anhu dari Nabi shallallahu ’alaihi wasallam bahwa Beliau bersabda ketika menafsirkan ayat dalam surat Alfajri: ” ﻰﺤﺿﻷﺍ ُﺮﺸﻋ َﺮﺸﻌﻟﺍ ﻥﺇ ، ﺔﻓﺮﻋ ﻡﻮﻳ ُﺮﺗﻮﻟﺍﻭ ، ﻊﻔﺸﻟﺍﻭ ﺮﺤﻨﻟﺍ ﻡﻮﻳ ” “Maksud dari kata”Sepuluh” yaitu sepuluh hari bulan idul adha, dan makna “Demi yang ganjil”yaitu hari Arafah, dan makna dari “hari yang genap” yaitu hari penyembelihan(hari qurban). HR. Ahmad no 14551. 3. Dari Abdullah bin Umar radhiallahu ’anhu dia berkata:” Bersabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam: ” ﻪﻠﻟﺍ ﺪﻨﻋ ﻢﻈﻋﺃ ﻡﺎﻳﺃ ﻦﻣ ﺎﻣ ، ﻦﻣ ﻦﻬﻴﻓ ﻞﻤﻌﻟﺍ ﻪﻴﻟﺇ ﺐﺣﺃ ﻻﻭ ﻦﻬﻴﻓ ﺍﻭﺮﺜﻛﺄﻓ ﺮﺸﻌﻟﺍ ﻡﺎﻳﻷﺍ ﻩﺬﻫ ﺪﻴﻤﺤﺘﻟﺍﻭ ﻞﻴﻠﻬﺘﻟﺍﻭ ﺮﻴﺒﻜﺘﻟﺍ ﻦﻣ ” “Tidak ada hari-hari yang lebih agung di sisi Allah dan lebih dicintaiNya untuk beramal ibadah padanya melebihi dari sepuluh hari ini,maka perbanyaklah padanya takbir, tahlil dan tahmid”. HR. Ahmad no. 6154 Keutamaan hari Arafah Hari Arafah adalah hari yang paling utama sepanjang tahun, hari Allah mengampunkan dosa- dosa dan memerdekakan hamba dari neraka.Dari Aisyah [g] dia berkata:”Berkata Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam: ” ﻖﺘﻌُﻳ ﻥﺃ ﻦﻣ ﺮﺜﻛﺃ ٍﻡﻮﻳ ﻦﻣ ﺎﻣ ﺭﺎﻨﻟﺍ ﻦﻣ ًﺍﺪﺒﻋ ﻪﻴﻓ ﻞﺟﻭ ﺰﻋ ﻪﻠﻟﺍ ، ﺔﻓﺮﻋ ﻡﻮﻳ ﻦﻣ ، ﻢﺛ ﻮﻧﺪﻴﻟ ﻪﻧﺇﻭ ﺔﻜﺋﻼﻤﻟﺍ ﻢﻬﺑ ﻲﻫﺎﺒُﻳ ، ﻝﻮﻘﻴﻓ : ﺎﻣﺀﻻﺆﻫ ﺩﺍﺭﺃ ؟ ” “Tidak ada hari yang paling banyak Allah—Yang Maha Perkasa dan Mulia– membebaskan padanya para hamba dari Neraka, melebihi hari Arafah, dan sesungguhnya Dia benar-benar mendekat kemudian membanggakan kepada para malaikatnya dan berkata:”Apa yang di ingginkan mereka(para hamba)?”.HR.Muslim No. 3288. Amalan-amalan yang dianjurkan pada hari-hari ini 1. Memperbanyak zikir, sebab Allah berfirman: “ٍﻡﺎَّﻳَﺃ ﻲِﻓ ِﻪَّﻠﻟﺍ َﻢْﺳﺍ ﺍﻭُﺮُﻛْﺬَﻳَﻭ ٍﺕﺎَﻣﻮُﻠْﻌَﻣ ” “Agar mereka berzikir menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan.”QS. Alhaj: 28. Sebagaimana dalam hadis dari Ibnu Umar, bahwa Rasullah shallallahu ’alaihi wasallam memerintahkan para sahabat untuk banyak mengucapkan takbir, tahlil, dan tahmid. HR. Ahmad no 6154. Adalah tradisi salafus sholeh mereka datang ke pasar-pasar pada hari-hari ini dengan bertakbir sehingga orang-orang pun bertakbir mengikuti mereka. Mereka bertakbir dengan mengangkat suara di mana- mana, baik selepas sholat, di pasar, di rumah-rumah, maupun di jalan-jalan. 2. Termasuk amal shaleh yang paling dianjurkan pada waktu ini adalah berpuasa pada hari ‘Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah. bagi yang tidak sedang melakukan ibadah haji. Abu Qatadah meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya tentang puasa pada hari Arafah, beliau bersabda: ” ﺔﻴﻗﺎﺒﻟﺍﻭ ﺔﻴﺿﺎﻤﻟﺍ ﺔﻨﺴﻟﺍ ﺮِّﻔﻜُﻳ ” “Menggugurkan (dosa-dosa) di tahun yang lalu dan tahun berikutnya.” HR, Muslim no 2747. 3. Berkurban bagi yang mampu dalam bentuk meneladani Nabi shallallahu ’alaihi wasallam dan para sahabatnya. 4. Memperbanyak sholat sunnah yang akan mengangkat derajatnya. Bersabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam: ” ﻪﻠﻟ ﺩﻮﺠﺴﻟﺍ ﺓﺮﺜﻜﺑ ﻚﻴﻠﻋ ؛ ﻚّﻧﺈﻓ ﻪﻠﻟﺍ ﻚﻌﻓﺭ ﻻﺇ ًﺓﺪﺠﺳ ﻪﻠﻟ ﺪﺠﺴﺗ ﻻ ًﺔﺟﺭﺩ ﺎﻬﺑ ، ًﺔﺌﻴﻄﺧ ﺎﻬﺑ ﻚﻨﻋ َّﻂﺣﻭ ” “Hendaklah kamu memperbanyak sujud, sesungguhnya tidaklah engkau sujud sekali untuk Allah kecuali Dia akan mengangkat derajatmu satu derajat dengannya dan akan menghapuskan satu kesalahan.” HR. Muslim no 1093. 5. Memperbanyak sedekah, Qiyamul lail,membaca Alquran, melaksanakan haji dan umrah, bertaubat kepada Allah swt dan semua amalan yang dianggap ibadah mengerjakannya karena keumumam hadis yang di atas dalam ungkapan “Tidak ada amalan apaun” yang menunjukkan keumumannya. Keutamaan bulan zulhijjah secara umum 1. Adanya ibadah haji sebagai rukun Islam yang mencakup berbagai bentuk keutamaan padanya seperti, wukuf di Arafah, bermalam di muzdalifah dan mina, melontar jumrah, mencukur rambut untuk Allah, menyembelih, thawaf, sa’i dan seterusnya. 2. Musim yang datang tahunan dengan segala bentuk ibadah inti yang dilakukan padanya, seperti sholat, berpuasa, dan haji yang tidak didapati pada waktu yang lain sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam fathul bari nya. Pernah Syaikhul Islam ditanyakan tentang mana yang lebih utama antara sepuluh hari awal bulan Zulhijjah dan sepuluh hari akhir bulan Ramadhan, maka beliau menjawab:”siang hari-hari sepuluh hari awal bulan Zulhijjah lebih utama dari siang hari sepuluh akhir bulan Ramadhan, dan sepuluh malam akhir bulan Ramadhan lebih utama dibandingkan sepuluh malam awal bulan Zulhijjah. 3. Keutaman bulan ini tidak hanya bagi orang-orang yang melaksanakan haji saja, tetapi juga berlaku bagi setiap kaum muslimin dibelahan dunia manapun. 4. Pada hari yang penuh berkah ini, kaum muslimin berkumpul untuk melaksanakan shalat ‘Ied dan mendengarkan khutbah hingga para wanita pun disyari’atkan agar keluar rumah untuk kepentingan ini. Sebagaimana dalam ash Shahihain, bahwa Ummu ‘Athiyyah Nusaibah binti al Harits berkata:“Kami para wanita diperintahkan untuk keluar pada hari ‘Ied hingga hingga kami mengeluarkan gadis dalam pingitan. Juga mengajak keluar wanita-wanita yang sedang haidh, berada di belakang orang-orang. Mereka bertakbir dengan takbirnya dan mereka berdo’a dengan do’anya. Mengharapkan keberkahan dan kesucian dari hari yang agung ini.” (HR. Bukhari dan Muslim) 5. Pada hari ini dan setelahnya, yaitu pada hari-hari tasyriq, kaum muslimin bertaqarrub kepada Allah Ta’ala melalui penyembelihan hewan kurban. Dan menyembelih hewan kurban merupakan sebuah syi’ar yang agung dari syi’ar Islam. Batam, Kamis, 03 November 2011 / 7 Dzulhijjah 1432 H Abu Fairuz

K3. Pelajaran Berharga Buat Keluarga dari Tafsir Surat At-Tahrim | Meniti Jejak Para Sahabat

Pelajaran Berharga Buat Keluarga dari Tafsir Surat At- Tahrim Diposting oleh adminabufairuzcom pada 3 November 2011 Kategori: Download Keluarga Tags: tafsir surat at-tahrim — Problematika dalam berumah tangga adalah merupakan sunnatullah yang tidak akan pernah lenyap dalam perjalanannya,bagaikan bahtera yang terkadang berlayar dengan tenang di tengah lautan yang dalam tak berombak dan berbadai,namun terkadang tanpa diinginkan oleh nahkoda tiba-tiba ombak datang menerpa seiring dengan berhembusnya angin kencang diiringi badai dan topan. Jika Nahkoda paham mengendalikan kemudi dan tau menghadapi gelombang yang sedang menggunung, maka bahtera akan selamat, jika tidak…alamat bahtera akan tenggelam. Berikut ini adalah kajian yang berkaitan dengan rumah tangga Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam yang ternyata tidak lepas diterpa berbagai problematika rumah tangga, dan pelajaran berharga dari Allah bagaimana seharusnya Nabi bersikap terhadap keinginan istri-istrinya. Ibnu Katsir rahimahullah berkata dalam tafsirnya : Telah terjadi perbedaan pendapat dikalangan ahli tafsir mengenai sebab turunnya permulaan surat ini. Sebagian menyatakan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan Mariyah, tatkala Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam pernah mengharamkan dirinya untuk mencampurinya. Maka turunlah ayat yang mencela Rasulullah dalam firman yang artinya: “ “wahai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang telah Allah halalkan bagimu, untuk mencari kesenangan hati isteri- isterimu?” Pendapat lainnya dan inilah yang benar yaitu turunnya ayat ini berkenaan dengan sikap Nabi yang mengharamkan madu atas dirinya, sebagaimana yang dikuatkan oleh riwayat al- Bukhari dalam kitab “al-Aiman wan nuzur”, dengan sanadnya bahwa Aisyah pernah menyatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam pernah singgah di tempat Zainab binti Jahsy radhiallahu ’anha dan meminum madu di sana. Berkata Aisyah radhiallahu ’anha:”Kemudian aku bersepakat dengan Hafshah, jika beliau memasuki rumah salah satu dari kami maka setiap kita harus sepakat mengatakan kepada beliau:” Sesungguhnya aku mencium bau maghafir pada dirimu, pasti engkau telah memakan maghafir. ” Kemudian Nabi menemui salah seorang dari keduanya. Maka dia mengatakan hal itu kepada beliau. Lalu beliau berkata “Tidak, tetapi aku telah meminum madu di rumah Zainab binti Jahsy, dan sekali-kali tidak akan meminumnya lagi“ maka turunlah ayat ini: wahai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang telah Allah halalkan bagimu. Sampai pada firman-Nya – Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hatimu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan), Silakan dengarkan kajian tafsir di bawah berikut untuk mengetahui tafsir selengkapnya dari surat At-Tahrim ini. Di dalamnya terkandung pelajaran berharga buat kehidupan keluarga kaum muslimin.

Kamis, 03 November 2011

14. Sejarah Salaf di Minangkabau: PENGERTIAN SEJARAH

PENGERTIAN SEJARAH Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 07 Juli, undefined Label: babad, hikayat, Pengertian sejarah, riwayat, tambo | 0 komentar Sejarah adalah catatan- catatan kehidupan manusia pada masa lalu untuk dijadikan bahan perbandingan pada kehidupan manusia pada jaman sekarang. Seorang ahli sejarah mengatakan bahwa sejarah itu ditulis dari yang ingat dan yang lupa. Yang ingat artinya adalah berdasarkan dari catatan-catatan masa lalu dan perkataan atau peninggalan dari saksi-saksi sejarah. Sedangkan yang lupa adalah faktor-faktor pendukung dari kesaksian sejarah yang akan membuktikan apakah sejarah itu mengandung unsur kebenaran atau hanya sekedar rekayasa/kebohongan dari penulis sejarah. Merujuk pada situs wikipedia Indonesia, Sejarah, babad, hikayat, riwayat, atau tambo dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal-usul (keturunan) silsilah, terutama bagi raja-raja yang memerintah. Adapun ilmu sejarah adalah ilmu yang digunakan untuk mempelajari peristiwa penting masa lalu manusia. Pengetahuan sejarah meliputi pengetahuan akan kejadian-kejadian yang sudah lampau serta pengetahuan akan cara berpikir secara historis. Orang yang mengkhususkan diri mempelajari sejarah atau ahli sejarah disebut sejarawan. Dahulu, pembelajaran mengenai sejarah dikategorikan sebagai bagian dari ilmu budaya (humaniora). Akan tetapi, kini sejarah lebih sering dikategorikan ke dalam ilmu sosial, terutama bila menyangkut perunutan sejarah secara kronologis. Ilmu sejarah mempelajari berbagai kejadian yang berhubungan dengan kemanusiaan di masa lalu. Ilmu sejarah dapat dibagi menjadi kronologi, historiografi, genealogi, paleografi, dan kliometrik.

13. Sejarah Salaf di Minangkabau: Plakat Panjang

Plakat Panjang Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 07 Juli, undefined Label: imam bonjol, periode I, plakat panjang | 0 komentar Lalu dakwah ini disambut oleh ulama yang lain diseluruh alam Minangkabau, sampai dapat dilaksanakan dalam sebuah nagari dengan kesepakatan ahli agama dan ahli adat, sebagaimana yang terjadi dalam negeri Bonjol. Dibawah raja nan tiga sela yaitu, 1.Tuanku Imam 2.Datuk bandaharo 3.Datuk sati. Pada masa ini terdapat kesepakatan antara ulama dan kaum adat mengenai kedudukan masing-masing dalam masyarakat pada umumnya. Kesepakatan yang diakui tidak akan diubah sampai kiamat. Isi dari kesepakatan itu antara lain:Penghulu tetap menjadi raja, katanya didengar perintahnya diturut Alim ulama menjadi suluh bendang dalam negeri, hidup tempat bertanya. Adat yang tidak disukai agama akan dimasukkan kedalam tanah yang lekang, dihanyutkan ke hilir air. Hukum yang harus (boleh-red) dalam agama, tetapi adat tidak mengizinkan, tidak akan dipakai. Seperti kawin sepersukuan dan sepayung. Hukum adat yang disukai agama dinamakan hukum kawi, dan adat yang tidak disukai agama dinamakan adat jahiliyah. Hukum agama yang telah diakui oleh adat akan menguatkannya, dinamakan syara yang lazim yaitu mazhab Syafii, umpamanya nikah berwali, anak seperintah bapak. Alim ulama tidak berhak melakukan hukum , tetapi berhak memberikan keterangan pada penghulu. Penghulu tidak berhak menjalankan hukum sebelum menerima penerangan dari alim ulama, yang dinamakan Minangkabau yang bermufti. Menetapkan bunyi pepatah: Syara mengata, adat memakai. Minangkabau bertubuh adat berjiwa Syara’ Penghulu selaku juru batu dan alim ulama selaku kemudi Adat bersendi syara’, syara’ bersendi kitabullah (Deliar Noer. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Hal 238-239)

12. Sejarah Salaf di Minangkabau: Ustadz Armen Halim Naro Rahimahullah

Ustadz Armen Halim Naro Rahimahullah Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 07 Juli, undefined Label: periode VI, ustadz armen halim naro | 0 komentar Ketika Ustadz Armen Naro Rahimahullah masih hidup. Setiap ada kesempatan saya sering berdialog dengan beliau tentang dakwah salaf di minangkabau. Beliau adalah orang yang sangat bangga terlahir sebagai orang minang, bukan apa-apa karena di minangkabau lah awal pertama gerakan salaf dimulai di Indonesia. Ini menjadikan beliau bersemangat untuk “membangkitkan batang terandam". Beliau punya cita-cita untuk mengembalikan semangat Imam Bonjol untuk memurnikan ajaran Islam di Minangkabau. Setiap ada kesempatan saya sering mendiskusikan tentang sejarah gerakan Islam di minangkabau. Ada tiga orang yang sangat menginspirasi beliau dalam mendakwahkan ajaran salaf ini yaitu Tuanku Imam Bonjol, ayah Buya Hamka, dan yang terakhir adalah buya Jufri Rahimahullah Dan sayapun tahu kalau beliau sedang menulis tentang “GERAKAN SALAF DI SUMATERA” tapi pada saat itu saya mengatakan bahwa saya hanya focus mengenai gerakan salaf di minangkabau. Meskipun saya pernah aktif dalam gerakan salaf di Pekanbaru dan di Batam. Namun saya lebih memfokuskan tentang gerakan salaf di sumbar dulu. Tapi tidak ada salahnya kalau ada yang membaca tulisan ini memberikan data-data tentang pelopor gerakan salaf di sana. Agar ada penulis-penulis lainnya yang bisa melanjutkan dan menambah khazanah tulisan ini.

11. Sejarah Salaf di Minangkabau: MEREKA MENDAKWAHKAN AJARAN SALAF

MEREKA MENDAKWAHKAN AJARAN SALAF Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 07 Juli, undefined Label: ajaran salaf, dakwah salaf, periode III | 0 komentar Dalam catatan kakinya nomor 184 hal 11 Deliar Noer mengutip perkataan Hamka dalam buku Ayahku, hal 71-75 yang mengatakan bahwa ayahnya haji Rasul telah kenal dan berminat dalam hasil karya Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qaiyim dalam tahun 1908. Dan yang lebih menegaskan lagi kalau ajaran salaf lah yang didakwahkan oleh para pembaharu tesebut adalah apa yang ditulis oleh para ulama tersebut didalam majalah yang mereka terbitkan yaitu majalah Al-Munir. Disamping itu dalam tahap pertama referensi kepada kitab mazhab yang ditulis oleh Imam Syafi’i ataupun pengikutnya yang sering terjadi. Al-Munir pada tahun 1912 menyebut Al- Qur’an, hadist dan ijma Al- mujtahidin sebagai referensi (Al- Munir, th 2 no. 181). Sedangkan pada tahun berikutnya Referensi ijma Al-mujtahidin ini diganti dengan atsar dari para shahabat nabi (Al-Munir, th 3 no. 2). Para pembaharu itu, sekurang- kurangnya di Minangkabau , mulai meneliti apakah fatwa yang sudah ada sesuai dengan sumber-sumber tadi. Dalam hubungan inilah mereka mengemukakan kemungkinan terdapat kesalahan pada pihak pendiri mazhab (Al-Munir, th 3 no.22). (Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Hal 110)

10. Sejarah Salaf di Minangkabau: The Founding Father

The Founding Father Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 07 Juli, undefined Label: pencetus gerakan salaf, periode I, the founding father | 0 komentar tepat dipermulaan abad 19 (1802) pulanglah tiga orang ulama dari mekah, yaitu haji miskin di pandai sikek (luhak agam), haji abdurrahman di piobang (luhak limapuluh) dan haji muhammad arif dari sumanik (luhak tanah datar) yang dikenal dengan nama tuanku lintau. di akhir abad ke 18 terjadi perubahan amat hebat di negeri mekah, karena serangan kaum wahabi. kaum wahabi mempunyai ajaran yang keras, agar umat ummat islam kembali kepada ajaran tauhid yang asli daripada Rasulullah. Mereka berkeyakinan umat islam telah terlalu jauh menyimpang dari ajaran agama. mereka melarang keras membesar-besarkan kuburan orang yang dipandang keramat. mereka membatalkan beberapa amal yang telah menyimpang dari pokok ajaran nabi. setelah raja di negeri dar'iyah menerima paham wahabi daripada pendirinya yaitu syaikh muhammad bin abdul wahhab. mereka telah memakai kekuasaanya untuk menyebarkan faham itu di seluruh tanah arab sehingga dapatlah mereka menaklukkan seluruh tanah hejaz (mekah dan madinah). (Hamka; Ayahku hal 14)

9. Sejarah Salaf di Minangkabau: Asal - Muasal Perang Paderi

Asal - Muasal Perang Paderi Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 07 Juli, undefined Label: Asal ula perang paderi, periode I | 0 komentar Tuanku di Lintau di Luhak Tanah Datar pun kian lama kian luas kekuasaannya. senantiasa juga berhubung-hubungan juga mereka dengan Gerakan Agam. di seluruh nagari-nagari di Lintau, faham baru telah diterima orang. sejak dari kaum agama sampai kaum adat. Apatah lagi sejak dahulu kala nagari-nagari di Minangkabau sudah berdaulat sendiri. ada keluarga di Pagaruyung dan "empat balai" yaitu Suruaso, Sumanik, Sungai Tarab dan Padang Ganting. Cuma kaum-kaum keturunan raja-raja inilah yang senantiasa menghambat gerakan ini. atas anjuran Tuanku Lintau diadakanlah satu kali pertemuan dengan keluarga bangsawan itu. Dalam pertukaran fikiran ternyata kaum bangsawan tidak menunjukkan pendirian yang tegas, mulut mereka berputar- putar. mungkin karena mereka merasa bahwa merekalah yang berkuasa sebagai "sebagai pucuk bulat urat tunggang" adat. Melihat keadaan itu sangat murkalah Tuanku Lintau, sehingga bangsawan itu ditangkap dan dibunuhnya. yang bisa melepaskan diri ialah Raja Alam Muningsyah. Karena yang demikian, maka kaum bangsawan tidak dapat menahan hati lagi. sisa-sisa keturunan raja-raja yang masih tinggal lalu meminta bantu kompeni di padang. Maka saat inilah yang sangat di tunggu-tunggu oleh kompeni Belanda yang telah menerima kembali Bandar Padang dari Tangan Inggris. Ketika itulah Kompeni Belanda mendesak raja- raja dan pengulu-pengulu itu menyerahkan Minangkabau ke tangan Belanda. Anjuran itu terpaksa mereka terima. (Hamka: Ayahku hal 17)

8. Sejarah Salaf di Minangkabau: Para Penentang

Para Penentang Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 07 Juli, undefined Label: para penentang, periode III | 0 komentar Dalam periode ini selain mendapat tekanan dari pihak Belanda dalam menjalankan dakwahnya, juga mendapat mendapat tantangan dari kaum adat. Salah seorang penentang yang paling keras terhadap gerakan kaum muda yaitu Datuk Sutan Maharaja. Beliau ini terkenal sebagai seorang yang membenci islam, dan ayahnya ketika menjadi laras pernah melarang orang berpuasa ramadhan. Iapun merupakan turunan dari keluarga yang sangat menentang islam sebagai lanjutan atau kebangkitan kembali gerakan Paderi. Apalagi syaikh Ahmad Khatib memang merupakan turunan seorang hakim Paderi. Berkata datuk ini,”Awas, jangan biarkan masa Paderi kembali. Kita orang Minang Kabau harus berjaga-jaga agar kemerdekaan kita jangan hilang dengan tunduk kepada orang-orang mekkah. Negeri indah Minang Kabau dengan wanitanya yang cantik memang merupakan surga dibandingkan dengan negeri Arab yang panas tandus dimana jenis lemah dan memang kurang diberkati alam memang perlu memakai cadar. Oleh sebab itu Datuk Maharaja bekerja sama dengan kaum bangsawan di Padang untuk melawan kaum pembaharu, datuk tersebut kehilangan alasan perlawanannya dalam hal waris tadi. Faktor-faktor lain yang turut memperlemah kedudukan datuk. Pertama pada masa paderi sebenarnya telah terdapat kesepakatan antara ulama dan kaum adat mengenai bukan saja tentang harta warisan, tetapi juga tentang kedudukan masing-masing dalam masyarakat pada umumnya. Kesepakatan yang diakui tidak akan diubah sampai kiamat. (Deliar Noer. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Hal 236)

7. Sejarah Salaf di Minangkabau: TUANKU HAJI MISKIN, PENABUR BENIH PEMBAHARUAN 1

TUANKU HAJI MISKIN, PENABUR BENIH PEMBAHARUAN 1 Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 08 Juli, undefined Label: periode I, sejarah para salaf, tuanku haji miskin | 0 komentar pada tahun 1803, tuanku haji miskin kembali datari tanah suci mekah. padasaat berada di mekah, gerakan wahabi yang dipelopori oleh syaikh muhammad abdul ibnu wahab (1703-1792), memasuki mekah. gerakan wahabi adalah gerakan dakwah dengan menyeru umat mengakui dan melaksanakan ajaran keesaan Allah (tauhid), dalam zat, sifat dan perbuatan- Nya. gerakan mereka dinamakan dengan "Muwahidun" setelah mendapat dukungan politik dan militer dari Ibnu sa'ud dari nejed, gerakan wahabi identik dengan saudi dalam keberhasilan dan kegagalannya. tuanku haji miskin menerangkan pengalaman mereka masing- masing selama di mekah kepada tuanku-tuanku dan alim ulama di luhak agam, lima puluh dan tanah datar. pada setiap kesempatan mereka menjelaskan bahwa aliran wahabi di mekah melaksanakan pembaruan agama, mgengajurkan kembali ke syariat yang berdasarkan al-qur'an. khutbah haji miskin berhasil menjadi sebab lahirnya rencana perubahan. misi mereka adalah membersihkan berbagai pengaruh adat yang berlawanan dengan ajran islam. ide ini timbul ketika mereka berkenalan dengan ajaran kaum wahabi di mekah saat mereka menunaikan ibadah haji. target mereka tuju adalah puritanisme (pemurnian ) agama secara menyeluruh, yaitu ketaatan mutlak terhadap agama, shalat lima waktu, tidak merokok, berjudi dan menyabung ayam. (Drs. H. syafnir Aboe Nain Dt. Kando Marajo; Tuanku Imam Bonjol, Sejarah Intelektual Islam di Minangkabau (1784 -1832) hal 34 -35)

6. Sejarah Salaf di Minangkabau: TUANKU HAJI MISKIN, PENABUR BENIH PEMBAHARUAN 2

TUANKU HAJI MISKIN, PENABUR BENIH PEMBAHARUAN 2 Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 09 Juli, undefined Label: periode I, tuanku haji miskin | 0 komentar haji miskin yang berasal dari batu tebal, ampek angkek telah ikut serta bersama tuanku nan tuo memperbaiki keamanan pedagang. ia berangkat menunaikan ibadah haji pada tahun 1803. kembali dari mekah, ia melengkapi gagasan-gagasan pembaruan masyarakat minangkabau dengan ajaran qur'an (dan sunnah-pen) sebagai sumber hukum. Pengalaman di mekah itu hendak diterapkan di negeri masing- masing. didalam khotbah, tuanku haji miskin tersebut menganjurkan umat islam menentang orang-orang yang melakukan kemungkaran yang tidak mengindahkan agama. usaha pengamalan ajaran islam itu makin sempurna setelah tuanku haji miskin kembali dari menunaikan ibadah haji (1803). maka banyak yang mendengar khabar dari pada pekerjaan orang mekah madinah bertambah-tambahlah berahi hati ( makin rajin dan bergairah) mendirikan agama Allah dan agama rasulullah dan bersungguh-sungguhlah orang mendirikan sembahyang sehingga sempurna jum'at 40 orang. maka daripada mula-mula pulang tuanku haji miskin dari negeri mekah dan madinah hingga orang berketambuhan (bertambah banyak). (Drs. H. syafnir Aboe Nain Dt. Kando Marajo; Tuanku Imam Bonjol, Sejarah Intelektual Islam di Minangkabau (1784 -1832) hal 35)

5. Sejarah Salaf di Minangkabau: TUANKU HAJI MISKIN, PENABUR BENIH PEMBAHARUAN 3

TUANKU HAJI MISKIN, PENABUR BENIH PEMBAHARUAN 3 Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 09 Juli, undefined Label: periode I, tuanku haji miskin | 0 komentar Haji miskin meninggalkan pandai sikek dan pindah ke koto laweh, suatu desa di kaki gunung singgalang. bersama haji miskin, faqih saghir menerapkan hukum syariat pendamping adat minangkabau. kemudian ia pindah ke daerah IV koto yang berbatasan dengan agam bagian selatan. haji miskin ingin menerapkan tuntunan hidup berlandaskan kaidah agama dalam setiap sikap hidup. pada tahun 1807, haji miskin pindah ke bukit kamang. bersama tuanku nan renceh ia merencana gerakan pembaruan padri bersama tuanku nan salapan. pada saat itu pula tuanku bandaro bersama peto syarif datang bersama ke surau bansa di kamang, belajar sendiri hakikat pembaruan yang dilaksanakan tuanku nan renceh bersama tuanku haji miskin. sesudah diam di kamang bersama tuanku nan renceh, tuanku haji miskin pindah ke air terbit, ke surau sungai landai. haji miskin melanjutkan usaha pembaruan di luhak limapuluh (1811). ia berangkat ke ranah ini untuk menggugah para ulama agar menyebarkan ajaran baru itu. ia berhasiil pula menggerakkan hati malin putih di air tabik untuk melakukan pembaharuan, suatu hal yang berhasi dengan baik. penduduknya lemah lembut dan mudah menerima pembaruan itu. ia berhasil pula membawa masyarakat untuk mendirikan agama Allah. (Drs. H. syafnir Aboe Nain Dt. Kando Marajo; Tuanku Imam Bonjol, Sejarah Intelektual Islam di Minangkabau (1784 -1832) hal 36-37)

Selasa, 01 November 2011

http://www.abufairuz.com/2011/download/pusat-pendidikan-islam-terpadu-imam-syafi’i/

Mimpi Kita: Pusat Pendidikan Islam Terpadu Imam Syafi’i, Nongsa Batam Diposting oleh adminabufairuzcom pada 1 November 2011 Kategori: Download Tags: Pusat Pendidikan Islam Terpadu Imam Syafi’i , SMPIT Imam Syafi'i Batam — Inilah mimpi kita, khususnya kami kaum Muslimin, Ahlussunah wal jama’ah Batam dan sekitarnya, mendirikanPusat Pendidikan Islam Terpadu Imam Syafi’i yang berpusat di daerah Nongsa, Batam. Di pusat pendidikan ini insya Allah akan berdiri gedung SMPIT, SMAIT, Asrama, Majid, Islamic Center, Kantin, Sarana Olahraga dan Perumahan Guru dan Karyawan. Pusat Pendidikan ini diharapkan nantinya juga menjadi wadah bagi orang tua untuk menitipkan anaknya sebagai bagian menuju tarbiyah yg berlandaskan tauhid dan akhlak yg mulia. InsyaAllah untuk tahun ajaran 2012/2013 Juni depan akan dimulai kegiatan belajar untuk siswa-siswi SMPIT Imam Syafi’i angkatan pertama. Sehingga pembangunan gedung SMP IT ini masuk kategori top urgent yang mau tak mau harus dimulai dari sekarang. Dan pembangunan tahap awal ini memerlukan pembiayaan dana yang cukup besar. Gambar-gambar di bawah ini adalah master plan dari Pusat Pendidikan Islam Terpadu Imam Syafi’i, yang akan diawali dengan pembangunan gedung SMPIT terlebih dahulu Pusat Pendidikan Islam Terpadu Imam Syafi’i Pusat Pendidikan Islam Terpadu Imam Syafi’i Pusat Pendidikan Islam Terpadu Imam Syafi’i Pusat Pendidikan Islam Terpadu Imam Syafi’i Pusat Pendidikan Islam Terpadu Imam Syafi’i Pusat Pendidikan Islam Terpadu Imam Syafi’i Untuk mengetahui lebih lanjut tentang proyek impian kita ini bisa lihat di website Yayasan Islam AlKahfi Bagi kamu muslimin yang ingin mendapatkan proposal pembangunan gedung SMP IT Imam Syafi’i ini, silakan mengirimkan email ke admin web di admin@abufairuz.com Barokallahu fiikum, Nas’alullaha Salamah Wal’Afiah

http://www.abufairuz.com/2011/download/khutbah-jumat-masjid-sabiilun-najaah-14-oktober-masuknya-bulan-dzulhijjah-1432h/

Khutbah Jum’at Masjid Sabiilun Najaah (14 Oktober): Masuknya Bulan DzulHijjah 1432H Diposting oleh adminabufairuzcom pada 1 November 2011 Kategori: Download Tags: khutbah jum'at, pengorbanan buat Islam — bismillah walhamdulillah, Berikut ini adalah khutbah jum’at Ustadz Abu Fairuz bertempat di Masjid Sabiilun Najaah, Batu Aji, Kota Batam. Khutbah pada tanggal 14 Oktober 2011 ini mengambil tema tentang Idul Adha, dimana akan masuk sebentar lagi (waktu itu) bulan Dzulhijjah. Di dalam khutbahnya beliau menyinggung tentang apa yang telah kita korbankan buat agama ini, menggugah hati dan pikiran kita dengan membawakan kisah-kisah bagaimana pengorbanan Nabi Ibrohim alaihis salam dan putranya Ismail alaihis salam. Kisah sahabat Amr bin Jamuh radhiallahu ’anhu yang berjihad dengan kaki yang pincang. Silakan dengarkan dan semoga bermanfaat, barokallahu fiikum

ASAL-MUASAL PERANG PADERI 2

Dua peristiwa yang menyebabkan tuanku nan renceh merubah sikapnya menajadi keras dan menebarkan "perang agama" adalah: 1. pengaduan perampasan barang dagangan tuanku tarabi, orang koto baru. ia melaporkan kepada sidang jamaah tuanku nan renceh. menanggapi laporan itu tuanku nan renceh dan orang banyak menyerang negeri yang merampas barang dagangan tuanku turabi. 2. orang bukit batabuah menahan 5 orang kemenakan tuanku nan renceh yang dilarikan ke bukit batabuah. faqih sagir menyaksikan peristiwa itu dan berkeja-kejaran dalam usaha mengembalikannya, namun ia tak kuasa menghadapi orang banyak itu. 3. ketika faqih saghir dan tuanku nan tuo berdamai dengan belanda. tuanku nan tuo mengizinkan belanda membuat benteng gedung batu dan faqih sagir bergelar tuanku samik menjadi regen agam. akhirnya tuanku nan renceh mengumandangkan ajaran jihad dari surau bansa, di kamang. ia dibantu oleh tuanku haji sumanik yang mengajarkan mempergunakan persenjataan. tuanku nan renceh pun menawan pula dua orang bukit batabuah. negeri-negeri di sekitarnya seperti kamang, tilatang, padang tarab, ujung guguk, canduang, kemudian matur dan lima puluh di serangnya. dengan badannya yang kurus tinggi dan pandangan mata yang menyala, ia memberi contoh bagaimana ajaran agama di jalankan tanpa tawar-menawar. Masyarakat muslim yang ingin ditegakkan nya adalah masyarakat muslim yang tidak mengenal menyabung ayam, minuman keras, menghisap candu. siapa yang tidak taat dihukum dan diserangnya. (Drs. H. syafnir Aboe Nain Dt. Kando Marajo; Tuanku Imam Bonjol, Sejarah Intelektual Islam di Minangkabau (1784 -1832) hal 38)

SYAIKH AHMAD KHATIB DAN TAREKAT

Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 16 Juli, undefined Label: haji abdullah ahmad, periode II, syaikh ahmad khatib, tarekat naqsyabandi | Comments 0 komentar Ahmad khatib semula dididik di dalam pikiran tarekat naqsyabandi di daerah asalnya. tetapi setelah memperdalam pengetahuan agama dan hukum islam di mekah ia sangat mengecam dan menentang praktek tarekat di negerinya. ahmad khatib sangat dipengaruhi pelajaran agama yang di perolehnya. ajaran tersebut telah mendorongnya untuk berusaha membersihkan agama islam dari berbagai praktek yang tidak pernah ada pada masa Rasul dan para shahabat serta dari berbagai unsur baru yang timbul karena perkembangan tarekat. menurutnya ke dalam tarekat naqsyabandi telah masuk bid'ah yang tidak terdapat pada masa Rasul dan para sahabat dan tidak pernah diamalkan oleh imam mahzab yang empat. seperti menghadirkan gambar/rupa guru dalam ingatan ketika mulai suluk - sebagai perantara kepada Tuhan. beliau mengatakan perbuatan serupa itu sama saja dengan penyembahan berhala yang dilakukan oleh orang-orang musyrik. karena rupa guru yang dihadirkan dan berhala-berhala yang dibuat oleh manusia tidak memberikan manfaat dan mudharat kepada manusia. penolakan ahmad khatib terhadap praktek tarekat naqsyabandi di minangkabau di ungkapkan dalam buku yang berjudul "Izhar Zughal al-Kadzibin" yang artinya menjelaskan kekeliruan para pendusta. buku yang dikarang oleh ahmad khatib untuk menjawab pertanyaan muridnya haji abdullah ahmad di padang panjang. bukut tersebut telah sampai di minangkabau tahun 1906. kemudian ahmad khatib menulis beberapa buku lagi mengenai naqsyabandi, tetapi bukan lagi untuk menjawab pertanyaan, melainkan utuk menghadapi tantangan. buku "Izhar Zughal al-Kadzibin" telah memancing polemik diantara pembela tarekat. (Drs.Akhria Nazwar; Syekh Ahmad Khatib, Ilmuwan Islam Dalam Permulaan Abad Ini hal 20 -21)

SYAIKH AHMAD KHATIB DAN MINANGKABAU 1

Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 21 Juli, undefined Label: adat, minangkabau, periode II, syaikh ahmad khatib, syaikh sa'ad mungka, warisan | Comments 0 komentar Syaikh Ahmad Khatib dilahirkan dari kalangan agama dan adat yang kuat. Pendahulu-pendahulunya disamping pemuka agama juga ada yang menjadi pemuka adat. Tetapi kecenderungan untuk lebih mendahulukan agama daripada adat telah menonjol dari pihak keluarga ayah ahmad khatib. Keluarga ini sangat memikirkan kemajuan anak-anak mereka. Menurut adat minangkabau harta pusaka diwariskan kepada kemenakan, bukan kepada anak sesuai dengan ajaran Islam. sedangakn kemanakan laki-laki hanya menjadi pembantu saja dalam menggarap dalam memelihara harta pusaka itu. Ia hanya memperoleh sebagian hasil sebagai upah pekerjaannya. padahal menurut ajaran Islam, harta pusaka diwariskan kepada anak sendiri dengan ketentuan anak laki-laki memperoleh bagian yang lebih besar daripada anak perempuan. Jadi jelas adanya perbedaan/pertentangan antara peraturan adat dengan peraturan agama dalam hal warisan di minangkabau. Pengetahuan agama yang diperoleh Ahmad Khatib telah membentuk sikapnya yang tegas terhadap adat-istiadat minangkabau yang berdasarkan sistem kekeluargaan matriarkat itu. beliau sangat menentang ada, terutama dalam hal warisan. tantangannya terhadap adat ini bahkan lebih keras daripada tantangannya terhadap tarekat naqsyabandi. Beliau menulis dua buah buku mengenai harta pusaka ini, yaitu; "Al-Da'i al-masmu' fi 'il-radd 'ala yuwarritsu' ;-ikhwahwa awlad al-akhawat ma'a wujud al-ushul wa'l-furu' " yang artinya "seruan yang di didengar dalam menolak perwarisan kepada saudara dan anak-anak saudara perempuan beserta dasar dan perincian". ditulis dalam bahasa arab dan dicetak di mesir pada tahun 1309 H. Menurut keterangan B.J.O.Schirieke masih ada publikasi-publikasi lain dari ahmad khatib yang menyinggung masalah warisan ini. mengenai ini ia menunjuk buku Al-Ajat al-Bayyinat halaman 15. buku yang ditujukan Ahmad Khatib kepada seorang ulama tradisi pembela tarekat yang bernama Syaikh Sa'ad Mungka. (Drs.Akhria Nazwar; Syekh Ahmad Khatib, Ilmuwan Islam Dalam Permulaan Abad Ini hal 22-23)

PERTARUNGAN YANG TAK PERNAH BERAKHIR

Diposkan oleh Sejarah Salaf Minangkabau on 22 Juli, undefined Label: padang ekspres, periode VII, perti, tarekat naqsyabandi | Comments 0 komentar Namun meskipun sudah lebih 100 tahun perdebatan antara syaikh ahmad khatib dengan kaum tarekat di minangkabau, persoalan ini tidak pernah berakhir dengan berlalunya waktu. Bahkan Arena peperangan dari waktu ke waktu tidak berubah, yaitu peperangan intelektual dan pengaruh. Dimana masing-masing musuh dari berbagai golongan berlomba-lomba mengambil pengaruh terhadap lembaga kekuasaan ataupun media massa untuk menyuarakan keyakinan-keyakinan mereka. Dalam Koran harian Padang Ekspres, jumat 22 juli 2011 diberitakan kalau salah satu musuh terbesar kaum sufi adalah salafi, seperti yang mereka tulis, “ kondisi sekarang, ajaran Islam yang dibawa kaum sufi dihadapkan pada dua kutub yang berbahaya. Yakni radikalisme, wahabisme dan salafisme yang menfatwakan tasawuf sebagai bid’ah. Dan kelompok liberal dan serta sekuler yang dapat melemahkan jiwa keislaman. Demikian pointer penting acara konferensi sufi internasional (Al-Multaqo As-Shufy al-‘Alami) akhir pecan lalu di hotel Borobudur Jakarta. Konferensi ini dihadiri ulama sufi berbagai belahan dunia. Antara lain syekh Hisyam kabbani tokoh ulama dari Amerika Serikat, Syekh Muhammad Fadlil al-Jaelani (Turki), syekh Jibril Fuad al-haddad (Brunei Darussalam), dan Prof Tonaga (Jepang) Ketua persatuan TArbiyah Islamiyah sumbar, H Boy Lestari Dt Rajo Palindih (Mursyid Tarekat naqsyabandiyah) bersama Prof Duski Samad ( mewakili syekh syatariah Sumbar) dan Prof Salmadanis (ketua tarekat mu’tabarah Indonesia Sumbar) mendapat kehormatan diundang dalam konferensi internasional tersebut. (Koran harian Padang Ekspres, jumat 22 juli 2011)." Hal ini menjadi jelas bahwa permusuhan antara pengikut salaf dan kaum sufi tidak akan pernah berakhir. Karena memang keyakinan pengikut salaf dan pengikut kaum sufi berada di kutup yang berbeda. Baik dari segi keyakinan maupun ibadah.

Terapi Rasulullah Dalam Penyembuhan Penyakit Al-Isyq (Cinta)

Diposting oleh Ustadz Abu Fairuz pada 14 July 2010 Kategori: Tazkiyatun Nufus Tags: Al-Isyq (Cinta), penyembuhan virus hati, terapi cinta — Oleh : Ibnu Qayyim Al-Jauziyah Mukaddimah Virus hati yang bernama cinta ternyata telah banyak memakan korban. Mungkin anda pernah mendengar seorang remaja yang nekat bunuh diri disebabkan putus cinta, atau tertolak cintanya. Atau anda pernah mendengar kisah Qeis yang tergila-gila kepada Laila. Kisah cinta yang bermula sejak mereka bersama mengembala domba ketika kecil hingga dewasa. Akhirnya sungguh tragis, Qeis benar-benar menjadi gila ketika laila dipersunting oleh pria lain. Apakah anda pernah mengalami problema seperti ini atau sedang mengalaminya? mau tau terapinya? Mari sama-sama kita simak terapi mujarab yang disampaikan Ibnu Qoyyim dalam karya besarnya Zadul Ma’ad. Beliau berkata : Gejolak cinta adalah jenis penyakit hati yang memerlukan penanganan khusus disebabkan perbedaannya dengan jenis penyakit lain dari segi bentuk, sebab maupun terapinya. Jika telah menggerogoti kesucian hati manusia dan mengakar di dalam hati, sulit bagi para dokter mencarikan obat penawarnya dan penderitanya sulit disembuhkan. Allah mengkisahkan penyakit ini di dalam Al-Quran tentang dua tipe manusia, pertama wanita dan kedua kaum homoseks yang cinta kepada mardan (anak laki-laki yang rupawan). Allah mengkisahkan bagaimana penyakit ini telah menyerang istri Al-Aziz gubernur Mesir yang mencintai Nabi Yusuf, dan menimpa Kaum Luth. Allah mengkisahkan kedatangan para malaikat ke negeri Luth Dan datanglah penduduk kota itu (ke rumah Luth) dengan gembira (karena) kedatangan tamu-tamu itu. Luth berkata: “Sesungguhnya mereka adalah tamuku; maka janganlah kamu memberi malu (kepadaku), dan bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu membuat aku terhina “.Mereka berkata: “Dan bukankah kami telah melarangmu dari (melindungi) manusia?” Luth berkata: “Inilah puteri-puteri (negeri) ku (kawinlah dengan mereka), jika kamu hendak berbuat (secara yang halal)”. (Allah berfirman): “Demi umurmu (Muhammad), sesungguhnya mereka terombang-ambing di dalam kemabukan (kesesatan)”. [Al-Hijr: 68-72] KEBOHONGAN KISAH CINTA NABI DENGAN ZAINAB BINTI JAHSY Ada sekelompok orang yang tidak tahu menempatkan kedudukan Rasul sebagaimana layaknya, beranggapan bahwa Rasulullah tak luput dari penyakit ini sebabnya yaitu tatkala beliau melihat Zaenab binti Jahsy sambil berkata kagum: Maha Suci Rabb yang membolak-balik hati, sejak itu Zaenab mendapat tempat khusus di dalam hati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, oleh karena itu Beliau berkata kepada Zaid bin Haritsah: Tahanlah ia di sisimu hingga Allah menurunkan ayat: “Artinya : Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan ni`mat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi ni`mat kepadanya : “Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah”, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap isterinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mu’min untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi” [Al-Ahzab :37] [1] Sebagain orang beranggapan ayat ini turun berkenaan kisah kasmaran Nabi, bahkan sebagian penulis mengarang buku khusus mengenai kisah kasmaran para Nabi dan meyebutkan kisah Nabi ini di dalamnya. Hal ini terjadi akibat kejahilannya terhadap Al-Quran dan kedudukan para Rasul, hingga ia memaksakan kandungan ayat apa-apa yang tidak layak dikandungnya dan menisbatkan kepada Rasulullah suatu perbuatan yang Allah menjauhkannya dari diri Beliau . Kisah sebenarnya, bahwa Zainab binti Jahsy adalah istri Zaid ibn Harisah .–bekas budak Rasulullah– yang diangkatnya sebagai anak dan dipanggil dengan Zaid ibn Muhammad. Zainab merasa lebih tinggi dibandingkan Zaid. Oleh Sebab itu Zaid ingin menceraikannya. Zaid datang menemui Rasulullah minta saran untuk menceraikannya, maka Rasulullah menasehatinya agar tetap memegang Zainab, sementara Beliau tahu bahwa Zainab akan dinikahinya jika dicerai Zaid. Beliau takut akan cemoohan orang jika mengawini wanita bekas istri anak angkatnya. Inilah yang disembunyikan Nabi dalam dirinya, dan rasa takut inilah yang tejadi dalam dirinya. Oleh karena itu di dalam ayat Allah menyebutkan karunia yang dilimpahkanNya kepada Beliau dan tidak mencelanya karena hal tersebut sambil menasehatinya agar tidak perlu takut kepada manusia dalam hal-hal yang memang Allah halalkan baginya sebab Allah-lah yang seharusnya ditakutinya. Jangan Sampai beliau takut berbuat sesuatu hal yang Allah halalkan karena takut gunjingan manusia, setelah itu Allah memberitahukannya bahwa Allah langsung yang akan menikahkannya setelah Zaid menceraikan istrinya agar Beliau menjadi contoh bagi umatnya mengenai kebolehan menikahi bekas istri anak angkat, adapun menikahi bekas istri anak kandung maka hal ini terlarang.sebagaimana firman Allah: “Artinya : Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu” [Al-Ahzab: 40] Allah berfirman di pangkal surat ini: “Artinya : Dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja” [Al-Ahzab : 4] Perhatikanlah bagaiamana pembelaan terhadap Rasulullah ini, dan bantahan terhadap orang-orang yang mencelanya. Wabillahi at-Taufiq. Tidak dipungkiri bahwa Rasulullah sangat mencintai istri-istrinya. Aisyah adalah istri yang paling dicintainya, namun kecintaannya kepada Aisyah dan kepada lainnya tidak dapat menyamai cintanya tertinggi, yakni cinta kepada Rabbnya. Dalam hadis shahih: “Artinya : Andaikata aku dibolehkan mengambil seorang kekasih dari salah seorang penduduk bumi maka aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai kekasih”[2] KRITERIA MANUSIA YANG BERPOTENSI TERJANGKIT PENYAKIT AL-ISYQ Penyakit al-isyq akan menimpa orang-orang yang hatinya kosong dari rasa mahbbah (cinta) kepada Allah, selalu berpaling dariNya dan dipenuhi kecintaan kepada selainNya. Hati yang penuh cinta kepada Allah dan rindu bertemu dengaanNya pasti akan kebal terhadap serangan virus ini, sebagaimana yang terjadi dengan Yusuf alaihis salam: “Artinya ; Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tiada melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih” [Yusuf : 24] Nyatalah bahwa Ikhlas merupakan immunisasi manjur yang dapat menolak virus ini dengan berbagai dampak negatifnya berupa perbuatan jelek dan keji.Artinya memalingkan seseorang dari kemaksiatan harus dengan menjauhkan berbagai sarana yang menjurus ke arah itu . Berkata ulama Salaf: penyakit cinta adalah getaran hati yang kosong dari segala sesuatu selain apa yang dicinta dan dipujanya. Allah berfirman mengenai Ibu Nabi Musa: “Artinya ; Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya” [Al-Qasas :11] Yakni kosong dari segala sesuatu kecuali Musa karena sangat cintanya kepada Musa dan bergantungnya hatinya kepada Musa. BAGAIMANA VIRUS INI BISA BERJANGKIT ? Penyakit al-isyq terjadi dengan dua sebab, Pertama : Karena mengganggap indah apa-apa yang dicintainya. Kedua: perasaan ingin memiliki apa yang dicintainya. Jika salah satu dari dua faktor ini tiada niscaya virus tidak akan berjangkit. Walaupun Penyakit kronis ini telah membingungkan banyak orang dan sebagian pakar berupaya memberikan terapinya, namun solusi yang diberikan belum mengena. MAKHLUK DICIPTAKAN SALING MENCARI YANG SESUAI DENGANNYA Berkata Ibn al-Qayyim: ketetapan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hikmahNya menciptakan makhlukNya dalam kondisi saling mencari yang sesuai dengannya, secara fitrrah saling tertarik dengan jenisnya, sebaliknya akan menjauh dari yang berbeda dengannya. Rahasia adanya percampuran dan kesesuaian di alam ruh akan mengakibatkan adanya keserasian serta kesamaan, sebagaimana adanya perbedaan di alam ruh akan berakibat tidak adanya keserasian dan kesesuaian. Dengan cara inilah tegaknya urusan manusia. Allah befirman: “Artinya : Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya” [Al-A'raf :189] Dalam ayat ini Allah menjadikan sebab perasaan tentram dan senang seorang lelaki terhadap pasangannya karena berasal dari jenis dan bentuknya. Jelaslah faktor pendorong cinta tidak bergantung dengan kecantikan rupa, dan tidak pula karena adanya kesamaan dalam tujuan dan keingginan, kesamaan bentuk dan dalam mendapat petunjuk, walaupun tidak dipungkiri bahwa hal-hal ini merupakan salah satu penyebab ketenangan dan timbulnya cinta. Nabi pernah mengatakan dalam sebuah hadisnya: “Artinya : Ruh-ruh itu ibarat tentara yang saling berpasangan, yang saling mengenal sebelumnya akan menyatu dan yang saling mengingkari akan berselisih “[3] Dalam Musnad Imam Ahmad diceritakan bahwa asbabul wurud hadis ini yaitu ketika seorang wanita penduduk Makkah yang selalu membuat orang tertawa hijrah ke Madinah ternyata dia tinggal dan bergaul dengan wanita yang sifatnya sama sepertinya yaitu senang membuat orang tertawa. Karena itulah nabi mengucapkan hadis ini. Karena itulah syariat Allah akan menghukumi sesuatu menurut jenisnya, mustahil syariat menghukumi dua hal yang sama dengan perlakuan perbeda atau mengumpulkan dua hal yang kontradiktif. Barang siapa yang berpendapat lain maka jelaslah karena minimnya ilmu pengetahuannya terhadap syariat ini atau kurang memahami kaedah persamaan dan sebaliknya. Penerapan kaedah ini tidak saja berlaku di dunia lebih dari itu akan diterapkan pula di akhirat, Allah berfirman: “Artinya : (kepada malaikat diperintahkan): Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah” [As-Shaffat : 23] Umar ibn Khtaab dan seteelahnya Imam Ahmad pernah berkata mengenai tafsiran wajahum yakni yang sesuai dan mirip dengannya .Allah juga berfirman “Artinya : Dan apabila jiwa dipertemukan” [At-Takwir : 7] Yakni setiap orang akan digiring dengan orang-orang yang sama prilakunya dengannya, Allah akan menggiring antara orang-orang yang saling mencintai kareNya di dalam surga dan akan menggiring orang orang yang saling bekasih-kasihan diatas jalan syetan di neraka Jahim, tiap oran akan digiring dengan siapa yang dicintainya mau tidak mau. Di dalam mustadrak Al-Hakim disebukan bahwa Nabi bersabda: “Artinya : Tidaklah seseorang mencintai suatu kaum kecuali akan digiring bersama mereka kelak” [4] [Diterjemahkan oleh : Ustadz Ahmad Ridwan,Lc (Abu Fairuz Al-Medani), Dari kitab : Zadul Ma'ad Fi Hadyi Khairi Ibad, Juz 4, halaman 265-274, Penulis Ibnu Qayyim Al-Jauziah] _________ Foote Note [1]. Ini berita batil yang diriwayatkan oleh Ibn Sa’ad dalam at-Tabaqat/101-102, dan al-Hakim 3/23 dari jalan Muhammad ibn Umar al Waqidi seorang yang Matruk (ditinggalkan)– dan sebagian menggapnya sebagai pemalsu hadis, dari Muhakmmad ibn Yahya ibn Hibban–seorang yang siqah –namun riwayat yang diriwayatkannya dari Nabi sekuruhnya mursal. Kebatilah riwayat ini telah diterangkan oleh para ulama almuhaqqiqin. Mereka berkata: Penukil riwayat ini dan yang menggunakan ayat ini sebagai dalil terhadap prasangka buruk mereka mengenai Rasulullah sebenranya tidak meletetakkan kedudukan kenabian Rasulullah sebagaimana layaknya, dan tidak mengerti makna kemaksuman Beliau. Sesungguhnya yang disembunayikan Nabi di dalam dirinya dan belakangan Allah nampakkan adalah berita yang Allah sampaikan padanya bahwa kelak Zaenab akan menjadi istrinya. Faktor yang membuat nabi menyembunyikan berita ini tidak lain disebabkan perasaan takut beliau terhadap perkataan orang bahwa Beliau tega menikahi istri anak angkatnya . Sebenarnya dengan kisah ini Allah ingin membatakan tadisi jahiliyyah ini dalam hal adopsi , yaitu dengan menikahkan Rasulullah dengan istri anak angkatnya. Peristiwa yang terjadi dengan Rasulullah ini sebagai pemimpin manusia akan lebih diterima dan mengena di hati mereka.. Lihat Ahkam Alquran 3/1530,1532 karya Ibn Arabi dan Fathul Bari 8/303, Ibn Kastir 3/492, dan Ruhul Ma’ani 22/24-25. [2]. Hadis diriwayatkan oleh Bukhari 7/15 dalam bab fadhail sahabat Nabi, dari jalan Abdullah ibn Abbas, dan diriwayatkan oleh Imam Muslim (2384) dalam Fadail Sahabat, bab keutamaan Abu Bakar, dari jalan Abdullah ibn Masud, dan keduanya sepakat meriwayatkan dari jalan Abu Sa’id al-khudri. [3]. Hadis Riwayt Bukhari 7/267dari hadis Aisyah secara muallaq, dan Muslim (2638) dari jalan Abu Hurairah secara mausul [4]. Diriwayatkan oleh Ahmad 6/145, 160, dan an-Nasai dari jalan Aisyah Bahwa Rasulullah Saw bersabda: Aku bersumpah terhadap tiga hal, Allah tidak akan menjadikan orang-orang yang memiliki saham dalam Islam sama dengan orang yang tidak memiliki saham, saham itu yakni: Sholat, puasa dan zakat. Tidak lah Allah mengangkat seseorang di dunia, kemudain ada selainNya yang dapat mengankat (derajatnya) di hari kiamat. Tidaklah seseorang mencintai suatu kaum kecuali kelak Allah akan menggumpulkannya bersama (di akhirat). Kalau boleh aku bersumpat terhadap yang keempat dan kuharap aku tiodak berdosa dalam hal ini yaitu tidaklah seseorang memberi pakaian kepada orang lain (untuk menutupi auratnya) kecuali Allah akn memberikannya pakaian penutup di hari kiamat. Para perawi hadis ini stiqah kecuali Syaibahal-khudri (di dalam Musnad di tulis keliru dengan al-isyq-hadromi). Dia meriwayatkan dari Urwah, dan dia tidak di tsiqahkan kecuali oleh Ibn Hibban, namun ada syahidnya dari hadist Ibn Masud dari jalur Abu Yala, dan Thabrani dari jalur Abu Umamah, dengan kedua jalan ini hadis ini menjadi sahih.